...
Tidak usah heran melihat Jenan, pukul 5 pagi sudah berada di dapur milik keluarga Nataprawira. Keluarga yang begitu dipandang oleh seantero Kota Bandung. Kepala keluarga Nataprawira ini berhasil menjadi Wali Kota Bandung tahun kemarin dengan perolehan hasil voting hampir 75%. Bangga bukan main saat hampir masyarakat Bandung itu mempercayai kepala keluarga Nataprawira untuk mengelola Bandung.
Balik lagi ke Jenan yang kini sedang bertukar berita ria bersama Ratu di rumah ini.
"Bunda, kemarin Jenan ketemu Mang Aji sama pacar barunya di pecel lele depan perumahan." Jenan selalu mengawalinya dengan bergosip. Agar perempuan cantik di depannya juga bahagia di pagi hari.
"Yang mana lagi sekarang? Masa udah baru aja pacarnya. Terakhir bunda lihat itu yang pendek berisi gitu. Terus pipinya gembul." Tangan perempuan di depan nya masih sibuk dengan peralatan dapurnya. Memasak untuk sarapan. Pagi sekali bukan. Ya, karena aktifitas keluarga mereka pun sangat pagi. Jam 6, Bapak Nataprawira akan berangkat kerja. Begitu pula dengan anaknya yang harus kuliah.
"Bunda beneran deh, cantik yang sekarang mah. Putih lagi, tinggi juga. Keliatannya kayak orang jawa." Jenan tersenyum penuh.
"Nyapa ga kamu?."
"Nah ituu" Jenan hanya cengengesan. "Jenan ga mau lagi di pukul sama tongkat besbol nya Mang Aji gara-gara ngelirik pacarnya."
"Ya kamu sih, kalau liatin orang tuh suka ga tau malu."
Tangan Jenan mengelus lehernya.
"Ya kan Jenan penasaran aja Bunda."
"Iya, tapi bikin orang ga nyaman Jenan. Jangan gitu lagi ah kalau liatin orang. Kamu juga kan yang kena dampaknya."
Mata Jenan menghilang seiring dengan senyumannya. Ia kembali menikmati roti di meja makan yang sudah Bunda siapkan untuknya. Selagi ia menunggu pangeran Bunda keluar dari kandangnya.
"Nazlim kelas apa aja hari ini?."
Jenan sontak mengangkat alisnya bingung. "Bunda kok nanya ke Jenan. Kan Nazlim anak Bunda."
Ratunya Nataprawira itu menyodorkan secangkir teh herbal ke hadapan Jenan. "Jenan kan lebih tau jadwal Nazlim dari pada anak itu sendiri."
Jenan menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan sang Bunda Nazlim. "Jam 10 sih Bun kelasnya. Biasa Kelasnya Pa Nanjar, paling misuh-misuh aja Nazlim nanti. Cuma mau Jenan ajak dulu kumpul di fakultas Jenan. Jenan ada rapat bentar sama anak-anak. Nazlim kan suka kelayapan kemana aja Bun sebelum kelas. Takut ilang."
Sebenarnya Nazlim ini sedang dapat hukuman dari sang Ayah. Meskipun emang keliatannya dia anak baik, ya tetap saja anak Wali Kota Bandung itu cukup badung. Tetap anak kuliahan yang masih mencari jati diri. Salah satunya dengan balapan motor. Motornya yang pas-pasan itu dipaksain balapan sama Nazlim. Ujungnya Nazlim yang lumayan berpengalaman ini tapi motornya yang modal modif doang ini jatuh. Tidak kencang sih jatuhnya. Cuma ya sampai tangan kirinya patah sedikit tulangnya karena menahan tubuhnya yang melindas aspal jalan.
Sebenernya sebelum itu pun, ia sering ikut balapan jika ada yang mengajak. Beberapa kali, meski tidak sering. Terkadang terjadi kekacauan saat selesai balapan. Membuatnya mempunyai luka-luka kecil. Itu tidak seberapa. Nazlim masih bisa mengelak, membuat alasan di depan bunda dan bapak
Tapi tidak dengan hari itu. Anaknya sedang sial. Nazlim di curangi oleh lawannya.
Otomatis Bapak Nataprawira marah atau bisa dibilang cukup kesal mendengar kelakuan anaknya. Motornya disita. Cukup di bawa ke bengkel dan di taruh disana selamanya. Bilangnya nanti diganti sama mobil atau motor matic biasa. Kalau nilai nilai nya memuaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Norma - Nomin✓
FanfictionNazlim dan Jenan hanya ingin tempat-meskipun kecil tapi nyaman- di dunia ini. Tapi, seakan mereka tidak hidup. Mereka tidak diberi tempat oleh semesta. Tidak diberi pilihan untuk memilih takdir. Dunia punya norma, Nazlim dan Jenan tahu dengan betul...