Hembusan angin dingin menerpa surai hitamnya, tanah lembab dan daun yang berguguran bagai melukis kekosongan hati kala itu. Setahun berlalu tanpa ada jawaban yang dinanti, sang raja telah pergi, kalimat pahit dan air mata adalah tanda pertemuan akhir mereka. Izana telah meninggalkan Kakucho, pergi memunggungi tanpa meninggalkan sebuah pesan.
Bentakan yang masih ia ingat jelas terputar setiap malam bagai kaset rusak. Kakucho gundah, bisakah kakinya kembali mengejar sang raja, berdiri berdampingan dan menggenggam tangan Izana lagi. Pertemuan singkat di tahun lalu memberi bekas yang sulit terlupa.
Iris dua warna itu menatap trotoar di bawahnya, walaupun mereka tak lagi bersama, tapi Kakucho harus tetap menyelesaikan masalah ini sendirian.
"Maaf membuatmu menunggu" ujar seorang wanita yang terlihat berumur empat puluh tahun, wanita itu baru saja sampai.
"Tidak apa, aku juga baru sampai" balas Kakucho.
Wanita itu tertawa, dengan tak sopannya menggenggam tangan Kakucho tanpa disuruh, menatap nakal seraya tertawa kecil.
"Kau tampan juga" puji sang wanita. Kakucho tak berkutik, tujuannya bukan untuk memuaskan hasrat kali ini.
"Sayangnya kau punya bekas luka, itu membuat ketampananmu tak terlihat jelas" kalimat barusan seperti menyindir dirinya, Kakucho juga tak menginginkan luka itu dari dulu, siapa yang mau merusak wajahnya sendiri.
"Luka itu keren"
Terbesit sebuah ingatan yang telah lama ia lupakan, kali pertama Izana menghampirinya di panti asuhan, orang yang pertama memuji lukanya, berkata terus terang dan membawa Kakucho pada realita yang tak begitu menikam hati.
"Kau tidak berniat operasi plastik?" tanya wanita itu. Kakucho terkekeh, menatap manik sang wanita.
"Luka ini sudah jadi ciri khasku, luka ini juga jadi alasan aku bisa hidup lebih lama" ujarnya sambil tersenyum tipis. Karena luka itu dirinya dan Izana bertemu, pria berkulit tan itu tak pernah menyalahkan bekas lukanya, dari dulu Izana selalu menerimanya tanpa berekspektasi tinggi. Itulah yang membuat Kakucho tak akan pernah melepaskan raja yang membawanya lepas dari masa kelam. Izana selalu menerima Kakucho dengan cara yang sederhana.
Mereka masuk ke dalam restoran yang sudah dijanjikan jadi tempat bertemu. Kakucho menyambut ramah, tersenyum lembut seraya memuji kecantikan si wanita.
Suatu keadaan yang tidak dapat disangka, di sisi sebrang jalan sepasang iris violet memperhatikan dalam diam. Izana mengenal wanita yang sedang bersama Kakucho, dia adalah salah satu pelanggannya, bagaimana bisa Kakucho bertemu dengannya dan apa yang akan mereka lakukan?
"Kenapa?" tanya Kisaki. Pria yang sudah menjadi atasannya ini menampilkan ekspresi terkejut bukan main, apa Izana baru melihat sesuatu barusan?
"Kau duluan saja, aku mau menemui kenalanku dulu" titahnya. Izana beranjak meninggalkan Kisaki, ia berlari memasuki restoran dan memantau dari kejauhan.
"Kenapa aku melakukan ini?" tanya Izana pada dirinya sendiri.
Pantaskah ia mencurigai mereka? Memangnya selama ini ia tidak malu, ia sudah membuang Kakucho begitu saja, pergi meninggalkan rasa sakit yang pasti tak dapat disembuhkan. Izana ragu, mau ditaruh mana mukanya jika Kakucho menyadari keberadaan Izana.
Padahal belum sempat memesan makanan tapi mereka sudah pergi dari sana. Wanita itu tak henti-hentinya tertawa nakal di depan Kakucho, Izana berdecak kesal. Sejujurnya ia sangat tak menyukai wanita itu, luka yang pernah Kakucho rawat juga karena ulahnya, mana bisa Izana memaafkan jika Kakucho diperlakukan sama seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finale [Kakuiza ft. Hankisa]✔
Fanfic[Tamat] Bagaimana jika Izana, sang gigolo yang selalu memuaskan, dan mendominasi pelanggan wanitanya ditaklukan oleh seorang pria penurut yang merupakan sahabatnya sendiri. Kakucho hanya ingin membebaskan 'rajanya' dari mimpi buruk dan kembali bers...