10

111 28 5
                                    

Adena menunggu seseorang di luar depan rumahnya. Mengenakan pakaian kasual sertas tas berkait di lengannya sambil melihat aplikasi di dalam layar telefonnya.

"Adena.."

Adena menoleh, reaksinya sedikit terkejut melihat Satya berdiri di depannya. Mata mereka bertemu hingga Adena memutuskan kontrak mata dengannya.

"Adena, saya mahu bicara sama kamu."

Adena menatap Satya, menyilang kedua tangannya. Menatap Satya serius, "Saya juga mahu bicara sama kamu. Soal hari Jumat lalu, kamu bercanda, bukan?"

Satya menggeleng, "Waktu itu saya serius." Satya memandang Adena, "Kamu mahu menerimaku?"

Adena menggeleng lemah, "Forget it, Yardan."  Adena memohon padanya agar laki-laki itu tidak menaruh rasa padanya.

"No, Na. I'm serious."

Adena menghela nafas kasar, "It's up to you, Satya. But don't make me avoid you even more." Adena menatap laki-laki itu menunduk pelan.

"Tapi kenapa, Na? Kenapa menghindariku hanya karena aku mengungkapkan rasa sukaku padamu?"

Satya menatapnya, terus melanjutkan kalimatnya, "Atau kita beda agama?"

"Justeru karena itu, Kak." Adena berjalan mendekat. Menatap Satya begitu raut wajah memelas, "Semakin kakak mendekat padaku, semakin kuat rasa sayangmu padaku."

Adena menggeleng lemah, "I really didn't expect that to happen." Pelupuk matanya kini tengah mengumpulkan buliran air bening di sana.

Kemudian ia memandang Satya dengan serba salah juga dadanya terasa sesak. "Please let me go.." Dan bening dari pelupuk matanya akhirnya tumpah membasahi kedua pipi tirusnya.

Satya menggeleng cepat, "Tak bisa, Na. Tak bisa." Laki-laki itu turut serta menangis, memukul bidang dadanya, "R-rasanya sakit, Na..sakit."

Adena menunduk, mereka sama-sama merasa sakit. Mencintai orang yang beda agama itu benar-benar menyakitkan.

"Adena.." Kamal mendekat, mengusap bahu Adena menatap Satya penuh pertanyaan namun ia mengurungkan niatnya melihat tubuh Adena gemetar.

"Ssh..It's okey. I'm here," lelaki itu mengusap punggungnya sementara Adena menangis dalam pelukannya. "Menangislah."

Satya makin sakit melihat Adena berada di pelukan Kamal. Melihat orang ia cintai berada di pelukan orang lain.

Lelaki itu menyeka air matanya, membalikkan tubuhnya dan berlari sekuat tenaga serta teriakan pilu terdengar di telinga Adena.

Adena meremas ujung baju Kamal mendengar teriakan Satya. Ia benar-benar merasa bersalah karena menolak Satya. Tetapi ini demi kebaikannya dan dirinya.

Kamal membalas pelukannya, mengusap lembut kepalanya, "Tak apa-apa. Setelah ini, kita ke rumah sakit."

Adena tak menjawab bahkan merespon. Ia sibuk dengan tangisannya.

Sementara, Rara, Raka dan ibunya melihat adegan itu di dalam rumahnya dengan tatapan sayu.

...

Kamal berada di sampingnya menunggu keputusan keluar langsung dari dokter. Kamal mengusap punggung tangannya, "Semuanya baik-baik saja, percaya padaku."

Adena diam. Semuanya tak baik-baik saja, Kamal. Maupun aku telah berusaha semuanya tak akan berubah.

Kamal menatap Adena sebelum menghela nafas, "Kenapa tidak beritahu saja keluargamu dan Satya. Mereka akan mengerti."

Adena Yumna • Sunghoon Yuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang