Semester hidup.

32 7 0
                                    

....

Haiiii bestieeee!!
Sorry for typo(s) nyaa yups.

Maaf juga kalau engga ngefeel🥺

....

Jenan mengernyit saat melihat Mark yang menatapnya sinis. Tidak mengerti dengan tatapan lelaki yang kini berdiri tidak jauh. Mungkin hanya berjarak 5 meter darinya.

Jenan tidak peduli dengan tatapan orang lain di sekitarnya yang sama menganggu nya. Mereka mungkin mempunyai masalah dengan Jenan, namun Jenan sendiri tidak tahu.

Tapi, ini Mark. Orang yang baru saja lulus itu menatapnya dengan tidak santai. Membuatnya bertanya-tanya mengapa.

"Bang?."

"Gue kira lo pinter. Tapi ternyata otak lu ga lebih besar dari biji kacang ijo. Gue homophobic, kalau ga mau sakit hati. Just stay away from me." Ucapan datar itu diterima Jenan saat dirinya sudah berada di depan Mark.

Belum sempat Jenan mengumpati kakak tingkatnya, Mark sudah lebih dulu pergi melangkah dengan sengaja menubrukan bahunya ke Jenan.

Jenan oleng sedikit mendapatkan senggolan tersebut. Namun kalimat terakhir pada Mark, membuatnya diam seribu bahasa.

Pikirannya memang benar kala itu. Ia memang tidak bisa mempercayai Mark. Jenan kini mengkhawatirkan Nazlim. Namun sebentar lagi dirinya ada kelas. Tidak mungkin untuk bolos. Semester akhir ini menentukan kedepannya.

....

....

Nazlim mengeraskan rahangnya, saat merasa panas pada kulitnya. Matanya tidak lupa untuk menatap tajam kepada orang yang ia pikir sengaja menumpahkan cairan baso yang masih panas itu padanya.

Perempuan di depannya. Menumpahkan baso sisa di mangkuk miliknya. "Ga nafsu makan gue. Makanya tumpah."

"Punya masalah apa lo sama gue?."

Mungkin jika di depannya ini lelaki. Nazlim tidak akan berpikir dua kali untuk melayangkan pukulannya. Nazlim tahu siapa di depannya kini, kelewat tahu. Karena ia pernah berdebat juga dengan Jenan mengenai perempuan di depannya.

Namun, pertanyaan Nazlim. Sedang apa perempuan itu di kantin fakultas arsitek?

Seperti Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara tidak punya kantin saja.

Dilihat dari sekitar pun, perempuan di depannya sendirian. Tidak dengan temannya atau akan makan dengan temannya.

"Gabut gue." Jawab nya santai. Menaruh mangkuk baso itu di meja sebelah mereka. "Lo punya banyak duit kan? Laundry sendiri tuh baju. Gue mau balik. Skripsian gue menunggu."

Tarikan napas dalam Nazlim lakukan. Ia memejamkan matanya. Mengerang dengan keras. "Bangsat!! Kalau bukan cewe udah masuk rumah sakit dia!."

....

....

Sepasang mata yang selalu menampilkan ekspresi datar hanya menyaksikan dari jauh bagaimana kejadian di kantin. Memperhatikan Nazlim yang kini sudah bergerak melangkah. Dengan ringisan-ringisan kecil. Meski jauh, terlihat sekali jika lelaki itu sedang menahan sakit.

Tujuannya pasti ke toilet. Rakha yakin.

Dengan ingatannya yang bagus. Rakha mengambil baju milik Nazlim yang pernah tertinggal kala anak itu menginap di rumah Rakha. Sudah beberapa kali akan dikembalikan. Namun Rakha selalu lupa. Dan ia bersyukur ia masih menyimpannya di loker.

....

....

Kamar mandi yang awalnya penuh. Seketika kosong, saat mereka semua melihat Nazlim yang dengan santainya berdiri dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku celana. Niatnya sih tidak ingin membuat mereka kabur dengan terburu-buru. Nazlim hanya menunggu mereka selesai. Menghalangi pintu agar tidak ada yang masuk lagi.

Norma - Nomin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang