07. Circle Of Wounds

29 2 0
                                    

Clara beberapa kali menghembuskan napas lelahnya, di hadapannya ada beberapa buku paket tebal dan buku catatan yang tak kalah tebalnya. Macbook nya masih menyala menampilkan homescreen. Mulai minggu ini dia akan disibukkan dengan beberapa agenda. Persiapan festival tahunan Universitas juga tengah berjalan, dia turut andil menjadi bagian yang membantu membeli perlengkapan.

Besok selesai kelas terakhir ia akan mengunjungi pusat perbelanjaan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan saat di bazaar nanti. Tidak sendiri karena Adit akan menemaninya. Katanya persiapan bazaar ini akan didokumentasi, entah Clara juga bingung. Tapi yang jelas festival tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya.

Ponsel gadis itu berdering di atas meja belajarnya, menampilkan nama 'Adit FK' pada layarnya. Tanpa pikir dua kali dia mengangkat panggilan itu.

"Halo?" sapanya.

"Besok gue skip kelas terakhir, lo tunggu di mana aja deh nanti kabarin." suara laki-laki itu terdengar serak, sepertinya bangun tidur atau kebangun dari tidurnya. Sejenak, Clara melirik jam di dinding, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Tumben skip?" herannya, merasa tidak biasa mengetahui Adit yang termasuk mahasiswa rajin dan besok akan melewatkan kelas terakhir.

"Ada something sih, udah ya gue tidur, besok jangan lupa kabarin Ra. Good night."

Panggilan singkat itu diputus Adit tanpa menunggu Clara menjawabnya. Ya Clara tidak keberatan sih, malah ia bersyukur Adit yang sangat sibuk masih mau membantunya. Laki-laki itu bilang dia juga sekalian mendokumentasi kegiatan mereka saat masih tahap persiapan.

Dia ingat kemarin saat rapat, Adit langsung menawarkan sebagai orang yang mendokumentasi bagian persiapannya dengan Clara. Padahal ia tahu betul bahwa Abyan yang saat itu ingin mendokumentasi bersama Clara. Dia juga sedikit terheran mengapa festival seperti ini membutuhkan dokumentasi dari tahap awal, yaitu rapat. Tapi dia tidak terlalu memusingkan juga sebenarnya.

Lalu lamunannya itu buyar ketika seseorang menekan bel apartemennya dua kali dibarengi suara yang dia kenal memanggil namanya. Clara berjalan membuka pintu dan terkejut melihat Marva berdiri di depannya.

"Loh Marva?" Clara maju selangkah, melihat mata gadis itu sembab.

Marva terlihat agak berantakan, rambutnya yang diikat sedikit mencuat beberapa helainya, bibirnya bergetar karena sisa sesengguk masih terdengar meski pelan. Ia masih diam, hingga akhirnya Clara menarik pelan lengannya memasuki apartemennya dan mendudukkan sahabatnya itu di sofa.

"Kenapa, Va?" Clara bertanya hati-hati, ia sudah duduk di samping sahabatnya itu.

Marva merogoh ponsel di tasnya, menyalakannya dan menunjukkan chat-chatnya dengan kekasihnya, Nathan. Clara tidak melihat detail karena merasa itu privasi Marva dan Nathan. Ia lebih fokus meniti wajah sahabatnya.

"Dua hari dia nggak bisa dihubungi, tadi gue chat dan untung dibalas. Waktu gue tanya dia kemana aja, dia jawab sibuk sama organisasi dan kuliahnya. Gue tau dan gue mengerti, tapi gue takut karena partner proker nya si Selvi itu," gadis itu kembali menangis tanpa suara, dan tangannya sibuk mengusap airmata yang membasahi pipinya.

Clara menghela pelan, dia paham maksud Marva karena dia juga pernah mengalami masalah semacam itu. Kalau kalian pikir jika dulu berpacaran dengan Devon semua halnya terjadi sangat mulus, maka kalian salah. Ada beberapa yang tidak bisa Clara ceritakan di sini, sebab itu hanya akan menimbulkan luka lama.

Heartbeat 2 [ first snow ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang