01

356 55 3
                                    

Satya membalikkan badannya saat mendengar gesekan pintu terbuka. Dia mengulas senyum kemudian mereda saat melihat sosok itu bukanlah Adena melainkan adik kelasnya, Wulan.

"Kak Yardan—"

"Kak Satya," Satya membenarkan ucapan Wulan dengan nada tegas. Ekspresi wajahnya sangat datar.

"Kak Yardan—maksudku, kak Satya apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Wulan menatapnya. Ditatap hanya membuang muka, sama sekali tidak merespon ucapannya.

Wulan memerhatikan sekitarnya, "Kak Yumna kenapa kak?" Tanya Wulan lalu menatapnya. Satya sama sekali tidak menoleh atau menatapnya. Ia hanya terus menatap jendela.

Wulan merasa kecewa. Ia sangat menyukai Satya, namun lelaki itu justru mengeluarkan sikap dinginnya padanya.

Setiap hari Wulan mencoba mendekatinya, hasilnya cukup mengecewakan. Ia mengambil keputusan, keluar dari klub balet deminya dan menyertai osis deminya juga.

Ia berhasil walau tidak setara dengannya. Ia hanyalah sekertaris osis.

Wulan tidak ingin pergi, hanya berdiri memerhatikan punggung Satya yang membelakanginya.

Mendengar suara dari luar, Satya akhirnya memutar tubuhnya. Sangat jelas itu tadinya suara Adena bersama lelaki lain selain dirinya.

Pintu osis dibuka. "Bagaimana kita pulang bersama?" Tanya Daffa belum memahami situasi. Manik mata Adena bertemu dengan netra Satya.

Daffa akhirnya menoleh, dan diam. "Aku permisi, dulu. Na, kita pulang sama, kan?" Kata Daffa masih belum menyerah sadari tadi.

Adena memutari anak mata, "Aku lelah mendengar kalimat yang sama," ucap Adena sedikit kesal. "Tidak bisa, aku benar-benar tak bisa. Lain waktu saja."

Daffa mengulas senyum. Harus banyak sabar menghadapi sikap tegas Adena jika begini. Ia juga tak bisa membantah kalimatnya berakhir pasrah. "Ya, maafkan aku sudah memaksamu tadi."

Adena melirik, "Bukan bermaksud aku menolak ajakan mu . Tapi saat ini aku memang benar-benar tak bisa." Adena miringkan tubuhnya menghadap Daffa yang sedikit tinggi darinya. "Kamu.." Adena pejam matanya sejenak, "Kamu tak akan mengerti."

Adena masuk ke ruang osis. Sadar jika adik kelasnya memerhatikannya, "Ada apa?" Adena bertanya tegas. Lalu matanya teralih pada kertas dibawa Wulan.

"Kembali ke kelasmu," perintahnya. Wulan menurut. "Yang tadi, anggap saja angin berlalu," lanjut Adena membalik tubuhnya menatap Wulan tanpa ekspresi.

"Ya, kak."

Wulan membalikkan tubuhnya, bersiap melangkah pergi namun seketika terhenti mendengar suara begitu lembut dari belakangnya.

"Kamu mau pulang bersamanya?" Tanya Satya lembut. Adena berdecih, "Itu bukan urusanmu, bukan? Lagipula, kita di sini hanya membahas sesuatu."

"Ya, maaf." Satya mengulas senyum, "Mau pulang bersamaku?" Satya bertanya membuatkan Adena mengernyit bingung lalu bertanya, "Kamu kenapa? Sakit?"

Satya menggeleng. "Aku serius."

"Kak Yardan," panggil Adena nada lembutnya. Ia mengulas senyum manis, "Tadi kamu melihat seorang laki-laki ingin mengantarku pulang dan aku menolaknya dan sekarang mengajakku pulang bersama itu kamu, dan menurutmu apakah aku terima atau tidak?"

Satya berpikir kemudian menggeleng. "Itu jawabannya. Maaf, aku menolak." Pandangannya teralih pada Wulan kini pergi terburu-buru. "Tapi sepertinya ada seorang lebih memerlukan daripadaku."

Adena tentu melihatnya, buliran air bening membasahi pipi Wulan. Adena tahu Wulan itu hatinya sangat lembut maka itu ia tahu perasaan Wulan ke Satya.

Satya miringkan kepalanya, "Siapa?"

Adena Yumna • Sunghoon Yuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang