11. A Talk

58 10 0
                                    

───────────────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

───────────────

Langit musim gugur.

Hal yang paling kunikmati selain makanan yang lezat dan libur panjang. Tingginya tekanan udara di musim kala daun berjatuhan membuat langit nampak cerah juga tinggi. Dan berdiri di bawahnya membuatku serasa berada di tengah planetarium raksasa.

Aku mendongak, menatap ke angkasa sementara salah satu lenganku terkait pada lengan kokoh milik seseorang yang kini turut berjalan di sampingku.

Lima menit lalu kami keluar dari izakaya, selepas memenuhi hasrat biologis yang muncul akibat kelaparan karena kami tak memakan apa pun seharian ini. 

Sebelumnya Rintaro sempat merajuk karena rencananya untuk membawaku ke restoran berbintang lima gagal, sebab aku tak ingin keluar dari zona nyamanku untuk mengenakan dress code super mewah hanya untuk sebuah makan malam. Tapi itu adalah kenyataan dunia sosialita, di mana aku tidak layak dan tidak akan pernah layak berada di dalamnya.

"Padahal aku berencana membawamu ke lantai paling atas dari gedung itu!" Rintaro menunjuk sebuah gedung yang cukup jelas terlihat meskipun sesekali dia akan tertutup oleh bangunan di sepanjang jalan yang kami lewati.

"Makan di izakaya tidak buruk 'kan?" Balasku.

"Tulang mudanya enak," ucapnya kemudian, yang membuatku tertawa sejenak.

Aku mengubah ritme langkahku, dia pun mencoba menyelaraskan sekalipun itu terbilang sulit karena selisih tinggi kami yang cukup berpengaruh pada lebar langkah.

"Rin, aku ingin mengatakan sesuatu ...." Aku memulai, ditemani oleh hembusan angin dingin khas musim gugur yang kerap membuat bulu kudukku berdiri.

Rintaro menghentikan langkahnya, menatapku dengan kedua netra kelabunya yang kini terbingkai kacamata baca, yang secara acak kutemukan di salah satu laci lemari kabinetku. Aku tidak ingin ada yang mengenalinya, meskipun persentase kami akan berpapasan dengan orang yang kami kenal nyaris nol. Hal preventif selalu lebih baik ketimbang semuanya terlambat.

"Aku tidak menerima perpisahan," tukasnya. Seolah perbincangan ini akan putus sampai di sini saja.

"Aku pun berharap begitu," kali ini aku mengangkat tangan kiriku untuk mengusap pipinya. Hal jujur pertama yang kukatakan, dan aku lakukan.

"Kau sudah mencintaiku?"

"Selalu. Aku mencintaimu bahkan mungkin jauh sebelum kau menyadarinya."

Pendar bintang di atas sana tak membantuku untuk awas pada rautnya, mengingat pencahayaan di sekitar kami cukup minim.

"Aku akan sakit sekali kalau yang kau katakan ini hanya kebohongan."

Kakiku berjingkat untuk sedikit menyelaraskan posisi, dengan tanganku yang kemudian mengalung pada lehernya. Aku tidak ingat dengan apa yang terjadi kemarin malam, jadi kuanggap ini adalah ciuman pertama yang kuinisiatifkan setelah bertahun-tahun menyimpan perasaanku padanya dalam diam.

[Finished] a Haikyuu!! Fanfiction|Rêverie|Suna Rintaro x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang