Ingin Kasih Sayang

7.6K 537 7
                                    

Coloring My Life : Chapter 17

Eza menatap Sava--yang mulai menangis--dalam diam. Tetap tenang tanpa berdiri dari posisinya sekarang. Lama terdiam, hingga akhirnya Eza memutuskan untuk segera menghampiri cewek itu di mulut pintu.

"Kenapa?" tanyanya pelan, sorot matanya menggambarkan kelelahan. Beda halnya dengan Sava. Dia justru menatap Eza seakan ingin melenyapkan cowok itu dari dunia ini. Eza menghela nafas lalu berbicara, "ada ap--"

Plak!

Bagai kaset rusak, adegan itu terus terulang di kepala Eza. Dia memegang pipinya yang memerah, menatap tak percaya cewek yang biasanya selalu bersikap manis di hadapannya itu. Sava menamparnya. Sesuatu yang tak pernah Eza alami selama dia bernafas.

Mendadak, darahnya mendidih, "lo apa-apaan, cewek sialan!" bentak Eza.

"Lo yang apa-apaan, dasar brengsek!" balas Sava, tak kalah keras. Air mata tak hentinya berhenti mengalir. "Apa yang lo lakuin sampe Kak Raga koma begitu, hah?!"

Kedua tangan Eza terkepal kuat. Diam tak menjawab.

"Lo 'kan yang berniat ngebunuh dia?! Kenapa? Apa salah Kak Raga sama lo?!" air mata Sava berhenti. Berganti dengan gemuruh hebat dalam dadanya.

Eza tetap diam.

"Kenapa? Lo nggak bisa jawab?" Sava berdecih. "Tau nggak? Yang seharusnya ada di ranjang rumah sakit itu lo, Eza! Lo nggak pantes hidup karna sifat jahat lo! Lo perusak kebahagiaan Kak Raga!"

Kepala Eza merunduk.

Emosi Sava semakin tersulut. "Dari kecil, anak yang seharusnya masih dapet limpahan kasih sayang orangtua, Kak Raga malah hidup di tempat antah-berantah dan dapet perlakuan nggak sepantesnya di sana. Itu karna siapa? Meski dia nggak bilang itu karna lo, tapi gue pastiin, sumber kehancuran dia itu cuma lo! Elo!"

Berhenti, Sava, gue mohon ...

"Sebenernya apa salah Raga kecil sama lo, dulu? Apa dia bikin kesalahan fatal?"

Berhenti, Va ...

"Dia itu anak pungut, Za! Tau kenyataan itu aja pasti berat buat dia! Tapi apa yang lo lakuin sekarang? Dari kecil sampe sekarang, Kak Raga nggak pernah terlihat bahagia! Perilakunya keras, dia brutal, tapi itu karna apa? Dia nyari pelampiasan atas semua ke nggak adilan yang selama ini dia alamin!"

Cukup ...

"Lo punya hati nggak, sih?!"

"CUKUP, SIALAN! CUKUP!" Eza maju selangkah, dan--

BUG!

Ia mengangkat wajahnya, menatap Sava penuh amarah serta menikmati ekspresi kaget cewek itu ketika ia memukul tembok tepat di samping kusen pintu. "Iya. GUE BERNIAT BUNUH RAGA DAN GUE NGERUSAK KEBAHAGIAANNYA SELAMA INI! Lo puas? LO PUAS SEKARANG?!"

Hening.

Tes!

Netra Sava membulat. Air mata pertama seorang Eza membuat Sava terdiam dengan tubuh bergetar. Ditambah jarak mereka yang sangat dekat. Dan pukulan itu, Sava ... syok.

"Lo nggak tau apa-apa ...," Eza berbisik lirih namun tajam. "Lo nggak tau apa-apa, Savalea. Selama ini, yang kurang kasih sayang adalah gue. Gue korban, bukan orang yang lo bela itu.

"Seandainya dulu ayah adil, semuanya nggak akan begini. Karna lo nggak ngerti, jadi tolong," Eza mundur teratur. "Jangan judge gue seolah lo tau segalanya." setelah itu ia pergi, melewati Sava yang masih terpaku.

Apa ini?

"Nggak adil?" cicit Sava, ia menjatuhkan tubuhnya, menangis tersedu tanpa peduli jika saja ada yang melihat.

Coloring My Life (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang