4. Seorang Pahlawan

9.7K 751 23
                                    


 
***

Teeeeettttt!

Bunyi bel istirahat pertama menyebabkan jantung Melissa bagai burung lepas dari sangkarnya. Ia bingung tidak karuan harus pergi ke mana.

"Tenang aja, Mel," Anna meliriknya. "Misal Kak Evan beneran datang dia nggak bakal ngapa-ngapain lo, kan? Selow, oke?"

"Selow? Gimana gue bisa selow? Gue takut, An. Ah, sumpah!" Melissa hampir jungkir balik di depan mejanya.

"Vian mana ya? Vian kok nggak datang-datang ya?" Etta tampak bersenandung ria dari bangkunya, sama sekali tak menghiraukan keresahan Melissa.

"Jangan pusing-pusing, Mel. Nggak usah kepedean. Kak Evan kan nggak mesti suka sama lo," Nurul berceloteh ringan. Seperti biasa, kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu tajam.

"Iya, gue rasa gitu. Kak Evan itu kemarin pacaran sama Grace. Dia kan top model di sekolah kita. Dibandingin sama Melissa ya jauh lah," Mizty menyambung. Sama saja dengan Nurul, mulutnya juga hobi minta dicocol sambal.

"Emang gue jelek banget apa?" keluh Melissa sambil berkaca pada cermin kecil milik Anna yang biasa tergeletak di atas meja.

"Gue nggak bilang lo jelek," sahut Mizty. "Lo sebenarnya cantik sih, tapi lo nggak keren. Penampilan lo nggak gaul. Nggak kayak pacar-pacarnya Kak Evan."

"Gue setuju," Anna menanggapi. "Melissa kalah gaya. Mungkin ada banyak cowok yang suka cewek cantik natural, tapi gue ragu kalau sama Kak Evan. Dia sukanya cewek berkelas tinggi."

"Ibarat motor, Kak Evan suka motor yang udah dimodifikasi. Sedangkan Melissa cuma motor baru turun dari dealer, jaket sama helm yang dipake aja masih orisinil dari pabriknya," ujar Mizty lagi.

"Lah, lagian siapa juga yang pengen jadi pacar Kak Evan? Gue cuma ngefans. Titik. Nggak mau lebih. Hikh!" Melissa menggebuk keras mejanya.

"Melissa, lo tuh cantik lagi. Lo nggak ngerasa apa kalo Vian ngelihatin lo terus selama di bus?" sela Etta.

"Vian siapa?" tanya Anna.

"Rahasia. Pokoknya gue pengen jodohin Melissa sama dia, tapi dia malah mau nyomblangin Melissa sama Kak Evan. Tapi lihat aja entar. Huhuhuuu, gue nggak sabar. Gue nggak sabaaar!" Etta goyang-goyang tidak karuan.

"Rahasia apanya coba? Bukannya dia baru bilang semuanya?" gerutu Melissa sebal.

"Eh, Kak Raya! Ada apa, Kak?" Seruan Natly serta merta membuat mata Melissa membelalak.

"Ayo, An! Kita ke kantin sekarang juga!" serunya seketika. Ia langsung menarik Anna menuju pintu kelas bagian belakang.

"Loh, Mel! Kok pergi, sih?" Etta yang melihat berteriak.

"Jangan ikutin gue! Jangan macam-macam! Itu tamu lo, bukan tamu gue. Annaaa, cap to the cus!" Melissa menyeret Anna bak karung beras. Badan Anna memang lebih tinggi dan lebih berisi daripada Melissa. Tak heran ia keberatan menggeretnya.

"Lah, orang cuma Kak Raya juga. Kak Evan sama Vian nggak ada." Etta kebingungan waktu melihat hanya ada Raya di sana. Ia justru tak menemukan dua orang yang sedang ditungguinya.

Sementara itu di kantin, Melissa dan Anna sudah berada di sebuah meja dengan makanan masing-masing.

"Gue traktir lo, An. Tenang aja," kata Melissa usai menyeruput jus alpukatnya.

Anna melengos. "Lo punya uang berapa? Gue tahu duit lo pas-pasan."

Melissa ngakak. "Nggak usah. Lo udah keseringan nraktir gue. Sekali-kali gue yang bayarin lo nggak pa-pa, kan? Uang jatah gue belum dipotong sama Bunda. Ayah juga ngasih tambahan diam-diam, kok. Jadi tenang aja."

Panic Girl Van Java (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang