05

128 33 8
                                    

Adena telah dihantarkan ke ruang kesehatan bersama teman-temannya. Termasuk Yasmine khawatir mendengar kabar Adena dan segera berlari ke ruang kesehatan.

Ia menunduk memerhatikan pergelangan tangan Adena dibalut. Kemudian dia menatap air muka Adena terlihat pucat lalu berjalan mendekat.

Meletakkan punggung tangannya ke dahi dan ucapannya mengejutkan Raydan dan Sean. "Astaga, panas!" Tangan Yasmine menyentuh lehernya, juga panas.

"Dia deman," lanjut Yasmine menatap kedua laki-laki di sana. Raydan mengambil kotak obat, mencari obat deman.

"Aku membeli minuman," kata Sean bangkit dari kursi bersiap pergi namun pintu terbuka lebar. Satya datang dengan tangannya membawa makanan dan minuman.

Sean memiringkan tubuhnya membiarkan Satya menjalan dekat ke arah Adena. Raydan sempat melihat dan ingin menghentikan Satya tetapi tangannya ditarik Yasmine.

Yasmine menatapnya sambil menggelengkan. Menandakan bahwa jangan menganggu mereka. Raydan kembali menggeleng, "Aku tak suka."

Tiga kata keluar dari mulut Raydan membingungkan pikiran Yasmine. Tak terlalu memikirkannya, ia langsung menarik Raydan keluar dari ruangan serta Sean juga diikut seret.

Diam-diam Satya berterima kasih kepada Yasmine yang menarik kedua orang itu keluar. Ia mendudukkan dirinya di kursi sambil meletakkan makanan dan minuman.

Ia mengambil obat deman, dan menuangkan air ke gelas lalu menyodorkan itu pada Adena masih terdiam di sana.

"Minumlah," ujar Satya lembut. Adena melirik kemudian sebelah tangannya mengambil obat itu dan menelannya kemudian meneguk air gelasnya.

Setelah selesai, gadis itu masih memegang gelasnya dan enggan memberikan pada Satya. Satya juga tak bisa seenaknya mengambilnya. Ia membiarkan saja.

"Makanlah, kamu belum makan apapun sadari sejak pagi tadi." Satya membuka bekal makanan, mengambil sesendok nasi dan hendak menyuapi Adena.

"Aku tak mau," Adena menolak dengan nada lemah. Ia telah lelah menangis di pelukan Raydan hingga membuat kemeja itu basah karenanya.

"Setidaknya dua atau tiga sendok. Ayolah, kamu ingin membuatku tambah khawatir?" Tanya Satya lembut, sangat berbeda dengan Kamal.

Adena pada akhirnya membuka mulutnya. Satya mengulas senyum melihat Adena sedikit menurut kemudian menyuapkan sesendok itu ke mulutnya.

Satu hingga tiga suapan, Adena menolak. Mulutnya dipenuhi makanan hingga mengembangkan kedua pipinya.

Satya tersenyum gemas melihat pipinya. Ia mengambil tisu dan menyeka sisa makanan di bibir Adena. Adena yang terdiam dan hanya membiarkan saja.

Adena masih terdiam. Satya tahu Adena sekarang banyak memikirkan sesuatu. Lelaki itu menunggunya hingga gadis itu benar-benar berbaring di ranjang sana.

Satya menyelimuti separuh tubuhnya. "Istirahatlah, aku pergi dulu." Adena tidak merespon. Ia hanya memejamkan matanya.

Satya membalik tubuhnya, membuka pintu dan menoleh ke Adena terlelap sebentar kemudian menutup pintu dengan pelan.

...

Daffa terus pergi ke ruang kesehatan mendengar nama Adena dibawa pergi ke sana. Daffa khawatir hingga ia mempercepatkan langkahnya dan tak sengaja melanggar seseorang.

"Maaf, aku buru-buru—" Daffa berhenti kata setelah mengetahui siapa yang melanggarnya. "Kak Satya.."

Daffa memerhatikan ransel milik Adena berada di genggaman tangan Satya kini menatapnya bingung.

Adena Yumna • Sunghoon Yuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang