Cerita dari Pangeran Yoongi

163 24 0
                                    


Rintikan hujan sejak satu jam yang lalu membawa Seokjin menuju kamar pamannya yang berada di sisi kiri lantai 2. Sambil memeluk erat bantal, selimut tersampir di tubuhnya, menyapu lantai saat dia melangkah semakin mendekati pintu kamar pamannya yang sekarang dia panggil kakak. Dia takut jika suara guntur dan hujan yang semakin berat dan deras itu mengganggu tidurnya. Dia suka hujan, tapi jika hujan di malam hari beda persoalan apalagi disertai guntur. Hujan malam hari dan guntur bukan kombinasi baik untuk tidur nyenyaknya. Seperti mimpi buruk untuknya.

"Kakak..." Diketuknya pintu putih dengan tulisan huruf Y di depannya. Kata kak Namjoonnya, pamannya itu suka sekali menandai barang-barang kepemilikannya dengan inisial namanya. Lucu juga lelaki serius itu memiliki kebiasaan seperti anak sekolah dasar. Sama seperti dirinya.

Pintu terbuka, wajah Yoongi dengan rambut acak-acakan menyambutnya. "Kenapa?"

"Mau tidur di sini, boleh?" Yoongi mengerutkan dahinya.

"Ada apa dengan kamarmu?"

"Aku takut hujan di malam hari, kak. ada guntur pula. Suaranya menyeramkan. Aku nggak bisa sendirian jika hujan di malam hari." Jelasnya berusaha menerobos masuk, namun dihalangi Yoongi. "Plisss kak."

"Hhh...yaudah." Yoongi menyingkir dan mempersilahkan dirinya memasuki zona si dokter ganteng. Yoongi menempatkan dirinya kembali ke kasur dan membungkus tubuhnya dengan selimut tebal sampai sebatas lehernya. Mengabaikan keponakan yang cemberut karena tidak diajak ngomong lagi. Biasanya pamannya itu manis, sekarang malah dingin.
Seokjin mengamati sejenak kamar bernuansa biru yang agak samar karena kurangnya cahaya. Dia kemudian menempatkan dirinya di sebelah Yoongi yang memunggunginya. Melapisi selimutnya dengan selimut Yoongi agar dobel dan dirinya dipeluk hangat.

"Kak." Yoongi hanya balas berdehem. "Papaku itu, seperti apa?" Kali ini Yoongi menatap Seokjin yang sudah terbaring dengan memeluk bantal yang dia bawa dari kamarnya tadi. Seokjin balas menatap.

"Kenapa nggak tanya mamamu?"

"Mama nggak pernah mau jawab. Kan aku juga penasaran seperti apa wajah papaku. Apa seperti kak Yoongi?"

Yoongi mengangguk. "Bisa dibilang, aku dan dia mirip. Jarak usia kami sangat jauh. Aku mewarisi tatapannya, hidungnya dan bibirnya. Tapi senyuman kami berbeda." Seokjin bangkit duduk dan menatap wajah pamannya dengan saksama di bawah sinar lampu tidur yang remang.

"Aku benar-benar penasaran dengan wajah papaku. Aku penasaran bagaimana mama bertemu papa hingga akhirnya aku lahir dan tak pernah bertemu papa. Tapi kok mama masih bisa berhubungan dengan kak Yoon." Seokjin menghela nafas. "Seokjin udah remaja, dan Seokjin rasa sudah boleh mengetahui semuanya."

"Kau itu sangat mirip kak Haera. Senyummu mirip sekali dengannya. Ngambekmu, dan kalian sama-sama keras kepala." Yoongi tersenyum. "Waktu itu aku masih kelas 3 SD saat kak Haera dikenalkan hyungku kepadaku. Dia perempuan baik yang sering membelikanku pena untuk menggambar beserta sketchbooknya dan miniatur boneka kayu. Dia juga sering memasak di apartemen hyungku dan membawakanku bekal untuk sekolah. Sering mengantarku sampai depan sekolah dan memberikan senyuman terbaiknya disertai kalimat penyemangat. Saat aku bilang ingin menjadi dokter, dia sangat bahagia hingga memperhatikanku melebihi perhatiannya ke hyungku." Yoongi tersenyum sambil menerawang masa lalunya dengan ibu dari Seokjin.
"Aku pernah memergoki dia dan hyungku berbicara berdua dengan atmosfer yang tegang. Mereka bertengkar karena hyungku ketahuan main perempuan. Keluargaku memang tak ada yang beres. Kak Haera benar-benar marah sampai kabur dari rumah. Lalu aku melihatnya di salah satu minimarket dengan menggendong seorang balita saat aku menginjak bangku SMP tingkat akhir. Aku menyapanya dan terkejut dengan balita yang memiliki wajah kak Haera dan wajah hyungku. Dan balita itu, kamu.
Dia mengenalkanku padamu yang masih balita dan aku memberinya alamat emailku kalau-kalau dia membutuhkan sesuatu. Dia kuajak makan di salah satu kedai dekat minimarket itu karena tubuhnya kulihat sangat kurus sekali." Seokjin tak bisa membayangkan bagaimana tubuh mamanya yang sangat kurus itu menggendong dirinya sambil berbelanja. "Aku tak tega memberitahu dia bahwa hyungku akan dinikahkan." Seokjin menegang. "Dia dijodohkan oleh orang tuaku.
Makanya aku kabur dari rumah setelah mendapat beasiswa full di kedokteran. Aku tak mau bernasib sama dengan kakak-kakakku. Tapi nyatanya, pernikahan mereka tak bertahan lama dan semua kakakku memilih sendiri sampai sekarang. Termasuk papamu. Dia sudah mewarisi salah satu perusahaan ayah dan bisa berbuat sesukanya, termasuk menentang ayah dan ibu. Aku sudah tak tahu kabarnya lagi setelah benar-benar bekerja di rumah sakit milik konglomerat sebelah."

"Kakak nggak pernah pulang?" Yoongi menggeleng. "Lalu, selama ini bagaimana kakak hidup?"

"Aku menempeli Namjoon." Dia terkekeh. "Dia oke-oke saja selama aku besedia merawat beberapa sukulen koleksinya di rumah sakit." Seokjin ikut tertawa. Mengingat beberapa tanaman di rumah Taehyung dan greenhouse di tempat lain yang berisi beberapa bonsai dan tanaman hias milik tante Kim dan Namjoon. "Kak Haera juga membantuku sesekali. Kami berkabar sesekali jika dia senggang."

"Mama nggak nyeritain aku ke kakak?"

"Lupa."

"Aisssh!" Yoongi terkekeh.

"Aku kadang tak mengenal hyungku sendiri. Makanya aku tak bisa menceritakan banyak hal kepadamu. Tanya ke kak Haera saja. Dia yang lebih memahami hyungku karena pernah menjadi sepasang kekasih."

"Terus, kakak gimana? Ceritakan sesuatu tentang kakak juga. Gimana kehidupan sekolah kakak? Punya berapa mantan?"

"Astaga! Kakak mau tidur, Jin. Besok shift pagi."

"Plis lah kak. Aku penasaran dengan kakak. Aku nggak tahu apapun tentang kakak."

"Besok-besok kalau ada waktu luang."

"Kak Yoon mana ada waktu luang. Pasti waktu luangnya dibuat tidur."

"Nah, itu tahu."

"Gak asik!"

Kekehan Yoongi menjadi penutup malam itu. Paman itu menyuruh keponakannya yang terlalu penasaran untuk segera tidur karena hari semakin larut.
.
.
.
To be continued

Promise | NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang