....
Pagi-pagi sudah biasa Nazlim berkutat dengan alat di dapur. Sementara Jenan akan menonton di meja bar dengan segelas kopi di depannya.
Nazlim tidak sering menginap dirumahnya, jadi bisa di pastikan jika Jenan akan memandang Nazlim sepuasnya. Selagi anak itu masih ada dalam pandangannya.
"Aku di undang ke acara pertemuan BEM UPI. Di situnya sih main piano aja beberapa lagu."
Kata Nazlim, disela dirinya fokus memasak.
"Diambil?" Tanya Jenan memastikan.
"Iya. Main piano doang."
"Dimana?."
"Di aula UPI sana."
"Kapan?."
"Nanti sore. Acaranya sampe malem. Temenin aja kalau mau."
Jenan mengetuk jarinya ke meja bar. Ia sedang berpikir karena dirinya juga punya janji dengan perusahaan model yang Om Tio tawarkan waktu itu. "Bentrok, aku ada ketemuan."
Setelah di pikir juga tidak mungkin ia menemani sampai Nazlim selesai. Jenan hanya akan mengantar dan menjemput Nazlim saja. Karena jarak nya pun terlalu jauh dari tempat ketemuannya.
"Yaudah, mau nganter ga?."
Jenan tersenyum penuh. "Iya dianter sayang."
Terdengar suara decakan kecil dari Nazlim. Membuat Jenan tertawa kecil. "Emang acara apa yang?."
Nazlim mencoba mengingat deretan tulisan di undangan yang ia dapatkan lewat email itu. "Kayak nya acara amal tengah tahun gitu deh."
"Kok kayak nya?."
Ingat kan Jenan, jika lelaki di depannya ini sangat pelupa. "Eh jangan di inget-inget kalau kamu engga inget." Kata Jenan langsung setelah melihat raut wajah tajam Nazlim.
"Emang ga inget." Hardiknya kesal.
....
Siang itu setelah mengantar Nazlim ke kelasnya, Jenan langsung menuju ruang HIMA. Ia melupakan sesuatu kemarin. Benar-benar. Tempat acara akhir pertemuan HIMA sebelum lengser. Jika saja tidak di ingatkan oleh Lola, mungkin Jenan tidak mengingatnya.
Ia pernah berbicara untuk mengantar Wina mencari tempat sore kemarin. Tapi karena dirinya terlalu asik jalan dengan Nazlim dan Tania. Ia lupa mengabari, dan membuat Wina sedikit marah.
Sebenarnya tidak peduli juga wanita itu marah. Namun, mulut besar Wina itu sedikit berbahaya. Ia juga punya koneksi baik pada senior HIMA.
Ada-ada saja masalah saat dirinya mau turun jabatan ini.
"Saya lupa Kang." Ucap Jenan. Saat ia sudah duduk di kursi. Menghadap Ketua HIMA sebelum dirinya yang sedang duduk dengan Wina.
"Kok bisa sih? Ini sampai Wina minta bantu saya buat nyari tempat. Untung saya ga lagi kerja juga."
Jenan pasrah. Apapun yang Wina katakan pada Fadly- orang yang kini duduk di sebelah Wina. Adalah kejelekan Jenan. Aduan sikap lelaki itu mengenai kemarin.
Padahal, hanya karena ia lupa Janji saja. Dan Wina bahkan tidak ada mengingatkannya akan janji itu.
"Iya Kang. Saya kan ada acara dari pagi juga. Maaf ini mah beneran lupa Kang. Hari ini siang saya kosong. Boleh deh ayo nyari Win." Kata Jenan berusaha untuk tidak membuat Wina marah lagi. Ribet urusannya jika wanita itu marah.
"Lain kali kalau kamu megang jabatan gede. Ya walaupun sekarang ini udah lengser, ya jangan jadi ga tanggung jawab juga Jen. Itu juga urusin masalah internal angkatan sebelum bener-bener bubar kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Norma - Nomin✓
FanfictionNazlim dan Jenan hanya ingin tempat-meskipun kecil tapi nyaman- di dunia ini. Tapi, seakan mereka tidak hidup. Mereka tidak diberi tempat oleh semesta. Tidak diberi pilihan untuk memilih takdir. Dunia punya norma, Nazlim dan Jenan tahu dengan betul...