Do You Love Me?

6.6K 484 4
                                    

Coloring My Life : Chapter 30

"SAYANG!"

        Segera saja, Raga menjauhkan ponsel dari telinga, melihat layarnya dengan mata menyipit. Dari Diana ternyata. Pantas saja suaranya hampir membuat telinga Raga rusak. Kemudian dia menatap jam dinding di kamar. Baru pukul enam lewat sepuluh. Ya, ampun ... kenapa harus menelepon pagi-pagi sekali, sih?

"Hm?" Gumamnya lalu menguap lebar-lebar, mengusap wajah dan mengubah posisi menjadi duduk. "Ada apa, Bu?"

"Jam delapan berangkat, ya? Takut macet kalau terlalu siang."

Berangkat? Raga mengernyitkan dahi. "Apaan, Bu?" Tanyanya ulang. "Berangkat ke mana?"

"Kamu baru bangun, ya?"

"Iya," Raga menggaruk kepala, malu saat mendengar Diana bertanya meledek. "Emang kita mau ke mana?"

"'Kan mau piknik."

Menghela nafas, Raga tiduran lagi dan menarik selimut. "Saya nggak ikut," katanya sambil memejamkan mata. Raga benar-benar malas ke mana pun pada hari libur ini.

"Ibu sama Eza mau ke makam Tante Airin dulu. Pokoknya nanti kamu harus ikut! Sekarang mending kamu mandi."

Ibu Diana yang cerewet! Ingin sekali Raga mengatakan itu, tapi dia sendiri bahkan sudah bosan mengatakannya. Jadi yang ia lakukan hanya berdeham. Namun, Raga tetap tidak akan ikut.

"Oh, ya, kalau kamu nggak ikut, terpaksa Eza yang jagain Sava di sana."

Seketika kantuk Raga menghilang.

Sial! Diana selalu punya cara untuk memaksanya.

____

        Senyum penuh kemenangan dari Diana lantas membuat Eza yang berdiri di sampingnya ikut tersenyum. Seperti magnet. Diana tampak ceria pagi ini.

"Bunganya udah dibawa, Nak?" Tanya Diana setelah mengusap pipi Eza.

Laki-laki itu mengangguk. "Udah, Tante. Ada di mobil."

"Oke. Kita berangkat sekarang."

   Mereka pergi ke pemakaman menggunakan mobil Hamdan--Eza yang menyetir. Berbincang panjang lebar mengenai sekolah Eza mau pun tentang pergaulannya. Tentu saja Eza hanya menceritakan point yang pantas didengar saja. Dia tidak ingin Diana memandangnya buruk.

"Dulu, Airin itu cantik banget, Za," kata Diana dengan pandangan menerawang ke jalan raya. Senyum tidak lepas dari bibirnya. "Bunda kamu itu kembang desa. Rambutnya panjang, punya lesung pipi, dan kulitnya kuning langsat. Pokoknya cantik, deh."

Eza terkekeh. "Tante juga pasti cantik karna sampai direbutin sama dua orang," candanya.

Tawa Diana mengalun. "Tante cuma menang putih aja. Wanita paling cantik di jaman kita tetap Airin."

"Makanya saya ganteng, ya, Tante?" seloroh Eza, membuat Diana terkekeh lagi lalu memukul pelan bahu anak laki-laki tersebut.

"Kalian berdua emang ganteng. Tapi, tante akuin kalau kamu emang sedikit lebih ganteng dari Raga."

"Tante mau tau nggak?" tanya Eza sewaktu berhenti karna lampu merah, tatapannya beralih pada Diana. "Dulu saya itu playboy, lho," jelasnya bangga.

"Tante tau. Keliatan dari muka kamu."

"Ah, ya ampun Tante frontal banget." Eza tertawa sambil menarik persneling mobil. "Tapi, saya udah tobat. Karna saya inget Bunda. Saya 'kan nggak mau kayak Ayah."

Diana seketika diam. Menatap pada Eza yang masih tersenyum. Namun, Diana tau kalau itu semua hanya benteng. Membuatnya lantas mengusap kepala Eza.

Laki-laki itu menoleh sekilas. "Saya nggak apa-apa, Tante. Jangan pasang ekspresi sedih begitu."

Coloring My Life (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang