-9- Break a leg

586 75 52
                                    

Semua anggota menyadari perubahan dalam diri kapten sekaligus pitcher mereka. Perubahan positif yang berdampak pada performa permainan dan terlihat selama latihan. Energi positif yang tercipta dalam diri sang kapten tanpa sadar menular ke pemain lain. Coach tim puas melihat anak didiknya penuh semangat, menikmati permainan, namun tetap fokus pada tujuan. Banyak yang mengira dua pertandingan yang lagi-lagi berhasil dimenangkan Seoul Fox menjadi penyebab perubahan mood itu. Mereka tinggal selangkah lagi menuju semi final.

Usai latihan, matahari telah menampakkan semburat oranye sebagai salam perpisahan pada bumi; bertemu lagi esok hari dengan semburat sama namun berbeda salam. Bulan mengintip malu-malu dengan cahaya putih keabu-abuan. Lampu-lampu sorot besar di stadion kampus mulai menyala. Para anggota klub baseball mulai bepergian satu persatu, beberapa masih enggan beranjak dari lembutnya rumput lapangan sambil mengobrol dengan sesama anggota.

"Lo habis score siapa kali ini?"

Yeji tersenyum miring sambil geleng-geleng kecil. Tidak ada jawaban. Memutuskan menyimpannya untuk diri sendiri dahulu. Tidak akan ada yang tahu, tidak terkecuali siapa pun termasuk Jiwon, anggota klub yang cukup dekat dengannya.

"Setidaknya jawab, bener ya habis score seseorang makanya mood lo bagus?"

"Lo tau gue lah."

Yeji dan Jiwon berjalan berdampingan keluar area stadion kampus. Percakapan dianggap tidak terlalu penting lagi saat itu, memutuskan sama-sama membisu setelah itu. Sampai keduanya tiba di gerbang utama kampus, berdiri di halte menunggu kedatangan bus. Hanya Yeji yang menunggu, sedangkan Jiwon dijemput seseorang yang mengendarai motor berbodi besar layaknya motor pebalap. Mereka saling mengucapkan sampai jumpa dan melambaikan tangan. Motor itu melaju cepat meninggalkan Yeji yang terkekeh sendirian. Orang itu sudah pasti orang asing yang setuju diajak kencan buta oleh Jiwon atau bertemu melalui aplikasi kencan.

Bus tiba beberapa saat kemudian. Yeji menaiki bus itu untuk pulang ke kosannya, memiliki waktu senggang dua jam untuk mandi sebelum bekerja di minimarket. Ia terbiasa disambut keheningan—atau bau lembab di musim hujan akibat air yang merembes di plafon—tanpa sambutan atau aroma makanan seperti di rumah-rumah orang lain.

"Akhirnya dateng juga."

Hari ini tidak seperti biasanya karena tubuhnya merasakan kehangatan pelukan. Segera setelah sampai, ia menghirup aroma parfum mewah memenuhi petak kecil rumahnya.

Lia ada di sana. Bahkan sudah menunggu dari tadi.

Semenjak diberi kunci cadangan perempuan itu sering datang tanpa bilang-bilang.

Selama dua minggu ini semenjak hari itu, Yeji dan Lia selalu menghabiskan waktu bersama. Melakukan apa saja, berdua. Terkadang Lia meminta bantuan dalam mengerjakan tugas, misalnya tugas kewarganegaraan (secara mengejutkan sang pitcher pintar dalam mata kuliah tersebut). Sekali-dua kali mereka pergi ke tempat penampungan hewan. Sebelum Yeji pergi bekerja, mereka makan malam (lebih awal) bersama—entah di kosan atau membeli di luar.

Dan tentunya setiap bertemu aktivitas kontak fisik tidak pernah terlewat.

Tidak selalu berakhir di ranjang, memang. Namun, hal itu merupakan aktivitas baru yang mereka sepakati tanpa mengucap. Seakan tubuh mereka diam-diam sudah menandatangani, entah perjanjian macam apa. Ibarat mobil yang memiliki rem blong bergerak kencang di jalan raya. Melaju begitu saja.

Lia sudah diperingatkan. Lia sudah sadar dengan perasaannya. Lia sudah tahu perbuatannya berisiko fatal. Anehnya ia tidak bisa lepas. Kepalang terjerat.

Padahal Lia lah yang bergerak dan berinisatif lebih dulu. Bukankah itu berarti ia yang menjerat Yeji? Kenapa malah dirinya yang seakan kecanduan?

"Mm..Lia, sebentar."

Pitch-a-Pat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang