CHAPTER EMPAT : WEEKEND

30 5 0
                                    

Happy reading <3

***

Gadis dengan bandana mocca tengah duduk di kursi yang ada di dalam kamarnya. Dia masih memikirkan, siapa yang menaruh bunga di laci mejanya. Mungkin orang iseng, ataupun orang yang salah menaruh bunganya. Menepis pemikiran tersebut, Dia berdiri ke depan kaca, sembari merapikan rambut dan baju yang ia kenakan. Tak lupa pula, Dia mengambil sling bag berwarna hitam miliknya. Hari minggu ini, Dia berniat untuk menjenguk Ayahnya yang ada di penjara. Sebenarnya, Dia akan ke sana bersama Bunda dan kedua adiknya dengan menaiki taxi. Namun, gagal karena Vioni yang sudah sedari pagi sudah datang ke rumahnya. Alhasil, Vioni meminta untuk ikut menjenguk Ayah Indy.

"Makasih ya Vioni, udah mau direpotin Bunda," ujar Bunda Indy mengusap punggung tangan Vioni.

"Bunda, jangan gitu dong. Lagian, ini mah nggak ada apa-apanya dibanding kebaikan Bunda sama Ayah selama ini," Vioni mengusap punggung tangan Bunda Indy.

"Aduh, kenapa jadi mellow gini sih," Indy berusaha menghalau air matanya yang hendak turun membasahi pipinya.

"Kak, nanti di tempat Ayah ada es krim?" Gadis berbalut dress navy bertanya sembari menarik ujung kaos oversize yang dikenakan Indy.

"Ada sayang," Indy menjawab pertanyaan dari Adiknya.

"Nanti Kita beli yang banyak ya," ujar Vioni mengetahui Adik Indy menginginkan es krim.

Mereka menaiki mobil milik Vioni yang dikendarai oleh Vioni yang di sampingnya ada Bunda Indy yang duduk di kursi depan. Sedangkan Indy, duduk di belakang bersama kedua adiknya. Mobil brio silver yang mereka tumpangi, melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota yang sangat ramai. Apalagi weekend seperti ini, jalan sangat ramai hingga menyebabkan jalanan macet.

"Akhirnya sampai juga," ujar Indy sembari membuka pintu mobil Vioni.

"Kangen banget sama Ayah Fikri," ujar Vioni seraya merentangkan tangannya ke atas. Lalu menuntun gadis kecil berbalut dress navy yang baru saja turun dari mobil.

"Bunda, makanannya jangan lupa ya. Biar Tia, aku aja yang gendong Bun," ucap Indy yang senantiasa menggendong adik keduanya dengan baby sling carrier.

"Dea sama Kak Vioni aja yuk," Vioni menuntun Adik pertama dari sahabatnya.

"Makasih ya sayang," ujar Bunda Anita dengan tulus sembari menenteng rantang berisi nasi serta lauk pauknya.

Mereka berjalan beriringan, sembari mengobrol ringan. Obrolan mereka didominasi oleh candaan Vioni yang senantiasa meledek Dea. Serta, Dea yang selalu membalas ledekan tersebut. Meskipun umur Dea baru menginjak usia lima tahun, namun pemikiran dan omongannya sudah seperti anak umur belasan. Kalau kata Indy, Vioni yang meracuni Dea.

Dari pintu masuk ruang kunjungan, mereka dapat melihat Lelaki paruh baya yang berbalut baju tahanan, tengah duduk sembari terus menatap pintu masuk. Bunda Indy tak kuasa menahan air matanya. Beliau segera menghampiri Suaminya.

"Ayah!" seru Dea melepas tautan tangannya dari Vioni, lalu berlari menghampiri dan memeluk Ayahnya dengan penuh semangat.

"Gimana kabar Ayah?" Indy berusaha mencairkan suasana. Diapun merasa tidak tega dengan Adik dan Bundanya.

"Baik dong, Kamu gimana sekolahnya, Ndy? Aman kan di sekolah baru?" Ayah Indy membelai rambut anak sulungnya, sebelah tangannya digunakan untuk menggendong Dea.

"Aman dong, Yah. Ada Aku pasti semuanya aman," Vioni menepuk dadanya sendiri dengan bangga.

"Iya-iya, Vioni mah the best pokoknya kalo buat keamanan," ujar Ayah sembari mengusap pundak Vioni diakhiri dengan kekehan.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang