Renjun baru saja pulang sehabis bermain di arena. Tadinya dia ingin ikut menginap di rumah Haechan, tapi dia lupa untuk membawa baju sekolahnya.
Tapi memang seharusnya dia memilih ikut menginap di rumah Haechan dan tidak harus melihat kakaknya yang tiba-tiba saja drop. Renjun mau tidak mau ikut untuk membawa Winwin ke dokter.
Bukan karena Renjun malas, dia hanya tidak ingin mendengar apa yang dialami kakaknya, dia hanya ingin mengetahui kalau kakaknya itu sudah sembuh.
“Dok, apa yang terjadi dengan anak saya?” tanya Chanyeol khawatir.
Renjun yang melihat itu hanya dapat tersenyum miris, mengingat fakta bahwa ayahnya tidak pernah se khawatir itu padanya. Bahkan mungkin Renjun hanya mengingat wajah marah sang ayah saja.
“Anak anda mengalami kerusakan fungsi hati, dan ada infeksi pada salah satu ginjalnya,” jelas dokter tersebut.
“GIMANA BISA ANAK SAYA NGALAMIN ITU? Selama ini saya selalu jaga makannya!” ujar Wendy.
Dokter itu menghela napas, “saya rasa itu terjadi akibat infeksi pasca oprasi. Oprasi saat itu memang berjalan lancar, tapi mungkin saat itu tidak dapat terdeteksi saat infeksi itu mulai menjalar.”
“Maksud dokter?”
“Jahitan atau luka yang dialami lalu dioprasi dan di jahit, bila terbuka sedikit saja, akibatnya akan cukup fatal dan berjangka panjang,” jelas dokter, “saya akan berusaha yang terbaik. Tapi sebelum itu, saya mohon bantu juga rumah sakit untuk mencari pendonor yang siap mendonorkan ginjal dan hatinya untuk anak anda, saya permisi dulu.”
PLAK!
Renjun membulatkan matanya terkejut, tak percaya saat tiba-tiba sang ayah menamparnya begitu saja. Renjun menatap ayahnya tajam, bingung apa salahnya sekarang.
“Ayah kenapa?”
“Kamu masih tanya kenapa hah? KAMU MASIH TANYA KENAPA? IYA? HARUSNYA KAMU TAHU RENJUN, SEMUA INI KARENA SALAH KAMU!!”
“Yah, Renjun aja gak ngapa-ngapain. Bahkan interaksi sama kak Winwin aja gak ada. Kenapa ayah tiba-tiba nyalahin Renjun?”
“Karena kesalahan kamu dulu, Winwin jadi harus ngalamin kaya gini. HARUSNYA KAMU YANG DITABRAK, BUKAN WINWIN!! DASAR ANAK GAK BERGUNA!! KAMU KAPAN BISA BERGUNA BUAT KELUARGA?!”
Renjun menatap sang ayah tak percaya, terkejut dengan ucapan ayahnya barusan. Sakit bukan main mendengar hal itu dari mulut ayahnya secara langsung. Benar-benar tak menyangka ayahnya akan mengatakan itu padanya.
“Harusnya dari dulu ayah gak punya anak kaya kamu! Kamutuh jadi beban doang, gak pernah berguna!”
Renjun mengepalkan tangannya kuat, mendunduk dalam mencoba menahan tangis dan perih di hatinya.
“Yah, setiap anak gak ada yang ingin di lahirin ke dunia. Kalau bukan karena keinginan orang tua mereka yang ingin punya anak, mereka juga gak akan mau lahir ke dunia yah,” ucap Renjun.
Renjun menatap sang ayah dengan tatapan tajam, “dan Renjun juga gak pengen selamat dalam kejadian itu yah. DARI DULU RENJUN GAK PENGEN DISELAMATIN. RENJUN GAK AKAN MAU DI SELAMETIN KALAU AKHIRNYA GINI.”
PLAK!
“RENJUN, JANGAN KURANG AJAR!!”
“Dimana letak kurang ajar Renjun yah? Kenapa ayah selalu bahas kecelakaan dulu dan selalu nyalahin Renjun. Tapi setiap Renjun nimpalin itu semua, KENAPA AYAH MARAH?!”
Renjun kembali menunduk, mengigit bibirnya mencoba menahan tangis dan perih di pipi juga hatinya, “apa dipikiran ayah sama bunda cuma ada kak Winwin? RENJUN JUGA ANAK AYAH SAMA BUNDA. RENJUN ANAK KALIAN. TAPI KENAPA KALIAN CUMA LIAT KAK WINWIN DOANG?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjun Juga Pengen Bahagia [END]
Fanfiction"Kata kak Doy, lelaki itu boleh nangis. Tapi kata ayah, lelaki gak boleh cengeng. Cengeng sama nangis itu, beda kan? Jadi, Renjun boleh nangis kan?" Gak ada bahagia yang mudah untuk ditemukan. Tapi bahagia itu datang, tanpa kita sadari. Hanya saja...