𝘙ê𝘷𝘦𝘳𝘪𝘦; 𝘢 𝘴𝘵𝘢𝘵𝘦 𝘰𝘧 𝘣𝘦𝘪𝘯𝘨 𝘱𝘭𝘦𝘢𝘴𝘢𝘯𝘵𝘭𝘺 𝘭𝘰𝘴𝘵 𝘪𝘯 𝘰𝘯𝘦'𝘴 𝘵𝘩𝘰𝘶𝘨𝘩𝘵𝘴; 𝘢 𝘥𝘢𝘺𝘥𝘳𝘦𝘢𝘮.
▶ Suna Rintaro x Reader
Disclaimer:
・Haikyuu!! and the characters belong to Furudate Haruichi
・I own this story
Before y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
──────────────
Seperti firasatku yang menduga bahwa dia tidak akan menjauh dalam waktu dekat, hari ini pun dia datang dengan cara yang mengerikan. Aku nyaris mengamuk kalau tidak segera ingat bahwa dia adalah atasan di perusahaan tempatku bekerja mencari penghidupan.
"Kau yakin kalau kau bukan penguntit?" Aku terus menggarisbawahi kata 'penguntit' karena kekesalan yang hampir membuatku gila ini.
Bisa kau bayangkan rasa panik seperti apa yang akan seorang wanita rasakan ketika kau kembali ke apartemenmu di petang hari, dan kau sudah membuka setengah dari bajumu karena kau tahu bahwa itu adalah area privasi di mana kau bisa melakukan apapun termasuk berguling dan telanjang di sana. Dan saat kau menyalakan lampu, kau menemukan pria yang paling tidak ingin kau temui tengah tersenyum melihatmu yang sudah kalang kabut mencari atasan yang sudah kau lempar entah ke mana.
"Kau tidak berpikir bahwa aku akan datang?" Dia bertanya, enteng.
"Aku memikirkannya tapi tidak dengan cara seperti ini!"
"Oh, kau berpikir aku akan mengetuk pintu apartemenmu dan memintamu mengijinkanku masuk?"
Kurang lebih begitu.
"─kau tidak akan membukanya 'kan?" Rintaro melanjutkan sambil memainkan gantungan beserta kunci pada jari telunjuknya. Kutebak, dia menduplikasi kunci apartemenku diam-diam.
Aku menghela napas panjang, mengetahui isi kepalaku terbaca olehnya. Dia duduk di atas sofa dengan sebuah tas jinjing─bermerek, tentunya─ ada di sebelahnya.
"Kau benar-benar berencana tinggal di sini?" Tanyaku, tidak percaya. Ruangan ini tidak cukup luas untuk ditinggali berdua, pun dengan ranjangnya.
Tunggu!
Aku segera berlari, memeriksa kamar apakah ada perubahan yang terjadi di sana. Dan benar, ranjangku yang semula sempit kini berubah menjadi ranjang berukuran ganda yang hanya bisa kulihat di katalog milik orang kaya dengan harga ratusan ribu yen. Sangat kontras dengan kamarku yang sempit dan terlalu sederhana.
"Kau gila!" cetusku saat kembali ke ruang tengah dan menemukan Rintaro sedang melepas pakaian kerjanya, kemudian satu per satu menukar dengan pakaian santai yang dia keluarkan dari tas jinjing bermereknya itu. Aku berada dalam kebimbangan antara aku harus tetap memprotes perbuatannya itu sekarang atau berbalik menciut karena terlalu malu melihatnya yang melakukan hal bersifat pribadi itu tepat di depanku. Meskipun pada akhir aku memilih pilihan terakhir.
"Kita sudah melihat satu sama lain. Kenapa kau harus malu melihatku mengganti pakaian?" kelakarnya.
Aku menyambar handuk yang tergantung di dekatku lalu melempar lurus ke wajahnya.
"Kita harus bicara," setelah bersusah payah mengembalikan ritme napas, aku menatapnya dengan tatapan seserius mungkin.
Rintaro kemudian duduk, lalu menepuk permukaan sofa di sebelahnya yang kosong. Mengisyaratkan untuk ikut duduk bersamanya. Bukan ide yang bagus, tapi aku tidak punya pilihan lain. Dia bersila setelah menaikkan kakinya, menghadap ke arahku yang melakukan hal sama.