CHAPTER 4

143 144 107
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading

_____

Ujian nasional 3 hari lagi, semua murid bersiap-siap mengikuti ujian akhir itu. Tak terkecuali diriku yang juga sibuk menghabiskan waktu dengan buku-bukuku.

Dan malam terakhir sebelum ujian, pria itu lagi-lagi datang menghampiriku dengan senyumnya yang berhasil mengalihkan duniaku.

Pria yang ku ketahui bernama Aska itu memberikanku kata-kata penyemangat yang hanya ku tanggapi dengan anggukan.  Entah bagaimana ceritanya aku menjadi dekat dengan pria itu dan merasa nyaman sekaligus gelisah saat didekatnya.

Setiap hari ku habiskan waktu dengan belajar, belajar, dan belajar tak terhitung lagi jumlah tisu yang penuh dengan darah yang terus mengalir dari hidungku.

Singkat cerita, ujian Nasional akhirnya berakhir. Semua orang tua menunggu anak mereka di depan gerbang untuk menjemput anak-anaknya. Aku mencari keberadaan orang tuaku namun nihil. Mereka tidak ada.

Sesibuk itu mereka, padahal saat aku pulang mereka hanya duduk dan berkumpul di pojok ruang tamu. Yah, aku begitu tidak berharga bagi mereka.

"Selamat!" Aska menghampiriku. Ada perasaan hangat di dalam dadaku saat pria ini datang menghampiriku.

"Belum tau hasilnya, selamatnya nanti aja!" kataku lalu berjalan menjauhinya.

Aku heran, sudah beberapa detik aku berjalan lebih dulu kenapa tidak ada yang menghentikanku? Kemana pria yang bernama Aska itu? Kenapa dia membiarkanku jalan lebih dulu?

Aku berbalik mencarinya, tapi dia tidak ada. Apakah aku hanya berhalusinasi?

PIP!

PIP!

Suara klakson itu mengangetkanku, mengembalikan fokusku yang hampir terbang entah kemana. Aku memutar bola mataku malas. Meskipun ingin sekali diriku langsung berlari naik keatas motor milik Aska itu.

"Pulang bareng aku lagi yuk!" ajaknya dengan suaranya yang semakin kuhafal setiap harinya.

Karena tidak mendapat tanggapan dariku, dia menarik tanganku lalu menyuruhku naik keatas motornya. Mendapat tatapan tajam dari pria itu membuatku tidak bisa berkutik. Mau tidak mau aku memilih naik di atas motornya, meskipun itu memang keinginanku sedari tadi.

Beberapa menit saat kami diperjalanan. Aku tersadar, bahwa pria ini tidak membawaku ke arah rumah kami. Tapi ia membawaku di sebuah rumah makan yang tidak pernah ku kunjungi sama sekali.

Bagitu masuk, bau makanan membuat cacing-cacing diperutku langsung meronta-ronta.

"Mau makan apa?" tanyanya.

"Nggak punya uang." jawabku singkat.

"Aku bayarin.. cepat!" titahnya membuatku tidak enak.

"Samain aja."

Setelah memesan makanan, saat kami sedang duduk berhadapan di meja makan. Tak ada kursi disana. Pelanggan yang datang duduk dilantai, tapi itu cukup nyaman untukku. Aska mengeluarkan sebuah map berisi lembaran kertas dari dalam ranselnya. Dan menyodorkannya padaku.

"Nihh ambil! Di baca terus diisi ya..."

Tanpa suara aku langsung membuka map itu dan membaca isinya. Aku mengernyitkan keningku.

"Formulir pendaftaran, biar kuliahnya bareng aku." Seakan-akam dia bisa membaca pikiranku. Dia menjawab tanpa aku harus mengeluarkan suara untuk bertanya.

"Aku nggak punya uang Aska!"

"Kamu tau namaku?" tanyanya antusias.

Sial! Aku menyebut namanya. Padahal ingin ku sembunyikan bahwa namanya selalu ada di pikiranku akhir-akhir ini.

"Nggak!"

"Terus tadi? Tau dari mana namaku?" Tanyanya dengan senyum menggodaku.

Aku mengambil ranselku ingin keluar dari sana, tapi tangan Aska segera menghentikanku.

"Nggak usah dijawab deh kalo gitu, yang penting ini diisi ya..." ujarnya sambil menyerahkan kembali kertas itu padaku.

Setelah itu pesanan kami datang, dia memberikanku piring berisi pesanan kami. Lalu menyuruhku memakannya.

"Nggak panas? Pake Hoodie kayak gitu? Buka aja kali." ucap Aska sembari melahap sesendok makanannya.

Memang sedari tadi aku kepanasan, aku melihat sekitar dan tidak banyak orang disana. Aku memutuskan membuka Hoodieku.

Selagi melepaskannya mataku tak henti menatap pria dihadapanku yang sedang lahap memakan makanannya.

Entah bagaiamana wajahnya saat melihat pergelangan tanganku nantinya. Aku penasaran dengan reaksinya.

Dan benar saja lukaku terpampang nyata di depan mata Aska. Aku berusaha tidak perduli dan mulai melahap makananku.

Aska melihat bekas luka yang menghitam hampir di seluruh lenganku. Kupikir dia akan bertanya, tapi yang kulihat pria itu hanya sekilas melihat bekas lukaku dan kembali melahap makanannya.

Aku bahkan sudah siap jika dia memberikan pertanyaan kepadaku, namun tidak ada pertanyaan yang keluar dari bibir pria itu. Dia tersenyum kepadaku. Membuatku memiliki seribu pertanyaan di dalam kepalaku.

Hening sejenak, aku mulai bersuara.

"Siapa yang bayar?"

"Apa?"

"Biaya kuliah ini."

"Yahh... Beasiswa lah, makanya kamu harus berjuang biar bisa dapat beasiswanya, okey? Sudah selesai makan?ayok pulang!" katanya lalu menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan.

Pria ini tahu rahasia tentangku. Pria ini, tahu sesuatu tentang keluargaku. Laki-laki ini tahu, kalau aku bukanlah orang yang waras. Biaya kuliah? Dasar Aska! Dia tahu aku tidak baik-baik saja, tapi ingin aku berkuliah?

Bersambung...

_____

Jangan lupa votenya kawan-kawan 🤭

Love you, makasih...

Sampai jumpa di chapter selanjutnya

Bye bye

I'm a Liar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang