-11- Gloom

401 58 43
                                    


Siang itu tidak hanya tulang pergelangan kaki yang retak. Mungkin Yeji halusinasi sebab bisa mendengar suara hatinya yang retak. Tentu saja. Sejak kapan hati berbentuk keras? Lagipula hati apa yang dia maksud? Organ hati atau organ imajiner yang terletak di dada atau jantung yang kadang disebut 'hati'?

Persetan dengan itu, yang jelas ia merasa dunianya hancur setelah mendengar perkataan coach.





"Posisimu akan digantikan pemain dari Tim Yongin Phoenix. Aku sudah berbicara dengan anak-anak. Mereka sepakat Tim Seoul Fox dan Tim Yongin Phoenix bergabung. Kemungkinan untuk pertandingan baseball antar kampus tahun depan juga tetap bergabung tapi memakai nama tim kita sebagai kampus inti. Kau paham kan jumlah anggota kita sedikit dan hampir tidak ada pemain cadangan? Keputusan ini satu-satunya solusi kita."

"Siapa yang akan menggantikan saya?" Yeji bertanya di sela giginya yang berderit akibat menekan gigi-giginya terlalu keras. Rahang pun mengeras.

"Tim mereka tidak memiliki coach. Dia memeroleh suara terbanyak dari anggota timnya untuk menggantikanmu. Mereka bilang dia ace di tim. Aku setuju karena melihatnya saat pertandingan persahabatan dengan kampus kita."

"Siapa, coach? Saya mau tau!"

"Kang Seulgi."






Sejak tadi tembok rumah sakit Yeji pelototi. Ingin sekali menerkam tembok itu dengan kepalan tangannya. Terlebih sekarang sedang sendirian sejak teman satu timnya yang terakhir berkunjung, yakni Heejin dan Yujin, datang sejam lalu. Kesepian membuat kemarahannya semakin memuncak. Namun, ia tak berdaya. Dokter pun memberi nasihat, jika ingin cepat sembuh maka jangan banyak bergerak.

Tangan Yeji tanpa sadar mencengkeram selimut rumah sakit kuat-kuat. Ia tidak tahu bagaimana harus menenangkan diri. Melihat ke arah kakinya yang dibalut gips malah memperburuk suasana hati. Yeji bertekad, benar-benar bertekad untuk beranjak dari kasur dan meninju tembok, sebelum akhirnya kedatangan seseorang membuatnya terhenti.

Tidak, bukan seseorang, melainkan tiga orang.

Pintu geser yang terbuka tadinya hanya menampilkan satu sosok. Rupanya ada dua sosok lainnya yang menyusul masuk dari belakang orang pertama. Sudah jelas mereka berbeda usia dan jenis kelamin. Namun, ada satu hal yang sama dari mereka bertiga: ekspresi khawatir.

Yeji ingin sekali tertawa keras, betapa lucu situasi yang ia alami.

Di sana, ibunya berdiri di samping Kang Seulgi, terlihat khawatir. Akting yang sangat bagus. Yeji ingin memberinya tepuk tangan riuh untuk penampilannya itu.

"...kalian kok ke sini? Tau dari mana?"

Seulgi maju selangkah, melepas topi baseball yang dipakai, dan juga mengangkat keranjang berisi buah yang dibawanya.

"Mama, papa, gue nontonin pertandingan lo tadi. Pas liat lo dibawa keluar dari tenda medis gue langsung tau cedera lo parah makanya gue turun terus nanya ke salah satu paramedis lo mau dibawa ke RS mana."

"Nak Yeji, apa kata dokter?" Ayah dari Kang Seulgi yang notabene merupakan ayah tirinya kali ini bersuara.

"Tulang pergelangan kaki retak. Digips selama sebulan, nggak boleh beraktivitas berat apalagi main baseball, rutin minum obat sama konsumsi susu buat nambah kalsium."

"Syukurlah."

Tatapan Yeji cepat beralih ke arah ibunya yang akhirnya bersuara. Gerak geriknya canggung, terlihat dari menggenggam tas tangannya erat dan tatapan matanya yang melirik sana-sini setelah tahu ditatap Yeji. Memuakkan melihat ibunya bertingkah seolah ia peduli.

"Nak Yeji...kami mau merawatmu. Setelah nanti dokter membolehkan rawat jalan kami akan menjemput."

"Nggak perlu. Saya bisa sendiri," Yeji dengan cepat menolak tawaran ayah tirinya.

Pitch-a-Pat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang