Maaf

7.7K 520 9
                                    


Coloring My Life : Chapter 37

[PS : SORRY FOR TYPO. CHAP INI NGGAK DILIAT LAGI SOALNYA. HEHEW. HAPPY READING💕]

     Sava berulang kali memperhatikan penampilannya di depan cermin, memeriksa apakah seragamnya kusut atau tidak. Kemudian, matanya beralih memandang jendela. Dahinya mengerut samar saat melihat rintikan hujan yang turun.

"Pasti di luar dingin," gumam Sava, lesu, ia kembali duduk di kasur. "Jadi males sekolah."

Lalu, Sava melirik sesuatu yang tergantung di belakang pintunya. Jaket milik Raga. Masih di sana dan akan tetap di sana karna Sava enggan mengembalikannya pada Raga. Kenapa? Tentu saja karna Sava malas melihat laki-laki itu.

Sava berdecih. "Bohong banget," ledeknya pada diri sendiri. Melangkah ke arah pintu lalu diambilnya jaket itu, dipeluk erat-erat.

Cuma ini yang bisa Sava lakukan, setidaknya untuk sekarang, sebelum ia benar-benar membuang Raga dalam hidupnya.

____

"Sava!" suara Dian dari depan pintu ruang ekskul mengalihkan perhatian Sava yang sedang mengeringkan payung.

Senyum Sava melebar. "Dian! Kamu tumben dateng pagi?"

"Lha? Emang harusnya dateng pagi, 'kan?"

Mata Sava menyipit sebelah, geli pada kalimat Dian barusan. Temannya ini memang suka sekali menyangkal. Padahal jelas-jelas Dian selalu datang ketika bel masuk hendak berbunyi.

"Terserah kamu aja, deh," pasrah Sava, kemudian menggandeng tangan Dian untuk berjalan bersama ke kelas masing-masing. "Kamu abis ngapain di ruang ekskul?"

"Tidur." Dian nyengir. "Di sana sepi, enak."

"Kayak nggak punya kasur aja, sih, Dian, segala tidur di sana," ucap Sava tidak habis pikir.

Dan Dian meresponnya dengan kekehan, lalu keheningan meliputi keduanya. Hingga langkah mereka tiba-tiba terhenti karna Dian yang menahannya.

"Tunggu. Lo yakin mau lewat sini?"

Sava mendongak, menatap Dian tidak mengerti. "Emang kenapa?"

Dagu Dian menggedik ke depan. Menyuruh Sava untuk mengalihkan pandangan. Dan seketika, mood Sava turun drastis saat melihat orang yang sudah tiga hari ini berusaha ia hindari, sedang mengobrol bersama Gean dan Bilal di depan pintu kelas mereka.

Sava menelan saliva. "Jalan aja," katanya sambil membuang muka.

"Raga ngeliatin lo."

Perkataan Dian sukses membuang jantung Sava berdebar tidak jelas. Dia melirik sekilas, dan benar saja, Raga memang menatapnya dengan pandangan yang--sialnya--sama seperti dulu.

"Ini saatnya lo nunjukin kalau lo nggak selamanya bergantung sama dia," bisik Dian.

Sava menaikkan sebelah alis. "Terus aku harus gimana?"

Dian melebarkan mata. Kilatan penuh semangat berkobar di sana. "Kasih liat sisi lain lo. Bertingkah seolah lo sama sekali nggak terpengaruh sama kepergian dia."

Wajah Sava berubah memelas. "Tapi--"

"Cuma bertingkah, Va. Gue juga paham kalau ngelupain seseorang nggak segampang itu," potong Dian cepat.

Sava menghela nafas. Otaknya berpikir, mencari sebuah tindakan sebelum ia benar-benar melewati Raga. Dan, Sava menemukan ide. Meski Sava tidak yakin jika ini akan terdengar masuk akal.

Sava menarik nafas sambil menaikkan dagu, angkuh. "Dian, jangan lewat sini! Ada Kesemek!"

Gean, Bilal, Dian, bahkan Raga sendiri tidak lepas dari rasa heran dan bingung saat mendengarnya. Terutama Dian yang kini sudah ditarik pergi Sava berbalik arah.

Coloring My Life (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang