Alex tau, dia bukan sosok Ayah yang baik untuk putranya. Berusaha melawan ego sendiri, sangatlah sulit baginya. Menjaga Tania saja ia berulang kali mengalami kegagalan. Ditambah dia juga harus menjaga Dev yang sedikit sulit diatur dan keras kepala. Persatuan dirinya dan Tania, ternyata semenyebalkan itu baginya. Ia tau, sikap Ziel seperti itu terbentuk karena keadaan yang kacau menjadi faktor utamanya.
Selama Tania sakit, Alex yang kebingungan. Bagaimana caranya dia merawat Dev? Ia yang pintar, mendadak bodoh hanya karena berhadapan dengan Dev. Entah kenapa ia yang keras kepala mendadak melemah, saat bersama Dev. Anak itu seakan tau tiik lemahnya.
Seperti sekarang;
"Main sepeda ayo!" Seru Dev. Cowok tampan itu kini mengenakan celana jeans pendek bewarna hitam dengan atasan kaos putih bergambar kucing. Dilengkapi dengan sneakers bercorak hitam dan putih yang melekat di kakinya.
Sedangkan, Alex yang hanya mengenakan kaos hitam berkerah dengan celana kain hitam, karena baru pulang dari kantor menatap aneh putranya yang dulu sangat jarang hari minggu berasa dirumah kini, sudah berdiri didepannya dengan ajakan main sepeda layaknya mengajak anak kecil. Sedikit menggelikan baginya.
"Nggak." Alex menggelengkan kepalanya. "Masih banyak pekerjaan,"
Dev melipat kedua tangannya didepan dada, sembari menatap datar ayahnya. "Pekerjaan bermanja dengan Mommy?"
Alex mendengkus. "Semalam kamu mengganggu. Pergi dengan Gasta sana!"
"Gasta lagi hibernasi," Jawab Dev asal.
"Ziel——"
"Dev ya!" Potong Dev cepat. Ia sedikit geli mendengar ayahnya memanggilnya dengan sebutan yang menurutnya terdengar seperti memanggil bayi. Ia hanya ikhlas jika ibunya yang memanggilnya seperti itu. Selain itu ia tidak akan pernah ikhlas. Ia sudah sebesar ini, terlalu menggelikan jika dipanggil dengan nama lucu itu.
Disisi lain, Alex nampak menghela napas prustasi. Entah kenapa menghadapi anak seperti Dev, ia begitu membutuhkan banyak kesabaran, dibanding menghadapi Tania yang sedang manja. Dev cenderung banyak mau dan keras kepala, yang segala perintahnya harus dituruti. Jika tidak, maka akan terjadi perdebatan yang tidak ada putusnya.
"Yaudah kalau nggak mau. Aku pergi sama Uncle Nathan," Kata Dev. Ia lalu berbalik dan bersiap melangkah pergi. Namun sentuhan pada pundaknya lebih dulu menghentikan langkahnya.
"Ayo!" Ketus Alex. Tangannya bergerak mendorong pelan kepala putranya ke depan. "Anak manja!" Sudah tidak asing kalau akhir-akhir ini, Alex selalu menuruti kemuan sang putra.
Bukannya marah, Dev lebih memilih menyeringai puas.
Dan disinilah mereka berada. Di taman yang begitu ramai pengunjung, yang berada di area luar kawasan rumah mereka. Tentunya dengan beberapa penjaga yang tersebar, guna menjaga dari jauh. Karena, Dev menyarankan untuk menyatu dengan masyarakat di sekitar sini. Dibanding berputar di area rumah saja. Terlalu membosankan katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Davenziel
Teen Fiction"Mommy... " Seberapa banyak pun orang di dunia ini, Davenziel tetap selalu menyebut kata tersebut setiap saat. Karena di dunia ini, hanya ibunya yang sangat berarti baginya. *** "Aku akan jadi mata dan kaki untuk Mommy. Aku akan jadi apapun untuk M...