CHAPTER 9

114 95 90
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca

_____

Aku tersenyum melihat mobil itu jatuh ke jurang, aku bahkan tertawa. Aku... Aku sangat tidak tahu kenapa diriku bereaksi seperti ini.

Dan baru saja aku membuka mataku, dan aku sadar bahwa aku sedang tertawa dihadapan Aska dan ibunya yang sudah berada di dalam rumahku dengan para tetangga lainnya. Tanganku masih setia menutup telingaku. Aku merasakan pipiku yang basah oleh air mata aku segera menghapus air mataku, dan kulihat tanganku yang sedang memegang serpihan gelas yang penuh oleh darah entah darah siapa.

Aku kebingungan, dan panik saat melihat semua orang menatapku dengan ketakutan, satu-satunya yang tidak bisa kuartikan adalah tatapan milik Aska.

Aku menatap jidat Aska yang berdarah.
Aku mendekatinya perlahan. "Aska kenapa kamu berdarah?!"

Bahkan ibu aska terlihat kebingungan melihat jidat Aska yang mengeluarkan banyak darah.

"Aku tidak apa-apa" katanya setelah aku berada di hadapannya dan melihat luka itu. "Lepaskan dulu ini" katanya sambil mengambil pecahan kaca dari tanganku dengan perlahan dan melemparkannya jauh dariku.

Setelah itu Aska memelukku. Benar-benar memelukku dengan erat. Bisa kudengar mereka semua yang berada di dalam ruangan itu menghembuskan nafas berat.

Aku tidak tau apa yang baru saja terjadi. Namun tanganku sungguh sangat perih, sangat perih sampai-sampai kakiku terasa begitu lemas dan aku pun ambruk pada pelukan Aska.

***

Aku membuka mataku, hal yang kulihat pertama kali adalah ruangan serba putih dengan seorang dokter yang wajahnya tidak asing di mataku.

"Apa kabar Vanya? Kau baik-baik saja?"

Tanyanya begitu lembut, tapi aku tidak menjawabnya. Aku pusing. "Dimana aku?"

"Rumah sakit"

"Kenapa? Kenapa aku disini lagi?!"

"Vanya tenang. Aku tidak akan melukaimu, kau ingat setahun yang lalu aku berhasil membuatmu sembuh, dan tahun ini aku akan kembali menyembuhkanmu dengan satu syarat, kau tidak boleh lari saat masa pengobatan"

"Aku tidak pernah minta untuk diobati! Biarkan aku pulang!"

Tok tok tok

Aku melihat kearah pintu dimana Aska berdiri disana dengan ibunya menatapku iba. Aku benci tatapan itu.

"Aska aku mau pulang! Kenapa aku disini?! Kamu yang bawa aku kesini? Atau bibi?! Kumohon aku ingin pulang"

"Vanya disini kamu bakalan dirawat, aku akan datang setiap hari jenguk kamu disini"

"Aska... Please! Aku bukan orang gila yang harus di rawat di sini!"

"Nggak! Kamu nggak gila! Siapa yang bilang kamu gila? Aku bakal pukul tuh orang kalau sampai ada yang bilang kamu gila"

"Terus kenapa aku disini?"

"Diluar terlalu bahaya buat kamu yang sepolos ini Vanya" katanya sambil mengusap-usap kepalaku.

"Tapi aku mau pulang!"

"Iya kamu bakalan pulang kok! Begitu tangan kamu ini sembuh, aku juga pasti keluarin kamu dari sini, aku janji" katanya sembari menunjukan jari kelingkingnya di hadapanku.

Aku menatap tanganku yang memang sangat sakit, sungguh sesakit itu sampai-sampai aku tidak bisa menggerakkan jari-jariku.

Aku pun mengangguk menyetujui janji Aska itu.

•••

Dua bulan berjalan tanpa ku sadari, kehadiran Aska di hari-hariku membuatku sangat bahagia. Aska selalu membuatku tertawa dengan lelucon-leluconnya. Selalu datang membawakanku makanan kesukaanku, memberikanku boneka dan bunga setiap hari tanpa alpa seharipun.

Dokter bilang aku bisa pulang Minggu depan. Aku semakin bahagia mendengarnya. Aku tau itu kebohongan besar. Tapi tidak apa-apa yang penting Aska datang menjengukku setiap hari.

Namun hari ini Aska belum mengunjungi ku bahkan sampai malam tiba aku menunggunya, tidak biasanya dia telat seperti ini. Aku mulai khawatir.

Seseorang membuka pintu kamarku, kupikir Aska yang datang menjengukku ternyata seorang perawat yang selalu rutin  menanyakan apa aku sudah makan, apa aku ada keluhan atau apa yang kuinginkan. Dan kukatakan aku ingin melihat Aska.

Perawat itu tersenyum kecil. "Oh iya dia belum datang mengunjungimu hari ini?"
Aku menggeleng. "Mungkin dia sedang menyelesaikan tugasnya, dia kan seorang mahasiswa tidak mungkin tidak punya tugas, iya kan?" Tanya lembut padaku.

Aku mengangguk. Setelah itu kuminta pada perawat untuk mematikan lampu kamarku, biarlah aku tertidur dalam keadaan gelap. Agar saat Aska datang dia akan menyalakan lampuku dan itu akan membuatku terbangun.

Namun begitu aku membuka mataku...

Bersambung....

_____

Jangan lupa vote!!!

Terimakasih sudah membaca sampai chapter ini...

Adakah yang sudah tau sebenarnya si Vanya kenapa sih?🤭   👉

Kata-kata buat Aska  👉

Kata-kata buat author? 👉

I'm a Liar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang