05. -Biasa yang gak Biasa-

701 122 8
                                    























"Kalau dia bercanda kudunya kita ketawa. Bukan malah jatuh cinta."


























"Kalau gitu mending pas si Seulgi lagi ngelawak, lo pura-pura pingsan aja Ren."

"Dih, mana bisa gitu!" Protes Irene.

Kedua manusia itu sengaja ketemuan di kantin kampus paling pojok yang gak terlalu ramai. Perkuliahan keduanya dimulai siang nanti kebetulan, cuman emang sengaja datang pagi-pagi buat ngobrolin persoalan ini.

Irene sih yang minta. Kalau Lisa mah nurut-nurut aja.

"Ya habisnya, orang ngelawak itu tujuannya buat bikin lawannya ketawa. Nah ini, lo malah makin cinta hahaha kocak sih." Emang ya, cerita hal kayak gini sama Lisa itu bikin Irene makin malu.

Jadi waktu kemarin sehabis Irene ngungkapin perasaan yang ia punya ke Seulgi, respon dari Seulgi bikin Irene seneng sekaligus sedih. Tapi dominan seneng sih, jujur.

Gimana enggak. Crush yang selama ini cuman bisa dia pandangin dari jauh, cuman bisa dia angan-anganin malah berusaha dia jauhin, sekarang buka jalan alias welcome sama perasaan yang Irene punya.

Ini tuh beneran asdfghjkldlvglfgl banget!

Kalau alesan sedihnya itu, jujur Irene pengen banget langsung ngepatenin hak milik Seulgi buat dia saat itu juga, alias dia minta Seulgi jadi pacarnya. Cuman dia ragu.

Ragu karena hubungan kayak gini masih benar-benar baru ia jalani pertama kali dan ragu kalau kedepannya dia bakal ngacauin alur yang udah mereka bangun.

Trust issue Irene soal hubungan pacaran muncul lagi.

"Gue tuh bukannya apa-apa, Lis. Cuman gue kayak, ini anak kenapa baik banget sih. Gitu." Irene gregetan sendiri buat ngejelasinnya kayak gimana. "Dan yang paling gak gue duga tuh, gue kira dia lurus. Secara dulu waktu perkenalan pertama dia kelihatan kayak yang anak biasa aja, gak ke yang asal belok, malah cenderung kayak tukang lawak."

Deskripsi Irene soal Seulgi emang gak salah. Lisa juga setuju soal itu. "Tapi, bukannya lo dulu juga lurus-lurus aja ya, Ren?" Pertanyaan dari Lisa.

Irene ngangguk. "Iya bener sih. Cuman tiba-tiba pindah haluan aja. Otak gue oleng kayaknya, Lis."

"Nah," Lisa menjentikkan jarinya antusias. "Seulgi juga gitu. Oleng otak dia hahaha." Kata Lisa yang terus disambung sama tawa dia sendiri.

"Dahlah. Ngobrol sama lo tuh gak bener."
























.




















Hujan.

Cuaca yang begitu Irene gemari dari dulu ini lagi nampakin pesonanya.

Iya, malam ini kota dia lagi diguyur rintik air yang debitnya lumayan besar alias hujan deras. Bluetooth audio yang ada di atas meja nemenin Irene di suasana syahdu itu dengan nyenandungin lagu only you milik Pamungkas, nutupin sepinya space rumah yang dia huni sendiri.

Duduk di sofa ruang tamu dengan ngebiarin gorden jendela terbuka, bisa bikin Irene lihat beberapa cahaya motor lalu lalang ngelewatin rumah dia yang letaknya emang ada di sisi jalan utama kompleks perumahan.

Monolog di kepala Irene bermain. Mikirin beberapa kemungkinan besar yang bakalan terjadi bilamana bumi yang dihuni dia itu sebenernya bukan yang asli. Ya gitu, dia emang random.

"With you one only you~"

Lirik lagu yang barusan terdengar itu dibarengi sama sorot lampu kendaraan yang ngarah langsung ke kaca jendela dibarengi sama suara klakson motor diluar pagar. Heran, siapa yang hujan-hujan gini bukannya nikmatin suasana di rumah, malah milih berkunjung ke rumah Irene.

Beberapa kali klakson motor di luar belum juga berhenti ngebuat Irene berdiri dari duduknya buat lihat siapa orang diluar sana.

Jaket udah Irene pakai dan payung juga udah dia kembangin buat pelindung dari banyaknya tetes air yang turun. Waktu mendekat ke arah gerbang rumah, Irene bisa hapal sama motor dan perawakan dari pengemudinya,

"Seulgi?" Irene percepat langkahnya buat langsung bukain gerbang begitu tahu kalau itu Seulgi. Iya, orang kesayangan dia lagi ke keguyur air dari berbagai sisi tanpa pelindung apapun.

"Lo ngapain!?"


















.

















"Diminum dulu." Irene nyodorin teh hangat yang baru aja ia bawa dari arah dapur ke Seulgi.

"Makasih." Mug berisi teh hangat itu Seulgi terima. Kedua telapak tangannya ia gosokkan pelan pada permukaan mug tersebut mencari kehangatan dari sana. Badannya sedikit menggigil selepas mandi tadi.

Irene memang menyuruhnya langsung mandi tadi begitu masuk ke rumahnya, alasannya biar gak jatuh sakit. Cuman ada air biasa, bukan air hangat. Jadi setelah selesai, dinginnya baru kerasa.

"Lagian lo ngapain hujan-hujanan begitu? Nyari penyakit?" Sarkas pertanyaan dari Irene terlontar.

Seteguk air teh Seulgi minum. Mug putih ia letakkan pada meja yang ada di depannya. Selimut yang melingkari badannya ia rapatkan melingkari tubuhnya yang berbalut kaos oversize hitam dan celana panjang training milik Irene. "Iya, cari penyakit."

"Gila aja~" Tangapan Irene bikin Seulgi senyum kecil.

"Gi, lagi ada masalah?" Pertanyaan Irene itu di jawab Seulgi pakai gelengan kecil. "Enggak kok. Emang lagi pengen hujan-hujanan aja."

Irene mengangguk paham. Iya, dia paham kalau Seulgi memang lagi ada masalah dan Irene juga paham kalau masalah yang dihadapi sama Seulgi ini gak bisa di ceritain sama Irene. Makanya Seulgi jawab kalau dia baik-baik aja.

Bukan Cuma sekadar asumsi. Tapi Irene bisa lihat dari raut muka dan juga gelagat Seulgi kalau dia sebenernya lagi capek banget. Cuman Irene gak bisa maksa juga, takut Seulgi ngerasa gak nyaman.

"Yaudah, lo harus nginep sini kalo gitu. Ada butuh sesuatu gak?" Tawar Irene yang lagi-lagi dijawab gelengan kecil sama Seulgi.

"Gue ke kamar ya kalau gitu. Tehnya habisin dulu, baru nanti susulin gue."

"Lo ngajak tidur bareng?"

"Emang kenapa? Sama-sama cewek juga kan?" Beberapa detik terdiam dan sadar akan perkataanya, Irene buru-buru kantupin mulut dia terus ngerevisi omongannya barusan, "Eh, lo tidur di kamar sebelah aja, Gi. Kosong itu. Oke!" Dia lupa kalau kemaren udah confess. Emang anaknya lemot gak tertolong si Irene ini.

Irene ngelangkahin kakinya buat menuju kamar begitu Seulgi nganggukin kepala akan ucapan dia. Tapi langkahnya langsung kehenti begitu Seulgi bicara. "Ren, tadi lo bilang kan kalo gue butuh sesuatu, gue bisa ngomong lo kan?"

Irene ngebalikin badan dia buat ngadep Seulgi yang masih duduk manis di sofa. "Iya. Butuh sesuatu?" Tanya Irene.

Seulgi ngangguk nge iyain.

"Butuh apa?"




























"Minta tolong peluk boleh ga?"

Hah?! Bentar. Irene nge-lag.

Dear MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang