Davenziel, anak itu menatap langit malam dengan seulas senyum kecil. Ia tidak pernah menyangka, akhir-akhir ini suasana hatinya begitu baik dari sebelumnya. Perubahan kecil mulai ia jalani dengan baik. Menjadi lebih baik dari dirinya versi dulu memang agak sulit, karena ia sudah terbiasa seperti itu. Tapi, bukan berarti ia tidak bisa, ia sedang berusaha. Karena tidak akan ada hasil, tanpa usaha yang keras. Ia mengakui itu.
Liburan yang usulkan kemarin sayangnya tidak dikabulkan oleh sang ibu, karena melihat kondisi ayahnya yang masih perlu banyak istirahat. Mungkin nanti, jika sudah lebih baik, baru mereka akan pergi.
"Kalau Mommy itu bulan, Dan Daddy itu bintang, aku apa?"
Saat ini, Dev tengah bersama kedua orangtuanya tengah menghabiskan waktu bersama di rooftop. Ia ingat, dulu saat ia kecil ia sering melakukan hal seperti ini, dengan ia yang duduk diapit kedua orang tuanya diatas karpet bulu yang lembut, sembari melihat banyaknya bintang dan cahaya rembulan dilangit malam. Itu sudah seperti rutinitas yang harus dilakukan bagi keluarganya.
"Langitnya." Itu jawaban dari Alex.
"Benar!" Timpal Tania.
Dev mengangguk. Langit malam akan mendung dan gelap jika tidak ada bulan dan bintang. Sama seperti dirinya, yang tidak bisa apa-apa tanpa ibu dan ayahnya. Hidupnya mungkin akan sangat suram jika ibu dan ayahnya semakin jauh darinya.
"Ziel, kehidupan seseorang akan terus berubah seiring dengan waktu. Kamu nggak perlu khawatir kalau saat ini kamu sedang tidak bahagia, karena nanti akan ada waktunya kita berada dalam tahap sangat bahagia. Begitu juga sebaliknya. Bersyukur, itu adalah kunci dari kehidupan kita," Tania mengelus puncak kepala putranya yang hanya terdiam menatap langit.
"Seandainya——" Ucapan Tania terpotong saat Alex yang sedari tadi diam saja kini menyahut dengan nada tegas.
"Tidak usah berandai-andai."
Ibu satu anak itu menghela napas kesal. "Terserah," Matanya terpaku melihat wajah suaminya yang diterpa angin malam nampak pucat. Pancaran mata Alex pun nampak sayu. "Masuk aja yuk? Nanti minta bikinin teh hangat sama pelayan,"
Dev seakan paham maksud ibunya. Ia mengangguk.
Sedangkan Alex tidak menjawab apapun, hanya berdiri dari duduknya. Gerakannya itu membuat kepalanya terasa begitu nyeri. Ia tidak pernah menyangka, ia bisa selemah ini.
Dev sendiri tidak terlalu memperhatikan ayahnya, karena fokusnya membantu sang ibu untuk kembali ke kursi rodanya. Akhir-akhir ini, Tania juga mulai semangat untuk melakukan terapinya.
Ia kemudian menoleh ke arah ayahnya yang nampak menahan sakit. Akhirnya dia menyerahkan ibunya ke Roseline yang baru saja tiba. Sepertinya, wanita itu ingin mengingatkan ibunya untuk meminum obatnya.
"Mommy masuk dulu ya," Katanya.
Tania mengangguk, membiarkan Roseline mendorong kursi rodanya dan berlalu meninggalkan Dev dan Alex yang kini sama-sama terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Davenziel
Teen Fiction"Mommy... " Seberapa banyak pun orang di dunia ini, Davenziel tetap selalu menyebut kata tersebut setiap saat. Karena di dunia ini, hanya ibunya yang sangat berarti baginya. *** "Aku akan jadi mata dan kaki untuk Mommy. Aku akan jadi apapun untuk M...