8. Discontent

55 10 0
                                    

─────────────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─────────────

Semua pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan, entah bagaimana bentuk perpisahan itu akan datang. 

Aku pun awas akan hal itu, mengingat aku dan Rintaro sudah pasti tidak akan bertahan lama. Meskipun relung hatiku sesekali berandai, kalau saja kami bisa terus bersama hingga ajal yang datang membawa perpisahan.

Tapi itu terasa mustahil.

Dan di pertengahan musim gugur, aku kembali disadarkan bahwa kami terlalu memaksakan hubungan ini tanpa tahu akan berlanjut seperti apa.

Jam dinding hampir menunjuk angka tujuh saat tiba-tiba pintu apartemen diketuk dari luar. Rintaro tidak ada di sini sebab sebelumnya ia bilang bahwa ada urusan yang perlu diselesaikan. Bisa jadi dia tidak akan datang hingga esok. Tidak banyak rekan kerja yang tahu alamatku, jadi kecil kemungkinan kalau salah satu dari mereka tiba-tiba mampir tanpa undangan.

Aku memburu pintu setelah tergesa mengganti pakaian sepulang kerja. Kemudian sosok yang kutemukan berdiri di depan pintu apartemenku adalah seseorang yang sama sekali tidak kukenal.

Sebelumnya aku memastikan kalau dia tidak salah alamat, namun dengan tegas dia menyahut dengan menyebut namaku.

Aku mempersilakannya duduk sambil sesekali mengamati, dan mencoba mengingat apakah wanita ini adalah seseorang yang pernah aku temui. Namun nihil, aku tak berhasil menemukan seseorang yang kukenal, yang berpotensi menjadi wanita kaya raya dengan setelan bermerek pada sekujur tubuhnya.

Setidaknya, tidak ada temanku yang akan memakan sepatu bersol merah tanpa perayaan yang membuat mereka harus tampil se-wah mungkin.

"Hachioji Yuriko," dia mengulurkan tangannya. Kusimpulkan itu adalah namanya.

Sejenak nama itu berputar dalam kepalaku,  mencoba mengingat apakah ada rekan dekatku yang pernah menyebutnya. Dan yang pertama kali muncul dalam benakku adalah sosok Nanao, ketika dia bilang bahwa Rintaro pernah dikabarkan bertunangan dengan putri dari keluarga Hachioji. Keluarga dengan status yang kurang lebih setara dengan para Suna.

"Senang berkenalan denganmu." Aku menyahut setelah menyebut namaku sendiri, dan rongga dadaku terasa mulai bergemuruh.

Benakku masih tidak ingin percaya oleh kenyataan bahwa Rintaro benar-benar memiliki tunangan, dan saat ini tunangannya itu tengah duduk di atas sofa yang biasa aku gunakan untuk bersantaiーbahkan bercintaー dengannya.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku setelah beberapa detik berlalu, dan dia hanya memandangi sekitar tanpa mengatakan sesuatu. Seolah tengah menilai apa yang kupunya, dan apakah itu yang layak untuk Rintaro.

Ulu hatiku terasa nyeri.

"Ah, maaf!" Dia mencoba untuk tetap santun, meskipun aku mulai menduga apa motifnya datang kemari. "Mungkin ini terlalu mendadak, tapi aku benar-benar ingin bertemu denganmu meskipun hanya sekali."

[Finished] a Haikyuu!! Fanfiction|Rêverie|Suna Rintaro x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang