"Hachi!" Sava mengusap hidungnya dengan kain berbahan katun yang setadian dipegangnya.
Ia meringis pelan ketika usapan dihidungnya meninggalkan bekas perih. Cewek itu cemberut kesal.
Sudah dua hari Sava tidak masuk sekolah karna hujan-hujanan bersama Raga waktu itu, padahal ia anak baru tapi sudah izin dua hari saja, apalagi sampai sekarang masih belum ada perkembangan, bisa-bisa besok Sava tidak masuk lagi.
Desahan keluar dari bibir Sava. Ia mengangkat sebelah tangannya dan menepelkannya didahi. Ternyata panasnya sudah turun, syukurlah bisa di tolelir untuk besok.
Kemudian matanya menatap jaket yang disampirkan di kursi belajar. Tanpa sadar Sava tersenyum.
Jaket Raga. Tempo lalu saat Raga mengantarnya sampai halte, Sava hendak membuka jaket milik Raga ditubuhnya dan mengembalikannya, tapi Raga malah menolak dengan kata-kata yang sama seperti di pos itu.
"Gue gak mau lo mati."
Kejam 'kan? Tapi Sava hanya tersenyum sambil bergumam terima kasih, yang dijawab anggukan singkat lalu langsung pergi meninggalkan Sava yang masih bertahan dengan senyumnya.
Setelah dipikir-pikir, Raga bukan orang yang buruk kok. Mungkin mereka salah mengartikan sifat acuh Raga. Buktinya, jika memang cowok itu buruk seperti yang teman-temannya katakan, Sava pasti kenapa-kenapa waktu itu. Dan nyatanya sekarang dia utuh!
Sava tersenyum, pertemuan awal mereka itu meninggalkan seutas kenangan untuknya. Tidak manis namun berkesan. Dan entah kenapa, berdiri disamping Raga membuat Sava merasa pantas. Padahal Raga lebih banyak diam ketimbang berbicara.
Tapi kesan cool cowok itu malah semakin menguar, tambah ganteng pula.
"Aaaa! Aku mikir apa sih!" racau Sava sambil menyubit pipinya. Jantung Sava terasa deg-degan loh. Serius!
Cklek!
Suara pintu terbuka membuyarkan imajinasi liarnya, cewek itu menoleh. Ternyata Revan yang masuk sambil membawa mangkok yang Sava yakini, isinya bubur.
"Saatnya makan, adek Abang yang paling cantik."
Sava mendengus geli. Pasti deh, kakaknya ini selalu memperlakukan Sava kayak anak kecil. Menyebalkan!
"Bubur itu gak ada rasanya, Bang. Lagipula aku kenyang!" Ucapnya geregetan. Beneran, Sava gak nafsu sama bubur sekarang.
Mendengar penolakan dari adiknya, Revan langsung mengubah ekspresi wajahnya, kecewa.
"Lima sendok aja deh," bujuknya.
Sava menggeleng malas.
"Oke! Besok gak boleh sekolah!"
A-apa?
"Yah .. Kok gitu! Aku udah dua hari gak sekolah loh, Kak!" Protes Sava tak terima.
Dengan santainya, Revan menjawab, "Makanya jangan pacaran ditengah hujan."
Sava melongo tak percaya. Apa maksud Revan? Apa dia tau jika saat itu Sava dengan Raga?
"Maksud Abang apa sih?"
"Kamu pulang dengan keadaan basah kuyup pake jaket cowok. Kamu pikir Bang Revan gak tau style kamu? Kamu itu 'kan gak suka barang yang berbau tomboy," jelas Revan membuat adiknya itu semakin mematung.
"Eng .. itu a-aku .." ucap Sava menggantung. Dia gak tau mau jawab apa lagi.
"Itu apa?" Revan menaikan alis dengan tatapan menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coloring My Life (Complete)
Teen FictionHighest rank : #208 on teenfiction (30.05.17) Sava tak pernah menyangka jika di sekolah barunya tersebut, dia akan dengan mudahnya jatuh cinta terhadap seseorang. Terlebih lagi, orang itu adalah satu-satunya cowok yang paling disegani (atas kenakala...