Jangan lupa vote
dan spam comment 🌈💗Dev tidak tau apa yang terjadi dalam dirinya saat ini. Terkejut? Itu sudah pasti. Dari dulu ia tidak pernah menyinggung masalah kondisi ibunya, karena ia menghargai keputusan ibunya.
Dia tidak ingin ibunya, tertekan hanya karena menuruti permintaannya. Tapi ia juga ingin, ingin sekali kembali seperti saat ia kecil, sebelum usianya lima tahun. Dimana mereka masih bisa berkumpul bersama, dengan bahagia.
Tidak seperti sekarang.
Semuanya terasa canggung.
"Kenapa tiba-tiba?" Tanyanya menuntut ketika ia sampai dihadapan sang Ayah yang kini duduk di depan ruang pemeriksaan ibunya. Ia tadi ingin masuk, namun dicegah oleh ayahnya.
"Nggak tiba-tiba. Rencana ini udah dari lama." Jawab Alex.
"Terus? Aku nggak berhak untuk tau?" Dev berdecak, ia menyenderkan tubuhnya di dinding, berhadapan dengan sang Ayah.
"Ini perintah ibumu." Alex lalu menatap putranya. Ia sedikit terhenyak mendapati wajah yang sekilas mirip dengannya itu. Tapi, mata itu mirip dengan milik istrinya. "Butuh belasan tahun, untuk meyakinkan ibumu tentang semua ini. Dan akhir-akhir ini, ibumu senang berbicara dengan psikolog."
Dev mengernyit bingung. Psikolog? "Kapan?"
"Saat kamu sekolah." Alex lalu berdehem. "Tepatnya saat ibumu sedang berusaha, kamu lagi tidur dikelas, ataupun membolos untuk bersenang-senang."
Mulut anak berseragam sekolah itu tertutup rapat. Ingin membalas, rasanya percuma, karena itu memang faktanya.
"Terus kenapa nggak langsung kasih tau?" Ada sedikit nada kesal yang terselip disana.
Alex mengendikan bahunya acuh. Pria itu sibuk menatap kaca ruangan tepat Tania sedang melakukan pemeriksaan.
Melihat ayahnya yang tidak memperdulikan dirinya, Dev mendengus kesal. Ia terdiam sejenak, setelah itu tubuhnya menegang, memikirkan sesuatu. "Mata ini, bukan hasil pembunuhan ataupun paksaan, kan?" Tanyanya cepat.
Alex menatap tajam putranya itu. "Kalau memakai hasil itu, sudah dipastikan ibumu akan memberikan surat cerai saat ini juga."
Dev mengangguk-angguk lugu. "Terus kok bisa dapet cepet?"
"Davenziel, hentikan omong kosong itu, dan berdoa untuk keselamatan ibumu." Alex memutar bola matanya jengah.
Terus kok terus.
Lagipula apa anak ini mendadak bodoh? Ia memiliki banyak kuasa dan koneksi yang kuat. Apa anak ini tidak bisa berpikir kesitu? Dan kenapa anak ini mendadak cerewet seperti ini?
"Operasi ini pasti berhasil, kan?"
Dev, remaja itu menggaruk lehernya dengan canggung. Ia tau, ia terlalu banyak tanya. Tapi kan ia tidak tau apa-apa, jadi wajar dong kalau dia bersifat menyebalkan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Davenziel
Teen Fiction"Mommy... " Seberapa banyak pun orang di dunia ini, Davenziel tetap selalu menyebut kata tersebut setiap saat. Karena di dunia ini, hanya ibunya yang sangat berarti baginya. *** "Aku akan jadi mata dan kaki untuk Mommy. Aku akan jadi apapun untuk M...