Coloring My Life : Chapter 13
Raga memasuki villa dengan nafas tak beraturan, memandang sekekeliling ruangan, berusaha mencari keberadaan Diana atau Hamdan. Namun di ruang tamu, tidak ditemukan siapa pun di sana. Kemudian ia berlari lagi ke arah dapur, dan ternyata tetap tidak ada.
"Sial, mana, sih, mereka?" gerutu Raga, emosi benar-benar sudah tidak bisa ia tahan lagi.
Samar-samar Raga mendengar suara obrolan ringan dari halaman belakang villa, tanpa menunggu lama lagi, cowok itu segera melesat ke sana sampai saat pintu belakang dibukanya, angin segar langsung menimpa wajahnya. Sungguh menyenangkan jika dinikmati dengan perasaan lepas. Tapi, tidak kali ini.
Sekarang, Raga harus segera kembali lalu menyelesaikan masalahnya dengan si keparat Eza!
Matanya kembali berpendar, mencari di mana asal suara itu berasal, hingga akhirnya perhatiannya terhenti pada pasutri yang tengah terduduk santai, sambil sesekali melakukan sentuhan ringan seperti mengusap dahi Diana atau lain sebagainya.
Raga terdiam sejenak. Dari tempatnya berdiri sekarang, ia bisa melihat betapa bahagianya Diana saat ini. Senyum sumringahnya beserta Hamdan yang terlihat begitu antusias. Apakah Raga sanggup merusak kebahagiaan wanita paruh baya tersebut?
Oh, Tuhan, Raga dilema!
Tapi ia sungguh tidak ingin bertindak lama. Buru-buru Raga melangkahkan kakinya menuju Diana dan Hamdan. Tapi sebuah percakapan membuat langkah kaki itu terhenti.
"Apa doa kamu saat ini?" tanya Hamdan sembari memandang lurus sesawahan dan sungai bebatuan di bawah dataran villa.
Diana tersenyum semakin lebar, ia menautkan jari-jemarinya dengan milik Hamdan. Kemudian ikut mengarahkan pandangan yang sama. "Aku tidak meminta lebih, saat berkurangnya umurku ini, aku ingin menjadi yang terbaik untuk keluargaku, untukmu, dan untuk anak kita, Raga."
Deg!
Kepalan tangan Raga perlahan melonggar, bersamaan dengan perasaan dilemanya yang juga mulai menghilang.
Raga sudah memutuskan, saat ini ia tidak mungkin egois hanya untuk menolong Sava sementara keluarganya di sini pun sedang terlihat sangat bahagia. Dan doa tadi, jujur sudah membuat mata Raga nyaris berkaca-kaca karna tersentuh. Dia tidak ingin menyakiti Diana dan ... Hamdan.
Lea, maafin gue. Batin Raga sendu.
_____
"Sava ... ada apa?" tanya Dian, satu-satunya orang yang paling khawatir di antara kedua temannya yang entah ada di mana. Ia mengusap bahu Sava berkali-kali agar tangisnya cepat mereda.
Namun bukannya berhenti, tangis Sava malah semakin kencang, kemudian cewek itu mendongak dan memeluk Dian kuat. Beberapa pasang mata di kelas mulai memperhatikan mereka berdua.
"Aku takut, Dian, hiks!" ucap Sava tersendat-sendat.
Dian terdiam tidak menjawab apa pun. Tangannya tidak berhenti untuk terus mengusap bahu Sava. Ia masih belum tau apa permasalahan yang sebenarnya, dan ia yakin, kedua temannya yang lain itu pasti sedang mencari tau. Alasan kenapa Sava menangis saat hari masih terhitung pagi.
"Ian," panggil seseorang, Shalsa, seraya menepuk bahu Dian. "Ke luar sebentar, ada yang mau kita omongin," lanjutnya tampak serius, begitupun Lena yang berdiri di depan pintu kelas.
Dian mengangguk, lalu melepaskan pelukan Sava pelan-pelan, membiarkan cewek itu menangis atau menenangkan dirinya sendiri dulu. Kemudian ia bangkit dari kursi milik Shalsa dan mengikuti Shalsa serta Lena ke luar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coloring My Life (Complete)
Teen FictionHighest rank : #208 on teenfiction (30.05.17) Sava tak pernah menyangka jika di sekolah barunya tersebut, dia akan dengan mudahnya jatuh cinta terhadap seseorang. Terlebih lagi, orang itu adalah satu-satunya cowok yang paling disegani (atas kenakala...