14

55 8 0
                                    

"siapkan hal-hal yang perlu di persiapkan. Aku akan menunggu di tempat biasa"

"..."

"Cepatlah, atau kau akan bernasib sama sepertinya"

"..."

Serim menutup telfon secara sepihak lalu ia kemudian memasuki kamar tempat Seongmin terbaring dengan selang infus, alat bantu pernafasan dan juga kepalanya yang di perban seperti Seongmin sudah tidak ingin bangun dari mimpi indahnya.

"Eomma, apa aku bisa ikut dengan eomma?"

"Belum saatnya. Bangunlah, Serim Hyung dan Allen Hyung menunggumu"

"Aku tidak bisa melakukan hal itu. Aku ingin di tempat indah ini bersama eomma"

"Kau harus bangun dan melanjutkan hidupmu. Mereka semua menyayangimu"

"Tapi eomma, aku merindukanmu aku ingin ikut denganmu"

"Tidak, kau harus kembali. Apa kau tidak sedih melihat Serim, Jungmo dan Taeyoung sedih karena melihatmu seperti ini?"

"Mereka tidak menyayangiku eomma. Rasa kecewaku kepada mereka terlalu besar"

"Kembalilah Seongmin-a. Eomma akan lebih bahagia jika melihat kamu kembali bersama mereka"

"Aku tidak bisa membuka mataku eomma ini sangat sulit. Hidupku sekarang antara hidup dan mati"

"Eomma selalu menunggumu untuk bangun. Bangunlah, apa kau tidak ingin melihat senyum hyungmu?"

"Aku akan mencobanya eomma"

"Eomma dengan appa pergi dulu. Jaga hyungmu dan cepatlah kembali ini bukan tempatmu"

Seongmin melihat kedua orang tuanya ke sumber cahaya itu. Ia sebenarnya tidak rela jika ia harus berpisah dengan kedua orang yang di rindukannya selama ini.

"Appa dan Eomma pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik" setelah mengatakan hal itu kedua orang itu menghilang di susul dengan cahaya putih yang menempati tempat kepergian mereka. Seongmin menangis di bawah pohon yang lebat dengan danau di hadapannya serta bunga-bunga indah yang mengelilingi tempat itu bagaikan surga untuk Seongmin. Karena tempat inilah ia tidak membuka matanya sampai sekarang.

"Seongmin-a apa kau dengar aku? Bangunlah kami merindukanmu apa kau tau? Allen Hyung, Taeyoung bahkan yang lainnya mengkhawatirkanmu" ucap Serim mengusap kepala Seongmin yang berbalut perban. Di lihatnya tubuh berisi adiknya yang kini semakin hari semakin kurus.

"Hyung" Minhee dan Hyeongjun memasuki ruangan itu dan melihat keadaan Seongmin yang menurutnya begitu buruk.

"Kenapa kau kemari? Bukankah sudah ku katakan bahwa jangan ke sini jika aku tidak menyuruhmu?"

"Aku merindukannya Hyung. Dan pergilah ada yang menunggumu di depan rumah sakit"

Serim lupa jika ia berjanji dengan seseorang. Serim yang tersadar dari lamunannya tentang Seongmin kini berjalan keluar.

"Jaga dia jangan sampai ada siapa pun yang menyentuhnya kecuali dari keluarga kita dan dokter" ucap Serim setelah berada di ambang pintu.

Minhee dan Hyeongjun melihat adiknya itu hanya tersenyum kecut. Ia berpikir bahwa ia adalah saudara yang tidak baik. Harusnya ia menjaga adiknya bukan harusnya ia membenci adiknya dengan kesalahan yang jelas bukan di buat olehnya.

"Seongmin apa kau dengar Hyung? Bangunlah jangan terlalu larut dalam mimpimu. Jika kau bangun Hyung berjanji akan membawahmu ke tempat yang kau impikan bahkan Hyung akan membelikan ice cream kesukaanmu"

Tanpa sadar, air mata Seongmin menetes. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi Minhee dan Hyeongjun yang melihat hal itu ikut tersentuh. Jujur saja, ia ingin melihat adiknya itu bangun dan tersenyum kembali kepada mereka semua. Semuanya seperti mimpi buruk, Seongmin yang terbaring lemah di atas brangkar membuat saudaranya juga di Landa lemah. Entah dengan apa mereka harus menjelaskan kalau mereka menyayangi Seongmin. Rasa dendam itu telalu dalam.

🌙🌙

Di sisi lain Allen yang berada di rumah sedang memasuki kamar yang biasanya menjadi tempat Seongmin duduk sambil belajar dan menatap sunset di jendela dekat kamarnya. Allen mencoba menelusuri kamar itu dan ia melihat dekorasi kamar itu. Tempat itu di penuhi dengan foto Seongmin dan saudaranya dengan senyum merekah yang menghiasi wajah masing-masing. Allen mengambil salah satu bingkai foto itu dan di lihatnya Seongmin yang tersenyum ramah padanya.

"Seongmin-a maafkan Hyung" Allen terisak kemudian mengingat perlakuan buruknya ke adiknya itu.

"Bukan seperti ini yang Hyung mau Seongmin-a. Maafkan aku"

Dan di simpannya foto itu di meja belajar Seongmin dan dilihatnya buku-buku novel yang Seongmin koleksi. Di bukanya salah satu buku tersebut dan di lihatnya salah satu resep obat berada di sana. Dengan rasa penuh penasaran ia membuka resep tersebut dan di lihatnya resep itu berasal dari rumah sakit tempat winwin bekerja.

"Resep obat apa ini?"

Allen mencoba mencari berkas lain agar bisa ia cocokkan dengan kertas yang ada di tangannya. Tapi, ia menemukan foto Seongmin bersama kedua orang tuanya hatinya sangat sakit melihat foto itu. Foto berwarna cokelat itu masih terlihat jelas itu adalah foto masa kecil Seongmin waktu ia berumur 12 tahun. Kebahagiaan seakan milik mereka sampai suatu saat kecelakaan mengambil nyawa ayah dan ibunya. Setelah melihat foto itu ia berniat menyimpan buku itu kembali ke laci tapi sebuah kertas terjatuh dari sana. Ia membuka kertas itu dan rasa kaget menjalar ke tubuhnya lututnya lemah dan tidak di sangka ia duduk di lantai marmer itu.

"Apa kau sengaja merahasiakan ini kepada kami semua?"

Ia mencoba berlari keluar dari kamar besar itu dan segera menuju ke kamar Minhee yang jelas di kamar itu ada Taeyoung dan Minhee yang sedang menatap langit-langit sambil memikirkan banyak hal.

"Minhee, Taeyoung" yang di panggil menolehkan kepalanya dan di lihatnya Allen dengan air mata yang berlinang.

"Hyung kau kenapa? Coba jelaskan pada kami" ucap Minhee khawatir.

"Coba kalian liat ini"

Sebuah kertas putih ia sodorkan ke hadapan kedua saudaranya itu lalu senyum dari Taeyoung dan Minhee kemudian hilang. Ia mengutuk dirinya sendiri karena kebodohan yang mereka semua lakukan.

"Kita ke rumah sakit sekarang. Biar aku yang membawa mobil biar lebih cepat" Taeyoung mengangguk tanda setuju di susul Allen yang berjalan keluar.

Selamat membaca.

REALIZE || AHN SEONGMIN[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang