Dua bulan kemudian.
***"Si Raga pe'a! Anjir ini gambar apaan?" Jiran tidak henti-hentinya tertawa geli melihat apa yang baru saja Raga gambar. Sementara Raga sendiri hanya menggaruk kepala. Bingung.
"Nggak tau. Gue kalo disuruh gambar hewan nggak bisa," ungkapnya jujur.
Ah, salahkan guru Seninya kenapa harus menugaskan anak kelas XII untuk menggambar? Seharusnya kalau memang tidak masuk kelas tidak perlu memberi tugas, 'kan? Menyusahkan saja.
Akhirnya, karna jengkel, Raga menutup buku tulisnya. Menjitak kepala Jiran yang masih saja tertawa.
"Diem nggak lo! Gue gorok, nih!" ancam Raga, namun dengan nada bergurau. Kemudian ikut tertawa juga.
Sekarang, sudah banyak yang berubah. Rambut Raga tidak lagi berwarna cokelat, sebab sudah mendekati UN, ia harus menjadi murid teladan. Rambutnya juga dipangkas, sedikit lebih rapi dari sebelumnya. Raga tidak pernah bolos pelajaran lagi, Raga selalu patuh pada guru. Dan, Raga juga sudah bisa tertawa lepas, tidak lagi murung.
Intinya, hidup Raga berubah banyak, sejak hari itu.
"Raga, nanti balik bareng, ya? Awas lo ninggalin gue!" suara seseorang menginterupsi kekehan Raga.
"Uuh, Nyonya Besar takut ditinggalin!" goda Jiran pada orang itu.
Raga hanya tersenyum. Dia juga sudah menemukan kehidupan baru.
"Iya, Kaila, lo jangan lemot makanya."
"Dih!" gadis bernama Kaila itu bersedekap, menatap Raga jengkel. "Kalo bukan cowok, gue bunuh lo!"
Tawa Raga dan Jiran lepas begitu saja saat mendengarnya. Yang benar saja? Apa tidak ada hal yang lebih lucu lagi selain perempuan mengancam laki-laki? Dengan kata-kata itu pula!
Dengan gemas, Raga menyubit pipi gadis yang duduk di meja depannya itu. "Kalo ngancem yang bermutu," ucapnya geli.
Kaila menepis tangan Raga. "Sebel gue sama lo!"
"Kalo gue sayang sama lo," sahut Raga seraya tersenyum geli.
"Aideeeh! Gombalnya nggak nahan!" jerit Jiran seperti perempuan, menggoyang-goyangkan tubuh Raga histeris.
Kaila memutar bola mata. "Najis!"
Raga pun tertawa lagi. Baginya tidak ada yang lebih menyenangkan selain menggoda seorang Kaila Nuril.
"Ga!" Akbar, teman sekelasnya memanggil dari meja sebelahnya. "Nanti istirahat bola, yuk? Ama bocah nanti gue bilangin," ajaknya.
Raga mengangguk. "Oke."
"Ada hadiahnya gak kalo menang?" celetuk Jiran.
Akbar mengacungkan jempol. "Jangan khawatir. Tim yang menang bakal ditraktir," katanya kemudian tersenyum aneh. "Hari ini lawan anak basket."
Raga dan Jiran saling berpandangan, sebelum akhirnya sama-sama menyeringai.
"Ketemu Si Kodok Ijo, Ga!" heboh Jiran.
"Yoi!"
Yang dimaksud Kodok Ijo adalah Eza. Panggilan itu didapat karna beberapa waktu lalu, Raga tanpa sengaja menemukan boneka kropy di lemari kamar Eza, ketika Raga sedang berkunjung ke sana. Oh, ya, ngomong-ngomong Eza dan Raga sudah kembali ke tempat masing-masing sekarang.
Kring!
Bunyi nyaring itu lantas membuat seluruh kelas bersorak bahagia.
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Coloring My Life (Complete)
Teen FictionHighest rank : #208 on teenfiction (30.05.17) Sava tak pernah menyangka jika di sekolah barunya tersebut, dia akan dengan mudahnya jatuh cinta terhadap seseorang. Terlebih lagi, orang itu adalah satu-satunya cowok yang paling disegani (atas kenakala...