12. Decision

64 9 0
                                    

──────────────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────────────

Siang itu aku mengunjungi apartemen ibu dan ayah tiriku setelah sekian lama tak menemui mereka.

Aku bertemu kembali dengan Rintaro di awal musim panas, dan sekarang menjelang musim dingin. Kalau dihitung, mungkin sudah hampir enam bulan. Dan beberapa minggu terakhir makin sulit bagiku untuk keluar karena aku tinggal di tempat Rintaro.

"Tumben sekali," celetuk ibuku ketika aku meletakkan kue yang sempat kubeli di stasiun ke dalam lemari pendingin.

"Ada yang ingin aku bicarakan."

"Apa? Kau ingin menikah?"

Ibuku melenggang ke ruang tengah, lalu duduk di bawah meja kotatsu sebelum aku mengatakan apa hajatku datang kemari.

Melepas rindu? Tentu tidak. Aku bukan anak kecil lagi yang menemui orang tuanya untuk sekedar bermanja-manja.

Aku mengambil tas yang kuletakkan di atas meja, lalu menyodorkan sebuah

dokumen yang keluarkan dari sana pada ibuku setelah aku ikut memasukan kedua kakiku ke bawah meja penghangat itu.

"Apa ini?"

"Aku hamil."

"Ya?"

"Aku, hamil."

Aku mengulang dua kata itu hingga mulut wanita di depanku itu menganga saat ia membuka dokumen rumah sakit tempatku memeriksakan diri sebelum datang kemari pagi tadi.

"Pacarmu tahu ini?"

"Aku tidak memberitahunya."

"Kenapa?"

"Karena aku tidak berniat untuk lebih lama bersamanya."

Aku bisa melihat raut takjub dari wajahnya yang mulai berkerut.

"Membesarkan anak bukan hal yang mudah. Kau butuh tenaga dan uang. Kecuali kau berencana untuk menggugurkannya."

"Aku tidak akan menggugurkannya."

Aborsi tidak akan pernah menjadi pilihanku, meskipun batinku bergejolak apakah aku harus senang atau justru sedih dengan nyawa baru dalam perutku, yang sudah pasti adalah buah cintaku dengan Rintaro.

"Apa kau memang berencana untuk punya anak darinya?" Ibuku bertanya. "Kau bukan orang yang cukup ceroboh untuk mempertaruhkan masa depanmu."

Nyatanya, aku cukup bodoh untuk melakukannya. Meskipun aku selalu memastikan bahwa kami selalu aman dengan kontrasepsi, aku ceroboh dengan satu malam di mana aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Kemungkinan ini adalah hasil dari kebodohanku malam itu.

"Aku sarankan kau bicarakan ini dengannya," lanjut ibuku.

"Tentang anak ini?"

"Apa lagi?"

[Finished] a Haikyuu!! Fanfiction|Rêverie|Suna Rintaro x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang