Renjun berdiam diri di salah satu taman yang ada di komplek rumahnya. Menatap kosong ke arah depan, dimana tak sedikit anak kecil yang sedang bermain.
“Kakak liat, adek udah bisa main sepeda.”
“Jangan ngebut-ngebut nanti kamunya jatoh.”
Pandangan Renjun teralih pada kedua anak kecil di depannya yang sedang bermain sepera. Dimana sang kakak sedang menjaga adiknya yang bermain.
Renjun tersenyum lirih menyaksikannya, jujur dia rindu masa-masa itu dengan kakaknya. Dimana Winwin dan Renjun akan saling mengejar satu sama lain dan mereka akan mendapat teriakan kedua orang tua mereka karena bermain terlalu jauh.
Dan, harusnya 11 tahun yang lalu, bukan kakaknya yang tertabrak.
“Harusnya yang ketabrak gue,” gumam Renjun.
“Permisi?”
Renjun tersentak, menatap kesampingnya dimana sudah ada lelaki berpakaian rapi dan mengenakan kacamata.
“Ya? Ada yang bisa dibantu? Mmm tuan?”
“Ah, panggil aja Doyoung. Maaf ngengganggu sebelumnya, gue ngeliat baju seragam yang lo pake mirip sama yang adek gue, jadi gue mau nanya dikit-dikit,” jelas Doyoung.
Renjun mengangguk, menggeser tubuhnya agar Doyoung bisa duduk disebelahnya, “minggu lalu sebenernya gue liat lo lagi main sama adek gue, jadi sekarang gue samperin.”
“Haechan? Tapi gue, maksudnya saya, saya kira Haechan gak punya kakak.”
“Gak papa santai aja ngobrolnya. Btw, adek yang gue maksud itu Jeno sama Jaemin.”
“Oh mereka, kenapa?”
“Lo temen baru mereka kan?” tanya Doyoung yang di balas anggukan oleh Renjun. “Gue cuma mau tanya, mereka di sekolah gak ada aneh-aneh?”
Renjun mengernyit bingung, “sampe sini santai aja. Dan lagi, mereka anak baru juga, mana mungkin aneh-aneh, bang?”
Doyoung tersenyum lalu mengangguk, “gue cuma takut aja. Soalnya mereka sempet di sekolah sebelumnya ngalamin masalah.”
“Lo cerita ke gue ini dalam rangka apa?”
Doyoung tertawa pelan mendengar ucapan Renjun, “gak ada maksud. Gue cuma takut aja mereka di tuduh lagi dan dipindahin lagi. Karena gue liat mereka udah nyaman berteman sama lo dan temennya satu lagi.”
“Dituduh?”
Doyoung mengangguk, “iya, tapi sayangnya mereka berdua males buat ngungkapin kebenarannya dan akhirnya bonyok mindahin mereka.”
“Maaf kalau kurang ajar nih, ortunya tau kebenarannya?”
Doyoung menggeleng, “enggak. Cuma gue yang tau, dan mereka juga tau pastinya. Mereka sebenernya gak cerita ke gue, tapi gue nyari tau semuanya sendiri. Ya cuma, mau diapain lagi? Tu bocah berdua aja kayak gak perduli.”
“Mungkin gak mau ngeribetin masalah yang ada kali, ngeribetin lo atau ortu misalnya,” ucap Renjun.
“Tapi, gue cuma pengen berperan sebagai kakak yang baik bagi mereka. Gue sadar, gue belum jadi kakak yang baik bagi mereka, mereka kayak gak butuh bantuan gue dan gak pernah cerita sama gue apapun.”
Renjun diam, menatap Doyoung dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi entah kenapa perasaannya tiba-tiba menghangat saat mendengar Doyoung bercerita padanya. Terasa seperti kakak yang sedang bercerita pada adiknya.
“Apa lo pernah tau atau tanya alasan mereka?” tanya Renjun.
Doyoung menghela napas lalu menunduk, “mereka bilang gak mau gue musingin mereka dan suruh gue fokus aja sama yang lagi gue lakuin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjun Juga Pengen Bahagia [END]
Fanfiction"Kata kak Doy, lelaki itu boleh nangis. Tapi kata ayah, lelaki gak boleh cengeng. Cengeng sama nangis itu, beda kan? Jadi, Renjun boleh nangis kan?" Gak ada bahagia yang mudah untuk ditemukan. Tapi bahagia itu datang, tanpa kita sadari. Hanya saja...