Bunda dan Dia.

18 8 3
                                    


ada yang suda siap dengan ending nya? wkwkwk so lets gooo~

.....

.....

Akhir minggu Nazlim kembali mencoba kembali pulang ke rumah. Meski ia tahu ada Bapak di sana. Meski ia tahu mereka tidak akan akur sampai Nazlim sendiri yang menyerah. Namun, jangan lupa jika Nazlim sama keras nya dengan Bapak.

Bunda pagi itu menyiramin tanamannya di depan dengan senyuman cerah menyambut anaknya yang sekarang seperti bang toyib. Jarang pulang. "Pagi sayang!."

"Pagi Bun, kangen...!!" Lelaki berumur 20 Tahun itu berlari untuk memeluk Bunda.

Hubungannya dengan Bunda memang masih dekat. Berbeda jauh dengan Bapak. Bunda masih meperilakukannya dengan lembut, meski...

"Hari ini kamu anter Bunda sama Kayla belanja ya. Sekalian mampir di rumah Kayla supaya kamu kenal mereka. Kan kamu juga harus bisa ngambil hati calon mertua kamu loh."

Meski Bunda masih berusaha membuat jalan Nazlim kembali lurus, dengan perempuan bar-bar modelan Kayla. Ya, Bunda sendiri tidak tahu mengenai itu. Hanya saja Nazlim lama-lama juga lelah. Setiap minggu Bunda melakukan ini padanya.

Jenan juga tidak tahu mengenai ini, jadi tolong jaga rahasia ini. Biarkan Nazlim yang akan memberitahu lelaki itu. Mengenai Kayla.

....

....

Yang Nazlim tidak mengerti, keluarga Kayla begitu menerimanya. Padahal sedari bulan kemarin-kemarin Nazlim menjadi tranding topik di Bandung karena pernyataannya. Hingga dengan lancarnya Ayah dari Kayla bertanya mengenai.

"Jadi, kapan nih kamu lamar anak saya?."

"Eh?." Sautan Nazlim terdengar bingung. Tentu saja ia tidak mengerti.

"Kayaknya bulan depan bulan bagus deh." Dan itu Bunda yang berkata. Dengan santai tanpa beban.

Mata Nazlim nyaris copot menatap Bunda dan Kayla yang kini asik berdua, membicarakan dessert resto yang begitu manis. Padahal di sini Nazlim butuh kejelasan. Dirinya seperti terjebak di alur dan rangkaian janji milik Bunda.

"Yasudah, Nazlim saya tunggu kamu bulan depan dirumah. Lelaki sejati yaitu lelaki yang menepati janjinya."

"Loh? Yang bilang tadi itu Bunda saya, Pa."

"Bunda kamu yang menentukan, berarti kamu sudah memutuskan. Terimakasih karena sudah menerima Kayla yang sedikit sulit diatur." Lelaki tua bersetelan jas hitam itu menepuk punggung Nazlim beberapa kali.

Mata Nazlim memejam menahan amarah. Bunda memihak norma dunia dengan menyakiti anak semata wayangnya. Bunda dengan caranya, Nazlim terlalu benci.

....

....

"Bunda ga bisa gitu! Aku masih kuliah dan aku juga ga suka sama Kayla. Bunda sendiri ga tau kelakuan liar perempuan itu gimana? Dan aku juga masih sayang sama Jenan."

Bunda melempar sedikit gelas yang sedang ia cuci di wastafel. Membuat Nazlim tersentak kaget. "Kalau ga diginiin, kamu ga bisa berubah Naz. Jangan pikir Bunda ga cape. Bunda cape mikirin cara apa yang bisa Bunda lakuin bawa kamu kembali dengan cara paling lembut ke paling keras. Dan Bunda udah nentuin. Kamu itu cuma bisa di paksa biar pulang. Karena ga mungkin kan bunda harus mati dulu biar kamu berubah karena nyesel ga pernah nurut Bunda sekarang?."

Nazlim tertawa miris, matanya menatap Bunda dengan sendu meski senyuman terbit di bibirnya. "Jenan aja ga pernah cape sama aku."

Bunda membalikkan badannya langsung, saat dirasa ia salah mengucapkan kalimat sensitif tersebut pada anaknya yang sedang rapuh. "Naz, bukan gitu maksud Bunda."

Norma - Nomin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang