Happiness

344 41 19
                                    

Sinar matahari masuk melalui sela korden yang tidak tertutup rapat membuat Sakura menyipitkan matanya karena silau. Mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan, dan dirinya baru tersadar kalau sedang berada di tempat tinggal kakak sepupunya.

Apartment Sasori bisa dibilang cukup luas karena mempunyai dua kamar tidur dengan toilet di masing-masing kamar. Dapur dengan satu set meja makan yang menghadap langsung ke balkon, ruang tamu sekaligus ruang bersantai. Kehidupannya sebagai dokter bedah jantung membawa ia pada kehidupan yang nyaman. Sedangkan Ameno adalah guru di sebuah taman kanak-kanak tak jauh dari tempat mereka tinggal.

"Sebaiknya aku mandi dulu." Sakura beranjak menuju kamar mandi.

Tiga puluh menit kemudian ia keluar dari kamar. Gadis itu mengenakan celana katun coklat tua di padu dengan kemeja putih dan vest kotak-kotak coklat.

"Maaf, kak. Aku telat bangun," merasa tidak enak dengan Ameno, ia segera meraih sepiring sandwich dari tangan Ameno dan meletakannya diatas meja.

"Tidak apa-apa. Kau pasti kelelahan dalam perjalanan.

"Ngomong-ngomong dimana kak Sasori?" Sakura mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan untuk mencari keberadaan Sasori.

"Kakakmu ada panggilan darurat tadi pagi. Mari sarapan." Ameno meletakkan segelas susu hangat di samping Sakura.

"Maaf, kak.  Tapi aku tidak minum susu. Tapi karena kak Ameno telah membuatnya, aku akan meminumnya," ucap Sakura menampilkan deretan giginya.

Mereka berdua sarapan dalam keheningan.

"Jadi, apa rencanamu hari ini?" Ameno bertanya. Wanita itu mengekor Sakura yang tengah membereskan bekas sarapan.

"Entahlah kak. Mungkin aku akan berjalan-jalan di sekitar sini sembari mencari pekerjaan," Sakura menjawab sembari menggendikkan bahu. Sejujurnya dia pergi hanya untuk menghindar dari rasa sakit yang berlebih melihat suami, lebih tepatnya mantan suami, menikah kembali dengan wanita yang sudah melahirkan anaknya.

"Mau ikut aku ke sekolahan? Akan ku jamin kau tidak akan bosan."

"Serius, kak?"

Ameno menganggukkan kepalanya, "Kalau kau mau, kau bisa memasukkan CV mu ke kantor, karena kami sedang membutuhkan tenaga pengajar baru. Itupun kalau Sakura tidak keberatan."

"Wah, terimakasih banyak kak. Akan aku siapkan. Tapi untuk hari ini tolong ajak aku berkeliling."

.

.

.

Sebulan berlalu dan kabar pernikahan Itachi sampai ke telinga Sakura. Terimakasih pada sahabat pirangnya itu. Ingin sekali ia memblokir nama Ino, tetapi hanya Ino sahabat satu-satunya yang ia punya.

Sakura menatap segerombolan anak usia empat tahunan yang sedang bermain di taman. Mengawasi satu persatu murid-muridnya agar tidak saling bertengkar. Sorot matanya begitu teduh membayangkan seandainya saja dia punya setidaknya satu. Ah, pikiran macam apa itu. Buru-buru Sakura mengenyahkan lamunannya.

Dering ponsel membawanya kembali dari lamunan. Nomor si pirang telihat di layar ponselnya.

"Pig!" Sapa Sakura.

"Bagaimana kabarmu, jidat? Apa kau sudah merasa bosan tanpa kehadiranku?" suara cempreng Ino dari seberang telfon memekakan pendengaran Sakura.

"Tidakkah kau lupa sudah menghubungiku kemarin? Untuk memberikan sebuah kabar yang tidak begitu penting?"

"Ah, soal itu aku minta maaf padamu, Saku. Tapi ku rasa kau juga berhak tahu. Aku mengharapkan kau mendapatkan lelaki yang lebih baik yang bisa membahagiakanmu. Yang tulus padamu," nada bicara Ino terdengar sendu di ujung kalimatnya.

JANJI - Aku Milik MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang