Renjun memakai jaketnya, menatap cermin dan merapihkan pakaian juga tatanan rambutnya. Dia ingin melampiaskan semuanya pada suatu hal. Dia sudah lelah setiap malam selalu mendapat tamparan dan mendengar kalimat kejam.
Mengambil handphonenya dan mulai menelepon Jeno, setelah tiga kali nada sambung, suara Jeno mulai terdengar dari sebrang sana.
"Udah pada dimana?"
"Café yang perempatan, ini serius lo bakal ikut malem ini? Biasanya gak mau terus. Bang Doy aja kaget lo tiba-tiba mau ikut, Haechan apalagi."
Renjun mendengus, "kali-kali. Kali aja lo pada ngeluarin gue dari circle karena gak pernah ikut."
"Ya elah, gue sama yang lain gak baperan kali. Lo kalau gak ikut gak papa Ren, jangan maksain."
"Santai aja. Gue emang pengen ikut juga. Gue udah di daftarin kan?"
"Udah. Btw kata Haechan lo mau di jemput?"
"Kagak. Nanti gue gantiin bensin lagi. Ya udah, gue mau otw."
"Yo, hati hati."
Renjun mematikan teleponnya, memasukkan handphonenya ke dalam saku. Mengambil kunci motor dan menatap ragu.
Sudah lama dia tidak menaiki motornya. Selama ini saat dia akan pergi, selalu menggunakan bis, atau memaksa Haechan untuk menjemputnya.
Renjun keluar kamarnya dan langsung berjalan menuju pintu rumah tanpa memperdulikan kakaknya dan juga sang bunda yang tengah berada di ruang keluarga.
"Renjun, mau kemana?" tanya Winwin.
Hatinya berdenyut, ingin sekali membalas pertanyaan sang kakak. Tapi setelah malam beberapa hari lalu, entah kenapa Renjun tidak ingin berkomunikasi dengan kakaknya dan kedua orang tuanya lagi.
"Renjun, kalau ada yang tanya itu di jawab! Kamu mau dipukul ayah lagi?" ucap sang bunda tegas.
"Emang Renjun pernah gak dipukul? Toh Renjun kemana juga gak akan dicariin," setelah mengatakan itu, Renjun langsung keluar rumah begitu saja.
Winwin yang melihat itu hanya bisa menatap pintu yang tertutup rapat dengan pandangan sendu.
"Udah gak usah dipikirin anak kaya dia. Bunda mau ngambil buah-buahan dulu ya?" ucap sang bunda sambil mengelus kepala Winwin lembut dan pergi menuju dapur.
Winwin menunduk, menatap kakinya sendu.
Dia sudah dapat berjalan sekarang, apa Renjun akan mau berjalan-jalan bersamanya? Apa adiknya itu mau menghabiskan waktu bersamanya lagi seperti Renjun menghabiskan waktu dengan Doyoung?
Adiknya sudah tidak akan malu lagi kan sekarang? Renjun dan dia akan dekat seperti dulu lagi dan bersenang-senang lagi kan?
"Bun, Winwin besok mau jalan-jalan sama Renjun ke taman kota ya?"
"Buat apa?" tanya sang bunda ketus.
Winwin sempat terkejut mendengar nada ketus sang bunda, tapi dia mulai mencoba menormalkan dirinya, "Pengen ngabisin waktu sama Renjun bun. Winwin kangen, udah lama."
"Udahlah, gak usah. Kamu fokus sama tahap akhir penyembuhan kamu aja. Gak usah pikirin anak gak guna kaya dia. Dia aja gak peduli sama kamu."
"Ren, kamu udah gak peduli ya sama kakak?"
---
Renjun membuka helmnya ketika dia sudah mencapai garis finish terlebih dahulu. Menatap lawan nya dengan senyum kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjun Juga Pengen Bahagia [END]
Fanfiction"Kata kak Doy, lelaki itu boleh nangis. Tapi kata ayah, lelaki gak boleh cengeng. Cengeng sama nangis itu, beda kan? Jadi, Renjun boleh nangis kan?" Gak ada bahagia yang mudah untuk ditemukan. Tapi bahagia itu datang, tanpa kita sadari. Hanya saja...