Perkara.

30 7 0
                                    

....

Haihai!! Sorry for typo(s). Enjoy it!
....

....

....

Bunda rasanya ingin marah-marah saja melihat bolu pesanan Nazlim tidak tersentuh sama sekali oleh lelaki itu. Bilangnya sudah tidak mood. Padahal Jenan rela berkeliling mencari bolu yang dimaksud Bunda.

Yang direpotkan malah santai saja, bercanda ria bermain game ditengah ruangan luas itu. Bunda tidak habis pikir. Jenan ini, tidak pernah bisa marah ke Nazlim. Kenapa, kok bisa? Itu pertanyaan Bunda. Padahal Bunda yang melahirkan Nazlim saja suka marah pada anak itu. Meskipun Nazlim menanggapi dengan tidak serius. Setidaknya anak itu mendengar ceramahan marahnya Bunda.

Kini, bolu itu ada di tangan Bunda. Dari pada tidak ada yang makan. Ya sudah dimakan Bunda saja.

"Bunda, Naz mau nginep di rumah Jenan ya nanti pas UAS." Ucapnya. Terdengar seperti tidak meminta ijin, lebih ke ia memberitahu.

Bunda melirik dengan ujung matanya, pada dua lelaki yang duduk di bawah karpet bulu. Sedangkan ia duduk di sofa menikmati tontonan dua remaja yang asik bermain sambil memakan bolu cokelat.

"Ngapain? Kayak ga punya rumah aja."

"Lah emang ga punya rumah kali Naz mah." Balas lelaki itu masih asik dengan layar didepannya.

"Ngapain ah, yang ada kamu repotin Jenan mulu."

Nazlim berdecak saat layar besar itu menampilkan dirinya kalah. Diiringi gelak tawa dari Jenan di sampingnya. "Hukuman~." Goda Jenan dengan menaikan kedua alisnya.

"Bunda suka ga ngaca. Bunda aja sering repotin Jenan. Masa aku ga boleh?."

"Ya kan Jenan anak Bunda juga. Ya Jenan ya?" Bunda menyuapi Jenan bolu yang tadi dibelinya.

"Sirik mulu kamu." Tanggap Jenan mendapati muka masam dari Nazlim. "Gapapa Bun, lagian kalau Nazlim sama Jenan lebih kepantau kan anak itu pola makannya. Biar ga aneh-aneh. Nanti Jenan balikin pas udah liburan Bun. Dijamin deh anaknya langsung sembuh."

Nazlim melotot, membuat matanya seakan-akan dapat keluar. "Dipikir aku barang apaa?!." Kesalnya.

Bunda tertawa lepas. Ia menangkup pipi Nazlim dengan kedua tangannya. Setelah menaruh piring bolu ke meja sisi sofa. "Ga boleh nakal ya? Dengerin kata Jenan!."

"Iywawh Bwundwa." Jawabnya pasrah saat pipinya ditekan, membentuk huruf o pada bibirnya.

"Makannya jangan sembarangan oke?."

"Iywawh."

"Ga ada keliaran malam? Apalagi balapan lagi?."

"Iywah Bwundwaaa. Iwshh lewpwasin."

Tangan Jenan gatal. Ingin meremas pipi gembul itu. Auh, jika saja tidak ada bunda disini. Sudah dipastikan Nazlim habis olehnya.

Bunda cukup tersenyum penuh. Tangannya ia tarik dari pipi Nazlim. Dan kembali menyantap bolunya. "Yaudah sok boleh. Jangan diberantakin aja rumah nya Jenan."

Nazlim mendesis. "Mana ada. Yang ada aku yang beresin rumahnya." Gumam Nazlim kecil. Seakan tidak ingin terdengar oleh Bunda.

Karena dirumah, Nazlim ini terkenal perilakunya yang malas. Tidak ada dia membantu Bunda dalam kerjaan rumah. Karena kemalasannya. Bunda cukup maklum. Karena ada bibi juga yang membereskan rumah.

Lain hal jika Nazlim dirumah Jenan. Meski ada Bibi. Tapi kamar Jenan itu tugas Nazlim yang membereskan. Sungguh mulia bukan. Tidak terikat dengan sah saja Nazlim sudah mau mengurusi lelaki itu sampai begitu detail.

Norma - Nomin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang