CHAPTER TUJUH : SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA

20 2 0
                                    

Happy reading <3

***

Seorang lelaki berjersey memasuki rumahnya sembari menenteng piala yang berhasil didapatkan. Dia mendudukan dirinya di sofa yang ada di ruang tamu. Dia beranjak saat mendengar bentakan Ayahnya kepada Bunda dan Kakaknya. Semenjak kejadian lalu yang menimpa Kakaknya, rumahnya sering terdengar keributan seperti sekarang. Bohong kalau dia tidak sedih, Dia berjalan melewati keributan yang ada di ruang tengah tersebut. Seolah mengabaikan dan tidak peduli dengan keributan tersebut. Tujuannya sekarang adalah kamar, namun belum sempat menaiki tangga Ayahnya menyebutkan namanya. Dia hanya diam berdiri tanpa menolehkan badannya ke sumber suara tersebut.

"Lihat, karena didikanmu sekarang anak kesayanganmu jadi tidak sopan seperti itu," ujar lelaki paruh baya kepada wanita paruh baya yang tengah duduk dan direngkuh oleh anak gadisnya.

"Papa bilang, karena didikan Mama? Serius Pa?" ucap seorang gadis yang tengah merengkuh Mamanya yang tengah menangis.

"Tentu saja, Dia jadi pembangkang seperti ini." Ucap lelaki paruh baya dengan sarkas.

"Cukup, Pa. Harusnya Papa sadar dari kejadian Lana kemarin, bukan malah makin mejadi kayak gini. Papa sadar atau nggak kalau sikap Papa yang kayak gini yang membuat Kita jadi seperti ini," ujar seorang gadis bernama Lana.

"Udah Ma, ayo Mama nenangin diri dulu Lana anter ke kamar." Lanjutnya seraya menuntun Mamanya untuk beranjak dari ruang tengah menuju ke kamar.

Lelaki berbalut jersey tidak menghiraukan, badannya lelah. Dia berlari menuju kamar lalu menutupnya dengan cepat dan menguncinya. Dia melempar tasnya asal, lalu merebahkan tubuhnya ke kasur lalu berusaha untuk memejamkan matanya. Meskipun awalnya sulit, namun karena efek kelelahan dirinya terlelap di alam mimpinya.

***

"Kok Lo tadi bisa pakai hoddienya si kulkas, Ndy?" cecar gadis dengan totebag banteng kebanggannya.

Keempat gadis tengah duduk di caffe Kenangan, setelah tadi pulang dan beristirahat Vioni diberi tahu oleh Akbar kekasihnya bahwa nanti akan merayakan kemenangan mereka atas turnamen yang diadakan di SMA Galaxy. Namun, belum ada satupun anak lelaki yang datang.

"Iya, kok bisa si kulkas ngasih hoddienya ke Lo?" ucap gadis bercardigan navy, dia Sisil.

"Iya emang rada nggak masuk akal sih, secara si Karel kan cuek banget jadi manusia," ucap gadis berjaket jeans, dia Vioni kekasih Akbar.

"Iya, tadi kebetulan baju Gue kena air di kamar mandi jadi basah. Kebetulan Karel lewat terus minjemin hoddienya." Jelas gadis berbandana mocca dengan kaos putih oversizenya.

"Jangan-jangan Kalian ada sesuatu yang Kita nggak tahu?" ujar Zia dengan totebag kebanggannya. Perkataan itu diangguki oleh Vioni dan Sisil.

Indy hanya menggelengkan kepala dan tertawa. Ternyata Zia tidak beda jauh dengan Vioni dan Sisil yang keponya tingkat dewa, pantas saja Mereka bisa berteman. "Nggak lah ngaco Kalian, Dia mungkin kasian lihat baju Gue basah tadi." Ketiga gadis di depannya hanya tertawa.

Caffe yang semula berisik mendadak hening saat kedatangan ke enam lelaki yang tak lain ialah Karel, Arsya, Genta, Zaky, Fahri dan Akbar. Mereka memang sengaja akan makan bersama di caffe tersebut untuk merayakan kemenangan mereka di turnamen bola volly.

"Hallo everybody, gimana Gue ganteng kan?" ucap lelaki berperawakan besar kepada teman-temannyaa.

Semuanya menatap lelaki tersebut malas, selalu saja narsis. Lelaki tersebut memilih duduk didekat Zia gadis dengan totebag bantengnya.

"Cantik banget masyaallah," ucap Genta mengacak rambut Zia yang membuat Zia naik pitam karena rambutnya tidak beraturan.

"Hai sayang," ujar lelaki berkemeja kotak-kotak memeluk gadis berjaket jeans, kekasihnya yang kemudian dibalas peluk oleh gadis tersebut.

"Bucin!" seru semuanya.

"Dasar sirik," ucap Vioni sembari menggandeng lengan Akbar, kekasihnya.

"Minggir, Gue mau duduk deket Indy." Ucap Zaky berusaha meminta Fahri untuk berpindah agar tidak duduk di dekat Indy.

"Enak aja Lo, sono duduk di samping Genta aja," ucap Fahri.

"Nggak jelas banget Lo pada, duduk tinggal duduk." Ketus Arsya kemudian merangkul pundak Sisil yang segera ditepis oleh Sisil.

Mereka duduk bercanda seraya melihat kebucinan Akbar daan Vioni yang membuat mereka merasa mual. Mendengar lawakan Fahri dan Genta yang freak dan tidak masuk akal.

"Eh btw, kalian punya cerita jatuh dari motor ngga sih?" Indy mencari topic pembicaraan untuk mencairkan suasana.

"Gue pernah dibonceng Kakak Gue, kecelakaan nabrak tiang gara-gara Kakak Gue ngehindarin lubang di jalan," ucap Zaky penuh semangat.

"Untung masih idup Lo, Zak," ujar Genta.

"Pasti Lo nangis," Fahri dengan nada meledek Zaky.

"Nggak mungkin kalo ngga nangis lah," sambung Akbar.

Semuanya tertawa, terkecuali Karel dia hanya tersenyum kaku, seperti menyimpan banyak hal di dalam pikirannya.

"Nangis lah Gue." Tegas Zaky seraya menampakkan giginya.

"Laki apaan Lo, cemen." Arsya meledek sembari memutar ibu jarinya ke bawah.

Semuanya tertawa, Vioni sampai memukul Akbar berkali-kali membayangkan wajah Zaky saat menangis.

"Kakak Lo gimana reaksinya?" Zia penasaran dengan kejadian selanjutnya.

"Kakak Gue panik banget liat lutut Gue berdarah," ujar Zaky.

"Udah berdarah, nangis lagi ya paniklah." Vioni berkata seraya tertawa.

"Sakitnya ngga seberapa tapi malu banget sih," ujar Sisil.

"Terus, ditolongin banyak orang dong?" tebak Indy.

"Malu banget Gue, banyaklah orang ada mobil yang bawa rombongan ibu-ibu mau kondangan," jelas Zaky.

"Kasian," ujar Semuanya terkecuali Karel yang sibuk memainkan ponselnya.

"Gue nangis bukan karena sakit, pentol Gue nggelinding anjir mana baru dimakan satu kelindes mobil gepeng semua," ujar Zaky mengingat kejadian tersebut.

"Mobil yang bawa ibu-ibu tadi?" Arsya memastikan.

"Iya lah, sialan," semuanya tertawa.

Obrolan mereka berlanjut, mulai dari Zaky yang pentolnya kelindes mobil, Indy dan Vioni yang mandi bertiga bersama motornya di sungai, Fahri yang kecelakaan bawa motor satpam sekolah baru lunas, Arsya yang bonceng Fahri loncat dari motor malah tertabrak mobil. Malam ini, mereka menghabiskan waktu untuk mengobrolkan hal-hal yang tidak begitu penting. Mereka saling bertukar cerita, namun tidak dengan Karel. Dia hanya diam, menyimak dan sesekali menanggapi cerita dari teman-temannya. Indy melihat Karel seperti sesorang yang tidak tenang dan gelisah. Indy membuka ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Karel.

Karel Lazuardi

Everything gonna be okay :) 

***

Terimakasih yang sudah membaca :*

Semoga Kalian senantiasa dalam perlindungan Tuhan yaa

With love Cici ❤️

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang