04

192 44 3
                                    

Adena membuang nafasnya seiring bersidekap sambil menajamkan tatapannya. Kali ini lebih dari dua siswi tertangkap akibat ulah mereka sendiri.

Adena kemudian berdiri, menghadap kakak kelas hingga adik kelasnya juga menatapnya tak suka. "Mau sampai kapan kami harus berdiri!"

"Sampai aku merasa puas," balas Adena membalik badannya menunggu sekertaris membawa murid yang lain.

Adena memandang rambut siswi dengan ekspresi alis bertaut rapat, "Apakah mengecat rambut sedang menjadi topik hangat hingga kamu mau mencobanya tanpa memperdulikan peraturan sekolah?"

Rambutnya diwarnai dengan dua warna. Warna pertama adalah merah muda dan kedua adalah warna aslinya; hitam.

Diubah begitu terlihat menawan, namun peraturan tetap peraturan.

"Ini, mengapa kamu mengecat kukumu? Apakah cat ini juga menjadi topik hangat?" Adena bertanya setelah melihat kukunya dicat warna cukup terang.

Dia lewati gadis itu kemudian menaikkan sebelah keningnya, "Ini—astaga, sejak kapan kamu menikah? Tak mau mengajakku? Aku ingin makanan gratis kalau kamu lupakan itu."

Gadis di depannya mengumpat, seraya menyembunyikan tangannya ke belakang. Adena tidak bisa berkata apa-apa selain memejamkan matanya sejenak.

Bagaimanapun dirinya cukup merasa pusing melihat adik kelasnya dengan dandan baru datang ke sekolah. Adena mengusap wajahnya kesal, menjadi wakil ketua osis tidak menyenangkan. Malah membuatnya makin terasa pusing.

"Lupakan saja," Adena mengerakkan tangannya. Ia berjalan mendekat ke meja dan mengambil beberapa kertas kosong dan berikan pada kakak kelasnya.

"Hukuman kalian ada menulis artikel yang baru menjadi topik hangat, kalian mahir mencarinya, bukan? Maka aku mau yang panjang."

"Kau mau ingin membuat tangan kami patah atau apa!" Kakak kelasnya membantah. Adena memandangnya seraya memainkan jemarinya, "Kamu menolak? Mau tambah hukuman?"

"Aku tak mahu melakukannya." Di samping kakak kelasnya pun menolak.

Adena mengulas senyuman, "Ayo pilih. Aku atau Kak Satya?"

Mereka semua terdiam. Tidak ada yang mampu menyahut pertanyaan Adena. Tentu saja mereka memilihnya, hukumannya tidak berat seperti Satya menyuruh mereka melakukan hal berat dan harus selesaikan sesuai waktu.

Gadis itu berdecih. Mengambil kertas itu dan sisanya berikan gadis di sampingnya dengan kasar. Adena memerhatikan itu cuma menggeleng.

Sebuah ketukan memenuhi ruangan. Adena melirik pintu, "Masuk."

Pintu dibuka, Satya memunculkan dirinya bersama murid lain di belakangnya. "Ada siswa yang mengubah rambut dan juga memanjangkan rambut mereka."

Adena mengerutkan keningnya, Satya mengerti langsung jelaskan, "Mereka mau kamu tangani mereka."

Gadis itu pejamkan matanya sejenak, "Bawa mereka kemari."

Satya menyuruh siswa pergi menghadap Adena yang memasang muka kusamnya. Padahal ia sudah payah ingin makan sarapan belum ia sentuh.

Adena membuang nafas kasar. Ia mundur selangkah, membuka laci meja dan mengambil sebuah gunting. "Aku atau Satya?" Tanyanya sambil menunjuk Satya di sampingnya.

"Yumna!" Ucap mereka serentak. Satya memandang mereka tanpa ekspresi. Mereka pasti sengaja memanjangkan rambut mereka agar dipotong oleh Adena.

Adena menoleh pada para siswi memasang muka kusam, lalu menatap Satya. "Temani mereka dulu. Pastikan mereka mengerjakan dengan benar."

Adena Yumna • Sunghoon Yuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang