Mules

170 26 1
                                    


Tepat tengah malam, acara selesai. Seokjin merasa badannya remuk. Sedari pagi kerjaanya sebagai volunteer divisi dekorasi malah menjadi volunteer segala divisi. Dia melakukan apapun agar tidak terlihat menganggur. Dia terlalu takut dikritik seniornya karena dianggap menganggur. Bersyukur tadi kak Namjoon nya membelikannya semangkuk yakisoba dan taiyaki. Tak lupa menitipkan minuman pada seniornya sebelum pulang. Berkat minuman itu, Seokjin menjadi semangat.

Beberapa orang sibuk di ruang yang dikhususkan untuk panitia. Di sana banyak barang-barang milik senior yang berserakan serta keperluan selama acara berlangsung. Banyaknya kabel stop kontak membuat Seokjin ngeri saat akan melangkah ke sana. Takut tersengat listrik. Kabel-kabel itu difungsikan untuk men-charge kamera dan Handy Talkie—yang dipegang masing-masing ketua divisi—tiket masuk acara, hadiah untuk peserta, goodies untuk pengunjung, bahkan selimut dan bantal terdapat di sana. Dia sempat memakai bantal yang ternyata milik ketua pelaksana. Ketua pelaksana berwajah sangar itu ternyata menyukai salah satu karakter BT21, dia menyukai Cooky. Katanya lucu. Beberapa temannya mengejeknya dan hanya dibalas ejekan lain. Mereka lucu jika sedang berdebat.

"Seokjin, bantuin ambilin sampah-sampah yang berserakan dong." Seokjin berdiri setelah meneguk air mineral dari botolnya dan menyimpannya di tas. Dia sedang mengabari pamannya kalau masih belum selesai dan kemungkinan pulang menjelang subuh. Setelah mendapat balasan 'ok' khas pamannya, pemuda itu menyimpan ponselnya di saku dan bergegas menuju TKP dilaksanakannya festival. Masih banyak barang-barang dekor yang belum dibersihkan. Beberapa panitia dan volunteer mulai memunguti sampah yang berada di beberapa stan yang baru saja dibereskan dan pergi dari tempat acara.

Dua orang memegang trashbag dan yang lainnya memunguti sambil menunduk. Sesekali duduk di trotoar karena merasa kelelahan sejak pagi beraktivitas. Seokjin meminjam sapu lidi dari salah satu senior dan membersihkan stan yang dikotori sampah organik serta dedaunan kering yang gugur dari atas pohon yang berada di sepanjang sisi jalanan kampus. Ketika akhirnya dia membawa satu trashbag penuh sampah ke kumpulan trashbag di sisi gedung, dia bernafas lega. Setidaknya bisa istirahat sebentar.

"Seokjin, tolong bantu saya angkatin kursi-kursi di stan dong." Ketua divisi perlengkapan menghampirinya dengan wajah teduhnya seperti biasa. Wajah favorit Seokjin. Serasa damai jika melihat wajah seniornya itu tersenyum. Seokjin bahkan pernah blushing sambil cengar-cengir ketika sang senior memujinya yang datang terlebih dahulu dan dibilang terlalu pagi. Saat itu sedang diadakan technical meeting untuk peserta yang ikut dalam lomba. Semua panitia dan volunteer sigap membantu. Seokjin jelas saja dibutuhkan untuk menata atau mengangkat kursi-kursi dari lab jurusannya.

Setelah menjawab oke, Seokjin mengikuti sang senior dan membantunya melipat kursi-kursi khas tenda pernikahan. Membawanya ke depan gedung dengan jumlah 3 kursi sekali angkut. Seokjin itu sangat kuat, maka dari itu seniornya mengandalkan dirinya di urusan angkat-mengangkat. Di tengah jalan menuju depan gedung, perutnya terasa sakit. Seokjin izin sesaat untuk menuju ke kamar mandi yang tersisa satu yang masih dibuka. Berkali-kali dia keluar-masuk kamar mandi hingga tubuhnya sedikit lemas. Dia mengingat apa yang dimakannya sedari pagi tadi. Menurutnya tak ada makanan dengan tambahan cabai masuk ke perutnya. Mengapa dia tiba-tiba diare?
“Yo, Jin. Lo ngapain?” salah satu teman sekelasnya menyapanya yang berjalan di koridor sepi yang menuju ke ruangan panitia. Seokjin yang berjalan dengan perlahan karena lemas dan memegangi perutnya menaik perhatian si teman sekelas.

“Gue mules banget nih Min. Kayaknya diare. Lo ada persediaan air, nggak? Tolong ambilin dong, gue gabisa jauh dari toilet nih.”

“Astaga! Lo hubungi keluarga lo deh, minta ijin pulang duluan dan langsung ke dokter. Pasti dibolehin kok. Gue ambilin minum dan panggilin ketua divisi lo ya. Lo secepatnya hubungi keluarga lo.”

“Iya, Min. Ini mau telepon paman gue biar dijemput maksih ya Min.”

“No probs.”

Seokjin kembali ke kamar mandi ketika perutnya bergemuruh lagi. Berusaha menyelesaikan urusannya di bilik kecil yang letaknya lumayan jauh dari gedung depan. Tempat temannya membersihkan segala peralatan yang disewa selama acara,
"Halo, kak. Jemput Seokjin sekarang. Seokjin tiba-tiba diare. Bolak-balik ke kamar mandi ini dan perut rasanya nggak enak banget." Pemuda itu bersandar pada tepian wastafel setelah menerima air minum dan minyak angin dari Taemin.

"Astagaaa...kamu bisa nahan sebentar nggak? Aku masih menangani pasien. Sekitar setengah jam lagi selesai sepertinya."

"Kak, kalau nggak berangkat sekarang, Seokjin kayaknya nggak bisa tahan deh. Takut dehidrasi kalau nggak segera ditangani."

"Yasudah. Kakak usahakan segera ke sana ya."

"Iya kak. Hati-hati ya."

"Iya."

Sambungan terputus. Seokjin memutuskan bersandar pada tembok dan tetap berdiri. Dia menunggu pamannya sembari memegangi perutnya yang semakin melilit. Keningnya terasa berkeringat dan itu sangat tidak nyaman.
Setelah menunggu bermenit-menit lamanya dan dia bersyukur perutnya sudah mulai membaik, walau tetap saja dia sesekali ke toilet. Ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Namjoon. “Halo, Kak Namjoon? Ada apa, kak?”
“Kamu di mana? Aku di depan gedung yang tadi siang. Pamanmu menyuruhku menjemputmu.”

“O-oh. Aku di kamar mandi kak. coba tanya salah satu anak arah kamar mandi jurusan bahasa Inggris. Aku di dalam gedung itu.”

“Oke, sebentar.”

.
.
"Bentar. Mau izin dulu. Tasku juga ada di dalam. Ambilin dong."

"Emang kurang ajar ya kamu. Dikasih hati minta empedu!"

"Jantung kali! Dah ah, ambilin. Aku nggak bisa bergerak bebas. Sakit ini perut dan pinggangku."

"Punya adek dan sahabatnya kayak setan dua-duanya."

"Plis lah kak. Kak Namjoon ganteng deh."

"Kik Nimjin ginting dih." Namjoon mengejeknya. "Aku harus kemana ini?"

Seokjin menatap ke sekitar dan menemukan Jeonghan yang sedang lewat. “Jeonghan senpai!” Jeonghan menoleh dan menatap Seokjin sebelum menghampirinya.

“Kenapa, Jin?”

Jeonghan di sebelahnya. "Senpai, saya minta tolong antarkan kak Namjoon ke ruang panitia dong, sekalian ke pak ketu biar diizinkan kak Namjoon. Saya sakit perut dan mau segera ke dokter. Hehe."

"Izin sendiri!" Sahut Namjoon sewot.

"Ih! Nggak kasihan apa! Aku lagi kesakitan tauk! Mending nungguin kak Yoon aja tadi daripada disewotin mulu sama kak Namjoon."

"Nanti saya izinkan ke Hyunjun senpai. Saya antar kakak kamu dulu. Mari kak." Namjoon mengangguk sopan dan mengikuti pemuda seusia Seokjin yang membimbingnya memasuki gedung. Saat dia masuk ke salah satu ruangan setelah melepas sandal rumah sakit, beberapa manusia di sana tercekat. Terlalu syok mendapati seorang bak pangeran memasuki ruangan panitia yang berantakan. Beberapa perempuan di sana pipinya memerah dan ada yang terang-terangan menatap Namjoon penuh minat. Ada yang menatap seolah ingin memangsa lelaki keturunan Adonis itu.
"Ada yang tahu tasnya Seokjin? Volunteer. Barangkali ada teman sekelasnya di sini?" Jeonghan membeo, menyadarkan manusia-manusia yang kini berpandangan. Bertanya satu sama lain.

"Saya tahu, kak!" Jeonghan mencari sumber suara dan menemukan Jaesuk berdiri langsung menuju sudut ruangan. "Ini! Sekalian bantal lehernya dia dan paperbag berisi beberapa merchandise." Lelaki dengan poni dikuncir itu tersenyum saat menyerahkan barang-barang Seokjin. Namjoon ingat lelaki berkuncir itu. Yang kemarin siang merampas makanan Seokjin.

"Terima kasih." Namjoon menerima barang-barang Seokjin dan membungkuk sedikit. "Saya keluar dulu ya. Kasihan Seokjin." Jeonghan tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih bantuannya. Tolong izinkan ke ketua kalian ya. Dia benar-benar harus pulang soalnya."

"Iya kak. Tenang saja. Hati-hati di jalan. Semoga Seokjin lekas baikan." Namjoon meninggalkan Jeonghan yang berdiri di ambang pintu. Dia bergegas menuju Seokjin yang mungkin sudah kesakitan.
"Seokjin, ayo pulang. Bisa berjalan ke sana kan?" Namjoon menunjuk tempat mobilnya terparkir. Beruntungnya tidak begitu jauh. Dan mungkin sudah diizinkan oleh tim keamanan untuk lebih mendekat ke 'mon/tori' yang merupakan pintu masuk. Seokjin mengangguk dan berusaha berdiri seraya meringis menahan sakit.
.
.
.
To be continued

Promise | NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang