Happy reading <3
***
Seperti pada umumnya, siswa akan berangkat pagi hanya ketika mendapati jadwal piket kelas. Begitupun dengan Zia dan Indy yang sudah berada di kelas mereka. Pagi-pagi sekali, Zia menjemput Indy menaiki motor beat miliknya. Indy yang tengah menyapu, dan Zia yang tengah mempersiapkan layar proyektor untuk pembelajaran hari ini. Karel dan Genta yang baru saja datang segera membantu. Karel langsung bergegas mengambil sapu untuk membantu Indy. Genta berusaha menjaili Zia yang tengah menaiki kursi untuk menarik layar proyektor.
"Mau ngapain, Lo?" ucap Zia sembari was-was. Dirinya bisa merasakan, lelaki di depannya mempunyai niat buruk kepadanya.
"Dasar pendek, gitu aja nggak bisa," ujar Genta sembari menendang pelan kursi yang dinaiki Zia. Hal tersebut, mengakibatkan Zia oleng dan jatuh.
"Aaaaa," pekik Zia saat mengetahui dirinya akan jatuh. Namun, genta dengan sigap, Genta menarik Zia ke dalam dekapannya agar tidak jatuh ke lantai.
Indy yang melihat hal tersebut speechless. Namun, Dia diam saja berusaha seolah tidak mengetahui apa-apa. Karel, sedari tadi hanya diam dan tetap menyapu dengan tenang. Keduanya menyapu dengan tenang. Indy yang tidak tahan berdiam-diaman seperti ini, Dia mencoba untuk memulai obrolan dengan Karel.
"Karel," panggilnya.
Karel menoleh tanpa berkata apapun, mungkin Dia menunggu apa yang akan dikatakan oleh Indy, teman baru di kelasnya.
"Kemarin, Lo abis dari gramedia?" ujar Indy sekenannya. Dia juga tidak tahu, dari sekian banyak pertanyaan kenapa dia memilih pertanyaan tersebut.
"Ternyata benar," ucap Karel dalam hati.
"Penting banget, buat gue jawab?" ujar Karel menatap Indy datar.
"Enggak kok, Gue cuma nanya aja, siapa tau bisa ngobrol sama Lo," ujar Indy seraya menyelesaikan aktivitas menyapunya.
"Dasar ketua kelas kulkas," ujar Indy dalam hati.
Karel tetap diam, seolah pertanyaan Indy tidak pernah lewat di indra pendengarannya. Memang benar kata Vioni, kalau ketua kelas mereka melebihi dinginnya kulkas di kantin Bu Hanum. Vioni sudah menceritakan betapa enaknya makanan, minuman dan jajan di kantin Bu Hanum. Indy menyelesaikan kegiatan menyapunya. Begitupun dengan Karel. Zia Nampak marah kepada Genta, karena ulahnya hampir membuat jantungnya berpindah tempat.
"Karel, ini kalau mau buang sampah, di mana?" Indy bertanya kepada lelaki dingin di depannya yang tengah menyapu di depan kelas.
"Dari sini, lurus aja terus belok kanan sampe mentok terus belok kiri lewat deretan kelas sepuluh nanti di ujung, Lo bakal ketemu tempat pembuangan sampah," ujar Karel tanpa melihat Indy yang tengah menenteng tong sampah yang ada di depan kelas mereka.
"Boleh minta tolong, anterin?" ujar Indy sembari menenteng dua tong sampah.
"Biar Gue aja," ujar Karel seraya mengambil dua tong sampah yang dipegang Indy.
Indy tidak memberikan semua tong sampah kepada Karel, Dia memberikan satu tong sampah kepadanya.
"Bareng aja, biar Gue juga jadi tahu," ujar Indy, lalu berjalan bersama Karel.
Karel mengalah. Keduanya berjalan bersama untuk membuang sampah, Karel bersyukur karena masih belum banyak siswa yang berangkat. Namun, ketenangannya terusik karena gadis berbandana mocca di sampingnya. Dia, Indy. Sepanjang perjalanan, Indy senantiasa berbicara dan mengajak Karel untuk mengobrol. Walaupun Indy tahu, Karel hanya akan menjawab "oh", "hm" dan "iya". Tetapi, Karel sudah mau mendengarkan juga sudah syukur bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Teen FictionHi this is my first story ♡ "Oh iya, kalau Lo ada beban, jangan dipendem sendiri ya. Gue mau jadi temen curhat Lo," ujar Indy. "Tau apa Lo tentang hidup Gue?" ujar Karel seraya menghempaskan tangan Indy dari lengannya. Ini tentang Karel, lelaki berp...