Alana memang tipe orang yang hanya bersemangat jika melakukan hal penting saja. Namun, hari ini dia harus menguras tenaganya hanya untuk berjalan kaki ke fakultas teknik. Kalau bukan karena chat dari pacarnya, ia juga tidak ingin membuang waktunya yang sebenarnya saat ini ia harus mereview materi di perpustakaan.
Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba Lio ingin ditemui di gedung fakultasnya. Padahal yang berkepentingan Lio, seharusnya laki-laki itu yang mengusahakan, bukan Alana.
Terlebih lagi ponsel Lio mati sehingga sulit sekali dihubungi. "Tau gini gue ke perpus aja. Buang-buang waktu!" Di lorong fakultas teknik, Alana tidak sengaja melihat seorang laki-laki yang sangat dikenalnya. "Kenan!"
"Hoi kagetin aja!" Laki-laki itu mengelus dadanya. Terkejut suara gadis yang terkenal irit bicara bisa sekeras itu kalau sudah berteriak.
Alana mendecih karena respon Kenan berlebihan. Padahal, laki-laki itu sering teriak tapi masih tidak terbiasa dengan teriakan orang lain. Dan di saat itu juga ia teringat tujuannya memanggil manusia super gabut itu.
"Lo tau nggak Lio di mana?"
"Lah, lo pacarnya kok tanya gue. Gue mah bukan emaknya kali."
Seharusnya dari awal Alana harus tahu, bahwa bertanya kepada Kenan sama saja membuat kesal diri sendiri, sebab laki-laki itu tidak akan memberikan jawaban yang pas atau benar. Dan dari pada menghabiskan waktu dengan manusia seperti Kenan, Alana memilih berbalik arah dan pergi meninggalkan Kenan yang sudah berteriak di belakang karena dia pergi tanpa pamit.
Di perjalanan menuju fakultasnya sendiri, Alana meremat kepalan tangannya hingga buku-buku kukunya memutih. Bagaimana tidak kesal saat pacarnya sendiri seperti membohonginya? Memintanya berjalan kaki ke gedung seberang namun tidak bisa dihubungi saat di perjalanan. Tidak ada kejelasan seperti itu membuat Alana geram dengan perilaku Lio. Harusnya Lio tahu, Alana memiliki banyak agenda yang perlu diselesaikan hari ini. Dia harus mereview materi kuliah tadi pagi untuk bekal pembelajaran selanjutnya. Harusnya Lio tahu Alana tidak suka membuang waktunya untuk hal tidak berguna. Harusnya Lio tahu kalau Alana tidak suka pesannya tidak dibalas di saat ia butuh kepastian di mana posisi Lio sekarang.
Alana kepalang kesal hari ini. Satu menit pun ia tidak rela terlewat begitu saja tanpa sesuatu yang berguna, dan Lio telah menyia-nyiakan setengah jam yang harusnya Alana manfaatkan baik-baik.
"Arghs, Lio sialan!"
ˑ༄ؘ ۪۪۫۫ ▹◃ ۪۪۫۫ ༄ؘ ˑ
Laki-laki itu menatap cemas ponsel di genggamannya. Pesan dan telepon dari seseorang ia lewatkan karena insiden baterai lowbat yang membuatnya kesal bukan main. Dia tadi meminta pacarnya untuk datang menemuinya karena hari ini ia akan mengajak Alana makan di kantin fakultasnya. Ada menu baru yang ingin Lio perkenalkan dengan Alana. Namun setelah Lio meminjam power bank temannya untuk menyalakan ponsel dan berniat meminta Alana menunggu di taman halaman depan, semuanya terlambat sebab Alana yang kini tidak membalas pesan dan mengangkat teleponnya.
Lio mengacak rambutnya frustasi. Ponsel Alana nyala tapi tidak meresponnya sama sekali. Apa gadis itu marah kepadanya? Kalau mengingat Alana tipe orang yang sangat menghargai waktu, tentu gadis itu marah. Tapi Lio sangat berharap Alana mengerti keadaannya dan tidak mendiamkannya seperti ini.
"Lo tadi dicariin Alana tuh."
Suara familiar itu sontak membuat Lio menoleh ke samping kiri. Mendapati Kenan berjalan santai ke arahnya dengan satu tangan yang disarangkan di saku celana, lalu bersiul-siul seolah tidak peduli dengan wajah Lio yang sudah keki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat 2 [ first snow ]
Roman d'amour[ Sequel Heartbeat ] "about the story that had stopped. an unexpected encounter, brings the story back on track" -Hearbeat 2