Kawin

120 16 0
                                    

Eunbi termenung di mejanya. Menatap kosong komputer di depannya sekarang ini. Bahkan berkas-berkas di mejanya masih bertumpukan. Kata-kata itu selalu terbayang di benak Eunbi saat ini. Soal ibu dan ayahnya yang ingin dia segera menikah.



*Seminggu yang lalu*

Eunbi tiba di Magelang, kampung halamannya. Tapi dia segera disambut oleh ibu dan ayahnya, yang memang menunggu kedatangannya kali ini. Bertahun-tahun di Jakarta, dan akhirnya dia bisa pulang lagi setelah sekian lama.

Tiba di rumah pun, ada begitu banyak orang yang juga adalah keluarga. Memang, ini seperti acara keluarga, untuk menyambut kedatangannya.

Suasananya aman-aman saja, sampai malam mulai tiba. Semuanya sudah tidur, termasuk sepupu ataupun keponakannya. Dan tinggal Eunbi, ayah dan ibunya yang tampak serius untuk berbicara.

"Ada apa ya, ayah? Ibu? Ada masalah?" tanya Eunbi sambil menyajikan teh dan kopi untuk mereka. Dan duduk di sofa untuk mendengarkannya.

"Nak, ibu sudah lama ingin mengatakan ini secara langsung sama kamu. Tapi, tidak apa-apa kan, kalau ibu bilang sekarang?"

"Ya gapapa dong bu, ada apa? Uang yang eunbi kirim gak cukup ya?"

"Ini bukan masalah uang, nak. Ini mengenai masa depan kamu kedepannya."

Eunbi tertegun mendengar nada suara ayahnya yang serius. Eunbi sedikit bergetar dan tangannya tidak bisa diam, hanya terus menggenggam jari-jari.

"Ibu pengen, kamu, cepat menikah."

Eunbi melotot dan menganga. Agak tidak sopan sebenarnya tapi dia terkejut mendengar itu. Menikah? Nikah? Dia? Sekarang?

"T-tapi eunbi masih muda, bu. Eunbi belum berniat menikah."

"Cuma kamu satu-satunya harapan ibu dan ayah, nak. Anak ibu cuma satu, cuma kamu doang. Sepupu kamu yang umurnya tidak beda jauh dari kamu saja sudah menikah. Tetangga dan kerabat jauh saja sering tanya kamu kapan nikahnya."

"Ayah juga pengen kamu cepat nikah. Biar ayah bisa lihat cucu ayah nanti."

"Yah, eunbi, belum siap aja gitu, jalani rumah tangga. Ini seumur hidup lho, ayah, bu."

"Justru itu, ayah pengen kamu cepat-cepat nikah, biar bisa belajar jadi ibu rumah tangga seperti ibumu. Gak baik juga kalau kamu keterusan jomblo sampai sekarang." ujar ayahnya sambil meminum kopinya. Ibunya pun setuju dengan pendapat ayahnya.

"Heum, bisa gak, ayah dan ibu kasi waktu buat eunbi berpikir? Eunbi perlu pikir-pikir lagi ya, ayah, ibu. Eunbi juga perlu waktu untuk bersiap-siap."

"Yasudah, sebisamu saja ya nak, maaf kalau ibu dan ayah terlalu memaksa kamu untuk cepat-cepat nikah. Tapi sebaiknya, kamu harus cepat juga, umur kamu juga sudah matang untuk nikah. Hubungi saja ibu dan ayah, kalau sudah siap. Nanti ibu dan ayah carikan pria."

"Eh gak usah bu. Biar eunbi yang cari sendiri. Ibu dan ayah tenang aja. Insya Allah, jika eunbi udah dapat jodoh, eunbi ajak ke sini."

Ibunya mengangguk setuju begitupun ayahnya. Dan satu lagi

"Ingat nak, usahakan kamu cari jodoh, yang seiman, baik, sikapnya juga bagus, dan bisa pimpin keluarga kamu kelak. Jangan sampai kamu salah pilih pria, dan itu merugikan kamu kedepannya."

*Tamat*



"Hoy, ngapain bi?"

Tiba-tiba mejanya dipukul oleh Yuta. Ada pula Taeyong didekatnya, menatapnya heran.

NEOZONESURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang