Coloring My Life: Chapter 11
Raga melangkahkan kaki lebar-lebar menuju kerumunan tersebut, membelahnya kemudian menatap lurus pada sosok di tengah kerumunan yang sedang asik men-dribble bola basket lalu menggiringnya ke ring. Dan dalam sekali lompatan, bola itu meluncur dengan piawainya.
Orang itu memasang senyum sejuta pesonanya pada siswi-siswi yang memuji heboh, masih tidak menyadari keberadaan Raga yang terus menatapnya. Hingga akhirnya ... tatapan mereka bertemu.
Bibir tipis itu mulai mengeluarkan seringaian penuh makna ...
"Wah! Ganteng banget itu cowok! Ya 'kan, Va?"
Kepala Raga sontak menoleh ke arah sumber suara yang tak berada tak jauh darinya. Bukan, bukan orang yang berteriak yang menjadi pusat perhatiannya, melainkan cewek berbandana pink lah yang menjadi pusat pemerhati Raga.
Tidak! Dia tidak boleh melihat Sava!
Dengan sekali gerakkan, Raga berlari ke arah cewek itu, menarik tangannya lalu membawa Sava ke dalam dekapannya. Memeluknya begitu erat seakan Sava adalah benda yang tak boleh terjatuh ke tangan siapa pun.
Bersamaan dengan deru nafasnya yang berulur cepat, Raga berkata, "Dia milik gue!" tepat di sebelah telinga cewek itu. Membuat Raga merasakan, cewek dalam pelukannya itu menegang.
Keadaan yang tadinya riuh mendadak hening. Memandang bingung Raga dan Eza bergantian. Begitupun Jiran serta teman-teman Sava yang juga memandang mereka terkejut.
"Dia ... punya ... gue!" ulang Raga sekali lagi. Bola matanya berkilat penuh amarah juga ketakutan yang mendominasi.
"Raga?" Jiran memberanikan diri untuk menyentuh bahu Raga.
Tubuh Raga perlahan melemas, nafasnya pun mulai teratur. Ia semakin mengeratkan pelukkannya pada raga mungil Sava sebelum akhirnya melepaskannya. Mata Raga bertemu pandang dengan sorot mata penuh tanya milik Sava. Raga menggeleng kemudian menggamit tangan Sava keluar dari kerumunan. Tanpa diikuti Jiran atau siapa pun.
Setelah Raga dan Sava menghilang dari jarak pandang, Jiran memutar tubuh menghadap Eza, memandang cowok itu dengan mata menyipit. Dan dibalas Eza dengan senyum yang tak sampai matanya.
____
"Kakak kenapa?" tanya Sava, entah untuk yang ke berapa kalinya. Bingung menatap Raga yang hanya terdiam sejak sampai di sini, di atap.
"Kalo gak ada gue, jangan pernah sekalipun untuk dekat-dekat sama orang itu," peringat Raga pada akhirnya. Dia mengangkat kepala yang setadian menunduk. "Please," sambungnya memohon.
Sava memegang sebelah tangan gemetar Raga. "Memangnya ... siapa dia?" tanyanya hati-hati. Ia takut melukai Raga yang terlihat ketakutan.
"Dia," Raga menahan kalimatnya, "dia adalah perenggut kebahagiaan gue, dia penghancur hidup gue."
Kalimat yang ingin Sava keluarkan mendadak tertelan kembali kala mendengar perkataan Raga. Bukan, bukan masalah perkataan yang membuat Sava bungkam, melainkan sorot mata cowok itu yang menyiratkan kesedihan. Seolah menegaskan betapa menderitanya ia akan suatu kejadian.
"Cuma lo satu-satunya yang gue punya, Lea, cuma lo!" seru Raga.
Tapi Sava diam termenung. Memikirkan ucapan Raga, memikirkan apa pengaruh cowok tadi pada Raga, dan memikirkan apa yang telah cowok tadi lakukan pada Raga hingga jadi begini.
Selama Sava mengenal Raga, ia tak pernah sekalipun melihat Raga seterpuruk ini. Hari ini, Raga yang terlihat berani sangat berbeda dari biasa. Ia kacau juga menyedihkan. Terlalu banyak rahasia yang dalam kehidupan cowok itu. Namun yang jelas, Sava merasa iba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coloring My Life (Complete)
Novela JuvenilHighest rank : #208 on teenfiction (30.05.17) Sava tak pernah menyangka jika di sekolah barunya tersebut, dia akan dengan mudahnya jatuh cinta terhadap seseorang. Terlebih lagi, orang itu adalah satu-satunya cowok yang paling disegani (atas kenakala...