21

6.1K 620 20
                                        


Suara teriakan itu sengaja Renjun hiraukan, bukan karena dia pura-pura tuli, tapi karena suara hujan yang juga mendominasi pendengaran nya.

Hari sudah mulai gelap, jalanan sepi, dia berlari di tengah jalan dan di bawah hujan itu, menjauh dari seseorang yang masih terus mengejarnya.

"REN!!"

"STOP PLEASE!!"

"REN TUNGGU DULU!!"

Renjun menoleh sambil terus berlari, "NGGAK CHAN! MENDING LO PERGI AJA!"

Pria di belakangnya itu berlari semakin cepat sampai akhirnya pria itu berhasil meraih tangan nya.

Renjun lantas berbalik dan saling bertatapan dengan pria itu. Keduanya basah kuyup.

Haechan menangkup wajah itu, menatapnya sangat amat dalam lalu memeluknya erat.

Haechan sangat bersalah pada laki-laki itu, dia menyesal atas semuanya. Dan sekarang ia sangat merindukannya.

"Maaf.. maafin gue Ren."

"Chan.. gak usah minta maaf, ya? Ini kan kemauan lo, gue pernah bilang, lo jangan nyesel sama keputusan lo sendiri."

Haechan menggeleng, "Nggak, gue nyesel, gue salah, gue minta maaf. Tolong jangan pergi."

"Gue gak pergi kok." tanpa sepengetahuan Haechan, Renjun tersenyum, "Lo yang milih buat pergi. Kalo gue pergi, buat apa gue masih disini dan tetep nunggu lo?"

Untuk pertama kali nya, Haechan menangis. Semakin erat ia memeluk tubuh Renjun, semakin sakit hatinya. Sekarang Haechan merasakan apa yang dirasakan Renjun dulu atas dirinya.

Kejam sekali ternyata dirinya dulu pada Renjun. Haechan tidak hanya merusak hatinya, dia juga merusak fisiknya.

"Jangan pergi. Gue gak bakal ninggalin lo, gue minta maaf, tolong jangan tinggalin gue.." lirih Haechan.

Renjun membalas pelukan Haechan, "Gue gak bakal pergi, chan. Udah, gak usah minta maaf, gue juga mohon lo jangan tinggalin gue, ya?"

Haechan mengangguk. Masih dengan memeluk tubuh hangat itu, Haechan memejamkan matanya.

Namun tak lama ia kembali membuka matanya dengan napas memburu. Menatap sekelilingnya bingung.

Tunggu... bukankah... ini kamarnya?

Bukankah tadi ia berdiri di tengah jalan sambil memeluk Renjun? Lalu, dimana Renjun?

Kenapa?

Itu semua hanya mimpi?

Haechan benar-benar bingung. Ia turun dari ranjangnya, dan benar, tadi hanya mimpi. Karena dingin nya lantai yang ia pijak sangat terasa di telapak kaki nya.

Haechan mengusap pipi nya sebab merasa ada sesuatu yang mengalir.

Air mata? Dirinya benar-benar menangis?

Pria itu menghampiri cermin besar di kamarnya. Menatap wajahnya yang tampak pucat dan kedua matanya yang basah.

Jadi tadi itu benar hanya mimpi ya?

Namun mengapa itu semua terasa nyata baginya? Dingin nya air hujan yang mengguyur tubuhnya. Emosi yang ada di dalam dirinya. Pelukan nya... Suaranya.. mengapa sangat nyata sekali?

Bahkan dia menangis sungguhan.

Terdiam hanya karena memikirkan itu. Haechan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya, memakai jaket dan meraih kunci mobilnya.

Haechan melajukan mobilnya menuju rumah Renjun. Sesampainya di lokasi, Haechan berdiri di depan rumah itu.

Hampir mengetuk pintu nya dan Haechan baru teringat sesuatu, bahwa Renjun sudah pindah.

Haechan mengepalkan kedua tangan nya lalu menghela napas. Kemudian yang hanya bisa ia lakukan adalah menyentuh pintu itu sambil berkata,

"Maaf."

.
.
.

"Kak, boleh pijitin pundak gue, gak?"

"Boleh, sini duduk di depan."

Renjun mengangguk lalu duduk di depan Wendy dan Wendy mulai memijat pelan kedua bahu Renjun.

"Kak." panggil Renjun.

"Iya?"

"Jangan bilang ayah, ya? Gue gak mau bikin dia kecewa." ujar Renjun.

Pasal Haechan dan dirinya, pada akhirnya dia tidak bisa memendamnya sendiri. Semakin ia pendam, semakin penuh beban dalam dada nya.

Wendy yang berada di belakang Renjun itu mengangguk, "Tenang aja. Dan makasih juga udah mau cerita, dari awal kakak emang curiga sama laki-laki itu."

"Kalo boleh jujur, gue gak bisa ngelupain dia, kak. Gue masih sayang sama dia."

"Meski dia udah nyakitin kamu beberapa kali?"

Renjun mengangguk, "Iya."

Wendy menghela napas panjang lalu memeluk leher adiknya itu, "Kakak sebenernya marah sama dia, tapi kakak juga gak bisa larang kamu buat terus sayang sama dia. Kakak ngerti kok sama perasaan kamu."

Renjun memegang tangan Wendy, "Tapi dia milih pergi, kak. Gue selesai, gue udah gak bisa ngejar dia lagi."

"Orang baik itu selalu tersakiti, dan yang tersakiti itu selalu aja orang baik. Yang jahat tetep masih bisa jadi baik, dan keputusan akhir orang itu akan selalu jadi penyesalan."

Renjun tersenyum, Renjun berharap Haechan tidak menyesal dengan keputusan nya. Renjun juga berharap Haechan tidak berubah setelah tidak ada lagi dirinya di kehidupan pria itu.

.
.
.
















Sejujurnya jangan terlalu berharap lebih sama semua cerita aku TT

Bcz aku sad ending lovers eakk, jadi suka nulis ending yang.. yah...

Kalo suka ya syukur, kalo gak suka ya maaf ya TT

Btw entah 1 / 2 chap lagi cerita ini tamat intinya vote & komen

Terima kasih ^^

Hasta La Vista | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang