Eza Giffari Prananda

9.3K 571 8
                                    

Coloring My Life : Chapter 12

"Hah, serius Bu Nina itu ada dua? Mereka kembar?!" pekik Niko pada Fadith, teman sebangkunya, dengan mata membulat penuh.

Fadith mengangguk mantap. "Ya. Apa sebelumnya lo pernah ngeliat kepala sekolah kita?" tanyanya.

"Em ..." Niko memegang dagu, seolah berpikir, "gue pikir belum. Apa muka mereka bener-bener mirip? Bu Nina kepsek dan Bu Nina TU? Wow!"

Cengiran terpampang jelas di wajah Fadith, "Asal lo tau, sebenernya, nama Bu Nina TU itu Nani. Cuma, karna anak-anak di sini pada manggil Nina, jadi kebiasaan terus, deh. Tapi, muka mereka gak bener-bener mirip, kok! Bu Nina itu ada tahi lalat di pipi kirinya," jelasnya.

Kepala Niko mengangguk-angguk paham. "Ah, jadi gitu ... terlalu unik, ya, Bintang Garuda. Eh, ngomong-ngomong, kalo saudara kembar itu sama-sama kerja di sini, apa itu bukan termasuk KKN?" tanyanya sok tau.

Dan langsung dibalas jitakkan pelan dari Fadith.

"Kagak lah, Bodoh!"

Niko mengusap kepalanya sembari meringis kemudian tersenyum tiga jari, menyadari kemunduran otaknya.

"Pagi, teman-teman!" seruan ceria itu membuat perhatian Fadith dan Niko teralihkan. Memandang ke arah Sava yang baru saja datang lalu duduk untuk sekedar berbincang pada teman-temannya yang lain, kemudian berlalu ke luar lagi.

Wajah Niko mengeras, matanya menyalang tanpa sadar. Kejadian tempo lalu masih membekas dipikirannya. Tuduhan tak berbukti itu ...

"Dulu, gue sempet suka sama dia. Tapi begitu tau Sava pacaran sama Raga, gue langsung mundur," aku Fadith dengan senyum tipis tersungging di bibirnya.

Namun, Niko seperti tidak menangkap apa pun yang temannya itu ucapkan. Ia masih menatap tajam pintu kelas, meski padahal tidak ada siapa pun di sana. Asumsinya melalang buana.

Jadi, karna dia pacar si brengsek Raga, dia jadi asal nuduh gue seenaknya! Batin Niko menggeram.

Yah, tak bisa dipungkiri, Sava menghancurkan mood paginya.

____

Sava bersenandung kecil ketika melewati koridor, berjalan riang menuju tempat teman-temannya berada. Sesekali ia mengangguk sopan pada siswa siswi yang menyapanya. Hingga saat kakinya melewati kelas XII IPS 3, matanya tanpa sengaja bertemu pandang dengan orang yang sangat Sava hindari.

Gawat! Batinnya memberi peringatan.

Sebisa mungkin Sava bersikap biasa dan berjalan sambil menundukkan kepala. Namun, keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Di hadapannya, Sava melihat sepatu hijau sudah berdiri tegak, menghalangi jalannya. Dengan enggan, Sava mendongak.

"Ada apa, ya?" tanya Sava, mencoba tetap tenang. Dalam hati, ia benar-benar berharap, Raga datang diwaktu yang tepat.

Dilihatnya, cowok itu tersenyum lembut (lebih terkesan palsu) bagi Sava. "Hai, anak kelas dua, ya?" tanyanya.

Basa-basi membosankan! Batin Sava sebelum akhirnya mengangguk malas. Masalahnya, kini beberapa pasang mata mulai mengarah pada mereka berdua. Memandang ingin tau apa yang terjadi. Dan Sava benci menjadi pusat perhatian.

"Dan gue denger juga, lo pacar dari anak paling badung di sini?" lanjutnya seraya menyeringai.

Tanpa sadar, Sava mendelik. Itu, sih, pelecehan namanya! Batinnya lagi.

"Kalo iya kenapa? Dan kalo enggak juga kenapa?" balas Sava sinis. Ugh, dia mulai gerah berada lama-lama dengan orang macam ini.

Cowok itu tertawa ringan. "Enggak apa-apa, cuma nanya. 'Kan kalau lo masih sendiri, gue bisa ngambil hati lo. Ya, 'kan?"

Coloring My Life (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang