Selamat membaca
_____
Namun begitu aku membuka mataku...
Lampu-lampu ruangan menyala dengan begitu terang, menyilaukan Indra penglihatan. Ruangan besar itu penuh dengan suara tepuk tangan. Ruangan mewah, yang didalamnya terdapat orang-orang dengan jas dan gaun yang terlihat mahal.
Aku duduk di pojok, semua orang tampak antusias berdiri saat orang penting itu masuk ke dalam ruangan yang sangat luas itu. Aku? Tepuk tangan? Berdiri menyambut? Tidakk... Aku tidak menyukai semua orang-orang munafik itu.
Ayah,ibu dan kakakku pergi mendekat ke arah orang-orang itu. Ibuku menggandeng kakakku, lalu kulihat kakakku berjabat tangan dengan orang-orang itu. Aku masih tidak peduli dan tidak ingin peduli.
Acara itu berlangsung meriah, setiap selesai melakukan satu hal pasti akan disambut dengan tepuk tangan yang sangat membuat bising telingaku. Aku ingin keluar karena sesak rasanya disana. Tapi orang tua tidak membiarkanku begitu saja.
"Kau jangan berbuat hal-hal yang akan membuat malu ayah!" Gertak ibuku ditelingaku.
"Berisik banget sih!" kataku
"Hah!? Apa? Kamu bilang ibu berisik?"
"Bukan, kepalaku..." Kataku dengan dada yang naik turun, semakin menjadi-jadi pening di kepalaku. Panik, sesak semua bercampur menjadi satu.
Lalu... entah apa yang terjadi...
Malam itu gaun putih selutut-ku penuh dengan tumpahan minuman berwarna merah... gaun putih anggunku itu berubah menjadi gaun putih dengan bercak-bercak merah. Orang tuaku menatapku dari kejauhan. Semua di ruangan itu mengalihkan perhatiannya padaku yang sedang menggenggam pecahan dari gelas kaca. Pecahan itu tampak mengerikan dengan warna merah yang entah adalah warna minuman atau warna darahku
Aku menyibak anak-anak rambut yang menutup penglihatan. Seseorang didepanku terlihat sangat cemas. Seorang pria yang mengenakan hoodie, satu-satunya orang didalam ruangan yang menggunakan hoodie berwarna hitam, tidak seperti pria-pria lainnya yang memakai setelan jas dengan dasi yang tergantung dileher mereka.
"Vanya..." Katanya dengan suara yang gemetar. Aku menelan Salivaku. Perasaan tidak nyaman itu datang saat orang-orang itu menatapku, bahkan keluarga berdiri dipojok sangat jauh dariku. Aku...aku... Saat itu sangat takut kemudian pria dihapanku kembali bersuara.
"Vanya... Tenang! Ini aku Aska! Lihat wajahku, tidak perlu melihat mereka semua... Lihat aku saja, aku Aska!!" Pria itu kulihat ia panik, berusaha menenangkanku meski dirinya sendiri terlihat ketakutan.
"Aska?! Kenapa kau disini? Kenapa itu... Berdarah?!"
Aku mendekat pada pria yang bernama Aska itu. Aku berjalan mendekatinya tapi ia tampak mundur beberapa langkah lalu melihat kearah tanganku. "Kenapa?"
"Taruh gelas itu di bawah, lalu kemarilah!" Titahnya, dengan mata yang memerah. Dan nafas yang memburu. Tentu saja aku menurutinya. Kami berdua keluar dari ruangan itu. Belum jauh tapi kepalaku sudah sangat berat sayup-sayup kudengar Aska yang berteriak menyerukan namaku.
Aku tersadar... Aku tidak di ruangan yang meriah dengan tepuk tangan itu tapi aku berada di dalam kamar yang serba putih, banyak dokter dan suster yang berada di dalam dan mengerumuniku. Aska juga disana memegang kedua tanganku dan menutup matanya dengan semua bulir-bulir air yang turun membasahi pipinya.
Dan bibirnya yang terus saja mengulang memanggil namaku.
"Vanya... Kumohon... kumohon Vanya..." Begitulah katanya dengan suara yang terdengar sangat menyedihkan.
"Kenapa menangis?" Tanyaku. Menahan seluruh rasa sakit ditubuhku.
Aska membuka matanya. Ia melihat wajahku dengan tatapan teduh miliknya yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Dia melepaskan tanganku dan memelukku yang masih terbaring di tempat tidur. "Tidak apa-apa..." Katanya
Aku melihat lantai yang penuh dengan obat-obatan yang berserakan di lantai. "Jangan seperti itu lagi... Kau membuatku takut...." Itu yang kudengar sebelum aku kembali menutup mataku dan tertidur.
•••
Aku terbangun saat sinar matahari menembus tirai jendela kamar serba putih itu. Kurasakan sebuah tangan yang menggenggam tanganku. Tangan itu milik Aska. Dia tertidur di samping tempat tidurku dengan posisi duduk di kursi.
"Aska..." Aku memanggilnya. Dan dia langsung terbangun dengan senyum manisnya. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya
"Memangnya aku kenapa?"
Dia menggeleng sebagai jawaban. Hari itu, seharian dia berada di dekatku. Membuatku tertawa sepanjang hari. Entah mengapa aku merasa Aska sangat dekat denganku padahal dia hanya orang asing yang datang menghampiriku beberapa bulan yang lalu, ah... Sebenarnya aku tidak yakin.
Ada sesuatu yang terasa aneh. Semenjak aku dirawat di ruangan serba putih itu, aku banyak mengingat hal-hal kecil yang tidak ku ketahui apakah pernah terjadi atau tidak?
Iya... Hal kecil seperti Hoodie hitam yang selama ini ku pakai sebenarnya adalah milik Aska. Tiba-tiba saja aku mengingatnya. Itu berarti Aska bukanlah orang baru dalam hidupku. Kemungkinan aku sudah mengenalnya lama sebelum orang tuaku pergi meninggalkanku.
Dan untuk orang tuaku yang ternyata sudah meninggal, iya aku mengingatnya sekarang, bagaimana mobil kami malam itu jatuh ke jurang karena aku-lah yang telah men–
Lupakan itu, kepalaku pening memikirkan semua kenangan yang tiba-tiba muncul satu per satu di kepalaku.
Aku juga mengingat hari itu... Hari dimana aku menancapkan gunting pada telapak tanganku. Aku ingat saat itu Aska-lah yang membawaku ke rumah sakit untuk mengobati tanganku.
Aku semakin yakin Aska adalah satu-satunya yang mengetahui semua rahasiaku.
Bersambung...
_____
Halo... Gimana guys... Paham nggk sama alurnya? Bertele-tele ya?
Nggak kok... Kalo kalian ketemu sama petunjuk-petunjuk di setiap chapter kalian bakalan paham kok sama ceirtaku yang membagongkan ini... Wkwkwk
Tapi... Makasihh ya udah mau baca sampe chapter ke-10 ini❤️🥰
Jangan lupa vote-nya yaaaa...
Jangan lupa juga tinggalkan jeja dengan cara komen yaaaa
Bye bye see you next chapter 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm a Liar (Revisi)
Teen Fiction"I'm a Liar" sebuah kisah yang menceritakan perjalanan hidup seorang gadis yang tidak bisa lepas dari kenangan masa lalunya. Kemudian bertemu dengan seorang pria yang benar-benar tulus menyayanginya. Namun, siapa sangka pertemuan mereka seharusnya t...