Bagian Lima. (Telah direvisi)

1K 63 1
                                    

Leon terbangun di tempat, tubuhnya menggigil kedinginan. Dimana ini? Leon menghangatkan tubuhnya.

"Halo??" seru Leon, suaranya menggema. Jangan-jangan Leon udah mati? gumam Leon dalam hati, lalu membuang jauh-jauh pikiran itu.

"Nggak boleh sampai Leon dapet kasih sayang Papa." ucap Leon bertekad, suaranya menggema lagi.

Tiba-tiba sekitar menjadi terang. Ruangannya menyilaukan Leon, membuatnya harus menyipitkan mata untuk melihat sekitar dengan saksama.

Leon membuka lebar matanya setelah bisa beradaptasi dengan cahaya dan tepat saat itu, ia melihat Avier-Mamanya duduk di kursi depan IGD. Avier menangis, menutup mulutnya untuk menutupi isakannya.

Leon ingin menghampiri Avier, tapi seolah ada yang membebani kakinya dan membuat Leon kesulitan untuk menggerakkan kakinya.

"Mamah!" teriak Leon, tangannya menjulur ke arah Avier yang duduk tidak berdaya.

Setelah berteriak memanggil Avier, Leon membeku dan tidak bisa membuka mulutnya. Tolong, Leon nggak bisa gerak!

Seorang bidan datang menghampiri Avier, dengan ekspresi sedih bidan tersebut berkata,"Maafkan kami."

Avier terbelalak, air matanya keluar semakin deras. Leon yang masih membeku dibuat bingung dan sedij. Kenapa Mama nangis? Kenapa bidannya meminta maaf? Apa yang membuat Mama menangis? Apa yang membuat bidan itu meminta maaf? Pikiran Leon dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab.

Ruangan tersebut perlahan menghilang, Leon yang membeku dapat bergerak lagi. Ia langsung berlari berusaha menghampiri ruangan itu sebelum menghilang, tapi sekencang apapun Leon berlari, ruangan tersebut semakin jauh dan semakin menghilang.

Saat ruangan itu telah menghilang sepenuhnya, Aron-Papanya tiba-tiba muncul dengan sabuk hitam pekat di tangan kirinya. Leon yang melihatnya terperanjat dan mulai mundur, berusaha menghindari Aron.

Tapi semakin ia mundur, semakin Aron berjalan dengan cepat menghampiri Leon. Peluh dingin mengucur, jantung Leon menciut.

Saat jarak mereka hanya 1 meter, Aron langsung mencekik Leon dan mengangkatnya dari lantai.

"Guhh, ughh- Pa- ses- ek-" Leon berusaha melawan, mencakar lengan Aron. Leon menutup mata kuat-kuat, berharap mimpi ini segera berakhir karena rasa cekikan Aron terasa sangat asli.

Leon membuka mata kanannya sambil tetap berusaha melawan dan menghirup udara sebisanya, ia sedikit terkejut melihat Aron menangis marah.

"Semua salahmu, semua salahmu, semua salahmu!" teriak Aron. Ia mencekik Leon lebih kuat, membuat Leon semakin tak bisa bernapas.

Di belakang Aron, ada seorang laki-laki. Tubuh orang tersebut putih dan lumayan transparan, perawakannya hampir mirip dengan Leon. Laki-laki itu berusaha menghentikan Aron, tetapi Aron tidak merasakan kehadirannya meski laki-laki tersebut mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghentikan Aron. Laki-laki itu menangis dan berkata sesuatu.

Semakin lama cekikan Aron semakin kuat, membuat Leon tidak bisa melawan. Dia tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi, matanya perlahan menutup.

•••••

Haloo, author disini!(⁠^⁠∇⁠^⁠)⁠ノ
Terimakasih telah membaca bagian 5 "Leon Sayang Papa"♡!

Kritsar bisa komen di bawah, sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Leon Sayang Papa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang