Titik Lelah.

151 13 0
                                    

Nazlim merebahkan kepalanya saat tugasnya selesai. Ia memandang punggung sang pacar dari belakang yang masih asik memainkan laptopnya. "Jen.."

Yang dipanggil hanya berdehem saking asik dengan pikirannya. "Hm?"

"Jennn" kali ini sedikit nada rajuk terdengar dari pria di belakangnya.

Seakan mengerti Jenan membalikkan badannya. Menghadap Nazlim yang berbaring di karpet kamarnya. Tidak ada perkataan keluar sejak Jenan menatap Nazlim dengan alis terangkat.

"Gue capek." Keluhnya.

"Istirahat." Jenan mengambil tangan mungil itu untuk di elus. Ia tau maksud dari perkataan Nazlim apa setelah apa yang terjadi kemarin malam. Sampai-sampai anak itu kabur ke rumahnya.

Seakan tak yakin. "Boleh?." Nazlim bertanya.

Jenan hanya mengangguk. Mengusap kepala lelaki di depannya dengan lembut. "Kalau kamu cape. Bisa istirahat. Tapi jangan kelamaan, aku ga bisa berjuang sendirian, Na."

Nazlim hanya memejamkan matanya merasakan elusan Jenan. Dunia terlalu jahat bagi mereka yang tidak bersalah.

Nazlim dan Jenan hanya ingin tempat-meskipun kecil tapi nyaman- di dunia ini. Tapi, seakan mereka tidak hidup. Mereka tidak diberi tempat oleh semesta. Tidak diberi pilihan untuk memilih takdir.

Dunia punya norma, Nazlim dan Jenan tahu dengan betul. Hanya saja terima pernyataan mereka, jika mereka tidak pernah salah meskipun dunia punya norma. Perjuangan itu hanya mereka yang tahu kapan akan berhenti--

Hubungan yang menurut dunia salah. Tapi sempurna di mata keduanya.

Tertanda, Jenan dan Nazlim yang mencari tampat nyaman di dunia yang keras.

Norma - Nomin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang