09

114 32 9
                                    

Adena sudah seminggu mengabaikannya setelah mengetahui fakta bahwa Satya menyukainya. Gadis itu berusaha payah hindari Satya ingin bertemu dengannya.

Bahkan laki-laki itu datang ke rumahnya untuk bertemunya. Dengan alasan Adena berikan, ia tidak ingin bertemu dengan sesiapa yang datang ke rumahnya.

Hal itu membuat banyak persoalan dari benak Rara melihat Adena terus diam di rumah setelah pulang dari sekolah.

Apakah gadis itu memiliki masalah dengan ketua osis itu?

"Dek, kamu kenapa? Sudah seminggu begini?" Adena menoleh, mengedikkan bahunya, "Tidak, kak. Biasa saja menurutku."

Rara berdecih, "Itu menurutmu, tapi menurutku kau terlihat seperti tak baik-baik saja. Kenapa? Apa ada masalah dengan ketua osis?"

Adena menghela nafas panjang. Sepertinya tiada guna lagi untuk merahasiakannya. Perlahan kepalanya mengangguk.

"Memangnya dia kenapa? Dia menganggumu hingga membuatmu kesal begini?" Tanya Rara sambil menaikkan sebelah keningnya bingung.

"Bukan.." Adena mengacak rambutnya kesal. Dia memandang Rara kini menatapnya khawatir, "Menurutmu, apa aku sudah memiliki mantan?"

Rara tergelak. "Tentu saja tidak!"

Adena memasang air mukanya serius. Kemudian tawa Rara mereda setelah melihat Adena serius, "Jadi, kamu merahasiakannya dariku?"

Adena mengigit sebelah pipi dalamnya, "Maaf." Rara memandangnya dengan raut kecewa, ia menangkup pelan pipi Adena agar adik tirinya menatapnya.

"Kenapa? Apakah hubungan kamu dan dia itu terlalu menyakitkan hatiku dan ibu ya?" Adena menatap kakaknya dengan ekspresi sayu.

"Maaf, kak." Ucap Adena seraya menarik tengkuk leher Rara kini mulai meneteskan air matanya. Tangannya mengusap punggung kakaknya menangis di bahunya.

Ini yang ia tidak mahu menceritakan masalahnya. Kakaknya yang sensitif ini membuat dadanya terasa sesak. Ia juga belum menceritakan tentang Satya juga Daffa.

Baru saja menceritakan tentang Kamal. Ia sudah menangis di pelukannya. Tangan Adena menepuk pelan punggung kakaknya, kemudian berbisik, "Nanti saja bicara tentang ini."

Rara cepat menarik dirinya jauh, menatap Adena dengan mata memerahnya. Ia menggeleng cepat, "Tidak! Kau harus beritahu aku semuanya."

Adena terkekeh gemas. Ibu jarinya menyeka air mata Rara, "Ya-ya. Tapi tenangkan dirimu dulu. Barulah aku beritahu semuanya."

"Adena.."

Adena memandangnya dengan senyuman manis, "Ya kak?"

"Aku menyayangimu."

Rara bisa melihat perubahan mata Adena sekilas. Gadis di depannya mengulas senyuman—seperti dipaksakan.

"...aku juga."

...

Adena menghempaskan tubuhnya di ranjang. Menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sulit diartikan. Memang benar ia tak beritahu semuanya pada kakaknya.

Ketukan pintu dari luar kamarnya. Adena mengangkat kepalanya disaat pintu terbuka pelan menampilkan sosok wanita berdiri di sana.

Adena menelan salivanya dengan jantung berdebar-debar memerhatikan ibu tirinya masih di sana. Memejamkan matanya sejenak sebelum mengubah posisi duduknya, "Masuklah."

Ibunya tersenyum senang mendengar izin dari anak tirinya segera mendekat dan duduk di sampingnya. "Maaf ya, ibu tadi menguping pembicaraan kamu dengan Rara."

Adena Yumna • Sunghoon Yuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang