Bagian 8

34 6 0
                                    

Di tengah hutan yang gelap Camelia berjalan seorang diri menelusuri hutan tersebut. Seekor burung sihir mendatanginya, begitu burung itu tiba di tangannya mahkluk berbulu itu langsung berubah menjadi selembar kertas.

"Maaf, aku sering hilang kendali. Tolong jaga kakak iparku. Sepertinya akan sulit bagi kita untuk bertukar kabar. Bisa saja mahkluk itu mencoba mengendalikanku lagi lewat Theodore. Aku mencintaimu Camelia. Hitam Busuk, Aster"

Camelia tertawa kecil membaca akhir surat tersebut. Surat di tangannya langsung terbakar begitu ia selesai membacanya. Gadis itu bahkan curiga kalau pengirim surat itu adalah Duke sendiri. Pria itu sudah lama bangkit hanya saja saat ini jiwanya menempati wadah yang salah yaitu tubuh Aster.

"Keluarlah, aku tau kau memperhatikanku kakak" ucap Camelia.

Seorang pria dengan tangan bersisik kemudian muncul dari balik semak-semak. Camelia tersenyum lembut padanya, tanpa ragu pri yang dipanggilnya 'kakak' melemparkan pisau kepadanya. Dengan gesit Camelia menghindari pisau tersebut.

"Kakak, tidak lupakan siapa yang mengajarimu teknik itu," ujar Camelia lembut saat pria itu hendak merapalkan mantra.

"Aku bukan kakakmu! Tuan Putri kau harus ikut kami kerajaan Bakso sudah setuju untuk menjadikan anda sebagai istri Pangeran Cireng"

"Aku tidak mau. Bukankah kau sendiri bilang tidak ada satupun pria yang pantas untuk mendampingiku? Apa yang terjadi padamu terlebih kau tadi bilang apa, Pangeran Cireng? Dimana letak akal sehatmu kakak"

"Yang Mulia sekali lagi saya tegaskan saya bukan kakak anda, saya hanyalah~"

"Kau adalah kakakku, bagaimana mungkin kau tega ingin menikahku dengan pria itu" ucap Camelia dengan nada frustasi.

"Maafkan aku Camelia, aku tidak memikirkan perasaanmu. Sebaiknya kau cepat pergi dari sini. Yang Mulia Raja mungkin akan menyadari kehadiranmu di sini"

Camelia menghirup nafas dalam dalam kemudian tersenyum.

"kakak tau sendiri bukan, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Raja brengsek itu tidak boleh tau kalau aku ada di sini"

"Apapun itu untuk Putri Pertama Kerajaan Seblak hamba bersedia mati"

"Kakak sudahlah aku hanyalah campuran bukan bangsawan murni"

Keduanya tersenyum tak sadar kalau Antonio memperhatikan mereka dari atas pohon. Kebetulan pada saat itu Antonio sedang memakan apel sambil mengamati rembulan.

'Tuan putri ya, pantas saja sifat dia seperti itu' batin Antonio.

Ia tetap santai memakan apel sambil menatap rembulan. Di satu sisi dia penasaran dengan hal yang ingin dilakukan oleh Camelia, ada sedikit rasa kasihan yang ia rasakan. Namun, disisi lain ia mencoba untuk mengabaikannya. Tidak perlu ikut campur urusan keluarga orang terlebih lagi jika orang itu adalah anggota keluarga kerajaan. Salah salah bertindak bisa bisa kembali terjadi perang antar kerajaaan seperti sebelumnya.

Aster baru saja menjadi kaisar, ia tak ingin menambah beban pada saudaranya itu. Antonio sadar tindakannya dalam menyerahkan tahtah pada Aster juga merupakan hal gila dan tidak bertanggung jawab. Namun, apa bedanya jika seandainya tak ada Asyla di sisinya.

Istrinya diculik dan para bedebah yang menyebut dirinya sebagai wakil rakyat itu malah ingin menikahkannya dengan orang lain. Tidak terimakasih, Asyla lebih menarik dari wanita manapun.

"Aes, aku bukan orang bodoh. Kalian semua menyembunyikannya dengan sangat hebat" batin Antonio.

Pertemuan dia dan Camelia juga bukan kebetulan belakang, semua telah diatur dalam skenario yang sangat rapi namun, mereka lupa yang mereka tipu pernah menjadi kaisar tentu saja ia bisa mengerti. Hanya saja sampai kapan Asyla akan berpura pura menjadi orang lain. Drama konyol yang ia jalani ini terasa memuakan. Aes yang kadang terlihat berada disekitar penginapan. Burung pengantar pesan kerajaan yang kadang singgah di jendela kamar Asyla.

Ikanaide (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang